S

51 5 0
                                    

Sosok sang ayah muncul di indra penglihatannya, sedang bercumbu dengan perempuan lain. Shankara marah, dadanya kembang kempis dengan gigi yang bergemelatuk. Tanpa babibu ia segera melancarkan sebuah bogeman ke sang ayah.

Bugh.

Diratama tersungkur ke lantai dengan kepala yang menoleh akibat bogeman dari Shankara. Perempuan tadi terkejut lantas menoleh ke arah Shankara, kemudian membantu Diratama untuk berdiri.

“Kamu ini apa-apaan sih?!” teriaknya melengking ke arah Shankara. Shankara tak memedulikan perempuan itu, lantas ia mencengkeram kerah sang ayah.

“AKAL ANDA ADA DIMANA DIRATAMA?” tanpa embel-embel ayah, Shankara berteriak marah di depan wajah ayahnya. Tangannya masih memegang kerah sang ayah erat. Sang ayah terdiam, berusaha untuk memproses kejadian yang baru terjadi.

“Shankara.. bagaima-“

“IBUK!” Shankara memotong kalimat ayahnya. Menggertakkan giginya sebelum melanjutkan ucapannya.

“IBUK DI RUMAH SELALU MENUNGGU ANDA UNTUK PULANG!”

“TAPI ANDA!” jari Shankara menunjuk tepat ke ayahnya.

“DI SINI MALAH ASYIK BERCUMBU DENGAN WANITA LAIN! JANGAN PERNAH PULANG KE RUMAH!”

“Saya tak membutuhkan sosok seorang ayah yang bajingan seperti anda!” ujar Shankara telak.

“Jaga omonganmu Shankara!” sang ayah menampar tepat di wajah Shankara. Kepala Shankara tertoleh, mendesis merasakan panas yang timbul di wajahnya akibat tamparan sang ayah.

“Saya tidak pernah mengajarkan kamu hal buruk seperti itu!”

“Mengajarkan?” Shankara terkekeh lirih.

“Memangnya apa yang pernah anda ajarkan ke saya selama ini? Ah, salah satu pelajaran yang bisa saya ambil dari anda adalah bahwa saya tidak akan pernah menjadi seorang ayah seperti anda,” tangannya mengelap sudut bibirnya yang dirasa mengeluarkan darah.

Plak!

Lagi, Shankara tertoleh sekali lagi.

“Tidak sopan. Kamu kira siapa yang sudah membesarkan kamu hingga sekarang ini hah? Berani-beraninya kamu berucap seperti itu kepada saya! Ah, ini pasti ajaran perempuan itu. Siapa namanya, Danisa,” mata Shankara berkilat marah ketika nama sang ibuk diucapkan oleh ayahnya. Tangannya mengepal erat kemudian memukul dinding di sampingnya.

“ARGH!” Shankara berteriak sembari memukul dinding. Tangannya mengeluarkan darah, mengotori lantai kantor ayahnya. Ia tak punya pilihan lain selain memukul dinding untuk meluapkan kekesalannya. Di satu sisi ia sangat ingin memukul wajah keparat ayahnya itu, tetapi di sisi lain ia tak ingin di anggap anak durhaka. Mata sang ayah membola, terkejut akan hal yang dilakukan anaknya.

“Saya tak peduli lagi, terserah anda mau bagaimana tapi saya harap anda tidak pulang ke rumah sampai kapan pun!” Shankara segera berlalu dari hadapan ayahnya, menahan kebas yang dirasakan di tangannya. Pulang ke rumah dengan hati yang hancur disertai fisik yang hancur pula. Padahal niat hatinya ingin membujuk ayahnya pulang ke rumah tapi malah ia yang memerintah ayahnya agar tak pulang ke rumah.

°°°

TBC

Gimana? Emosinya kerasa ga wkwk?
Maaf sy masih amatir dlm hal tulis menulis, oiya chapter kali ini pendek ya ak harap kalian gpp.

Jangan lupa vote yeorobun~

Tentang Shankara || HajeongwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang