N

64 4 0
                                    

1991

             “Jadi untuk ambil beasiswa ke Jerman itu?” Arkatama bertanya kepada Shankara yang sedang fokus mengisi jawaban pada buku latihan soal. Sekarang mereka sudah menginjak kelas 12 Semester 1.

             “Ya, jadi. Dari dulu cita-cita saya memang ingin pergi ke luar negeri, kata ayah saya tuntutlah ilmu sampai ke negeri China. Walaupun saya bukan ke China tapi ke Jerman yang penting sama-sama ke luar negeri,” jelas Shankara memberhentikan aktivitas menjawab soalnya, mengalihkan atensi sepenuhnya kepada Dirgantara.

             “Kenapa bertanya?” Tanya Shankara.

             “Ah, itu.. sepertinya saya juga tertarik untuk kuliah di luar negeri, kapan pendaftarannya?” ucap yang lebih tua sembari mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja.

             “Sudah dari dua hari yang lalu, tapi pendaftarannya masih dibuka, nanti waktu istirahat saya temani kamu untuk mendaftar ke guru,” Shankara kemudian melanjutkan sesi belajarnya, ia harus belajar dengan giat untuk tes beasiswa ke Jerman itu yang akan diselenggarakan bulan depan.

             Raga Shankara terlihat baik-baik saja seperti tidak ada masalah tetapi tidak dengan jiwanya. Pikiran Shankara melayang ke kejadian kemarin dimana ayah dan ibunya bertengkar dengan hebat. Padahal dua tahun belakangan ini keluarga Shankara cukup baik, walaupun ayahnya masih sering memukuli Shankara.

Tetapi kejadian kemarin menurut Shankara merupakan pertengkaran terhebat yang kedua orang tuanya alami. Shankara sangat khawatir orang tuanya itu akan berpisah, maka dari itu ia berinisiatif mengikuti program beasiswa sehingga setidaknya ia bisa meringankan beban kedua orang tuanya.

Flashback on

             Shankara masih pada meja belajarnya padahal ini sudah larut malam. Suara gedoran pada pintu rumahnya membuat Shankara menggeram rendah karena merasa terganggu. Ia bergegas menuju pintu rumahnya, lantas dibukalah pintu rumahnya yang menunjukkan raga ayahnya.

             Muka merah serta badan sempoyongan. Shankara mengernyit ketika mencium bau alkohol bercampur dengan parfum wanita berasal dari tubuh ayahnya. Ah, kalau ibunya tahu pasti akan terjadi bencana di rumah ini. Ayahnya mendorong tubuh Shankara yang menghalangi arah masuk ke dalam rumahnya. Sang ayah bersorak ria gembira entah apa yang dialaminya sehingga bisa membuat ia seperti itu.

             Kamar sang ibu terbuka menampilkan wanita paruh baya dengan balutan daster, walaupun hanya mengenakan daster tetapi ibunya itu masihlah terpancar aura cantiknya. Shankara yang merasa bahaya bila sang ibu tahu ayahnya mabuk segera menghampiri wanita itu seraya mengajaknya untuk masuk kembali ke kamar.

             Sang ibunda iya-iya saja ketika diajak kembali ke kamar walaupun air mukanya sangat menampakkan bahwa wanita itu sedang kebingungan. Sang anak mengatakan bahwa itu adalah suaminya yang baru saja pulang dan tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan. Jadi ia kembali memasuki kamarnya kemudian melanjutkan tidurnya yang sempat terganggu itu.

°°°

Minggu pagi Shankara terbangun karena mendengar keributan dari luar kamarnya. Lantas ia bangun dan berlari keluar dengan tergopoh-gopoh ketika mendengar ibunya berteriak marah.

“Aku pikir mas udah berubah! Tapi apa ini!” ibunya mengangkat kemeja kotor sang ayah yang nampak jelas terdapat noda lipstik wanita.

“Sudah kubilang semalam aku tidak melakukan apa pun seperti yang kau pikirkan! Aku hanya minum dengan atasan, setelah itu pulang,”

“Aku gak percaya, selain noda lipstik ini baju mas juga bau parfum wanita, mas mau mengelak?” mata sang ibu berkaca-kaca, tangannya menggenggam erat kemeja sang suami.

“Terserah kau mau bilang apa, aku capek, bukannya dibuatkan minuman untuk meredakan mabukku kau malah berteriak tak jelas. Sudahlah minggir, tidak ada gunanya aku disini, tak dihargai!” ucap sang ayah sinis berlalu melewati istrinya kemudian mengambil kunci mobil dan keluar dari rumah.

Ibu Shankara terduduk lemas, sembari meraung masih memegang erat kemeja suaminya. Air mata terjun bebas dari mata sang ibu yang jelas menunjukkan raut kecewa. Shankara menggertakkan giginya, menghampiri sang ibunda berusaha menenangkan.

Flashback off

°°°

 
TBC

Jangan lupa vote ya guys <3
 

Tentang Shankara || HajeongwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang