A

55 5 0
                                    


Suara debur ombak menemani senja Shankara. Ia dan Arkatama sekarang sedang berada di tepi pantai, duduk di pembatas pantai. Shankara benar-benar bersyukur Arkatama membawanya ke sini. Ia menikmati terpaan angin laut pada wajahnya, menghirup nafas sedalam-dalamnya sebelum menghembuskan kembali.

“Bagaimana? Mendingan?”

Shankara menoleh ke arah penanya. Ia tersenyum kecil seraya menganggukkan kepalanya. Beban Shankara tidak hilang sepenuhnya, tetapi setidaknya ia harus menenangkan pikirannya supaya tidak bertindak gegabah.

“Saya belum mau bertemu ibuk dan ayah,” Shankara menunduk, menyembunyikan wajahnya dari senja yang menyinarinya.

“Iya tidak apa-apa,” balas Arkatama dengan senyum yang terpatri di wajahnya. Tersenyum lembut menatap Shankara yang masih menundukkan wajahnya.

“Saya mau pergi dari rumah,” Arkatama terkejut mendengar penuturan Shankara, tidak menyangka apa arti sebenarnya dari perkataan Shankara sebelumnya yang menyebutkan bahwa ia belum ingin bertemu kedua orang tuanya.

“Tapi saya tidak tahu harus kemana,” tambah Shankara.

Lama sang Dirgantara larut dalam pikirannya. Berusaha mencari solusi untuk sang sahabat. Hingga ia membuka mulutnya, menyuarakan pendapatnya.

“Setau saya Awan tinggal di kos-kosan kan?” suara Arkatama.

“Iya, kenapa?”

“Bagaimana kalau kamu menumpang di kosannya Awan?” Shankara memikirkan ide Arkatama.

“Tapi memangnya Awan tidak keberatan?” cicit Shankara.

“Ah kamu tenang saja, nanti saya yang bicara,” ucap Arkatama. Ia mendapatkan senyum manis Shankara sebagai balasan.

“Sudah, mari kita pulang, sudah mau maghrib. Kalau kamu sampai rumah nanti, langsung masuk kamar saja, kemasi barang-barang mu. Saya jemput jam 11 malam,” Arkatama berdiri menepuk-nepuk celananya menghilangkan pasir yang menempel kemudian mengulurkan tangannya ke hadapan Shankara. Shankara menyambut uluran tangan Arkatama, kemudian mereka kembali berboncengan di sepeda motor pulang ke rumah masing-masing.

°°°

Pukul sebelas malam Shankara mondar-mandir di dalam kamarnya, sesekali mengintip dari jendela. Orang tuanya sudah tidur dari tadi, Shankara mengetahui hal ini karena dari luar kamarnya sudah tidak ada suara bising lagi.

Shankara menunggu Arkatama yang katanya akan menjemput Shankara jam 11 malam. Dari jendela, Shankara bisa melihat ada cahaya di dekat gerbang rumahnya. Itu pasti Arkatama dan sepeda motornya, batin Shankara.

Ia lantas mengambil tas yang sudah ia isi dengan barang-barang keperluannya. Tidak lupa dengan secarik kertas yang ia tulis untuk kedua orang tuanya, ia letakkan di atas meja belajarnya.

‘Shankara pergi, jangan cari Shankara, Shankara juga butuh waktu sendiri. Ayah dan ibuk tak usah khawatir, Shankara tak akan macam-macam’

-Dari Shankara

Pemuda berkulit tan itu keluar dari kamarnya dengan menenteng tas berisi barang-barangnya. Ia berjalan sepelan mungkin berusaha tak menimbulkan suara apa pun yang bisa membangunkan penghuni rumah. Sesampainua di luar rumah, ia langsung berlari-lari kecil menghampiri Arkatama yang duduk di sepeda motornya.

“Ayo, naik,” Shankara kemudian menaiki sepeda motor Arkatama. Ketika Shankara mengatakan bahwa ia sudah siap, Arkatama segera meluncur ke jalan raya.

“Kamu sudah bilang ke Awan?” tanya Shankara. Tetapi yang ditanya malah diam saja tidak memberi jawaban. Shankara menepuk pundak yang lebih tua. Lantas yang tua menoleh sedikit berusaha untuk tidak mengalihkan perhatiannya dari jalan raya yang sepi. Shankara mengulangi kata-katanya, tapi yang tua malah menjawab dengan hal lain.

“Sudah, ikut saja,” itu kata-kata terakhir yang menemani mereka berdua sebelum keduanya sampai ke tempat yang dituju.

°°°

Shankara memandangi sekelilingnya yang tampak asing. Ini bukan kosan Awan, bahkan Shankara tidak tahu mengapa Arkatama membawanya ke sini. Tempat mereka berada sekarang tidak begitu jauh dari kosan Awan. Jadi Shankara berpikir apakah Arkatama salah alamat. Tetapi yang muda tahu bahwa itu tidak benar karena sekarang yang tua sedang mengetuk pintu rumah di hadapannya.

             Tok.. Tokk.. Tok..

Arkatama terus mengetuk pintu rumah yang mereka kunjungi hingga ketukan tersebut membuahkan hasil. Sosok yang perawakannya sedikit lebih pendek dari Arkatama muncul dari balik pintu. Shankara sempat terkesima sesaat, pemuda di hadapannya ini memiliki kulit putih bersih dan wajah yang hampir sempurna bak dipahat oleh pematung handal.

Pemuda di hadapannya ini memiliki hidung mancung bak perosotan juga mata yang besar lengkap dengan rambut  hitam legamnya. Pemuda itu menguap kemudian mengucek matanya.

“Masuk Tam, kamu malam banget ke sini. Untung saya bisa bangun dari tidur saya,” ucap pemuda itu. Shankara menggaruk tengkuknya, tak nyaman mengganggu sang pemilik rumah tengah malam begini. Sedangkan Arkatama langsung menyelonong masuk setelah dipersilahkan oleh sang empunya rumah. Shankara lantas membuntuti Arkatama. Mereka sekarang duduk di ruang tamu.

“Kenalin Shan, ini sepupuku Arsha. Sekarang dia lagi kuliah semester 3. Saya sudah ngomong sama Awan, dia sih gak keberatan cuman dia takut nanti ibu kosnya nyindir kamu segala macam. Terus saya ingat kalau saya punya sepupu yang punya rumah di dekat-dekat sini,”

“Arsha juga tinggal sendiri, ayahnya lagi dinas ke luar kota. Jadi setelah saya omongin baik-baik sama Arsha dia akhirnya setuju kamu tinggal di sini, sekalian kamu nemenin dia juga. Oh ya, Awan juga sudah bilang dia yang akan menjemputmu pergi ke sekolah nanti,” jelas Arkatama panjang lebar.

Shankara hanya mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar penuturan Arkatama. Dalam hati ia bersyukur mempunyai sahabat macam Arkatama yang sudah mau menolongnya hingga saat ini.

“Yasudah kalau begitu, saya pamit dulu ya. Selamat malam Shankara, Kak Arsha juga,” pamit Arkatama. Ia berjalan ke luar menghampiri sepeda motornya bersiap untuk meluncur pulang ke rumah sebelum suara seseorang menjeda kegiatannya.

             “Arkatama,” panggil Shankara.

             “Terima kasih banyak,” tambahnya. Arkatama membalasnya dengan jempolan kemudian melanjutkan kegiatannya yang tertunda yaitu pulang ke rumah.

°°°

TBC

Arsha as Hamada Asahi

Jangan lupa vote guys <3

Tentang Shankara || HajeongwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang