9. Melebur Jadi Satu

32.8K 2.9K 1K
                                    

"And it's you and me and all of the people and I don't know why I can't keep my eyes off of you." - You and Me, Lifehouse.

***

Untuk Raffael Leonardi,
(Yang sikap manisnya selalu berhasil membuatku meleleh seperti es krim di bawah sinar matahari.)

Halo, Raffa.

It's freezing up here and I finally make it to Glacier 3000! Wohoo!

Kalau kamu terlalu malas untuk mencari tahu apa itu Glacier 3000 di google, aku akan memberitahumu disini. Glacier 3000 adalah sebuah ski resort yang diselimuti salju abadi sepanjang tahun. Untuk bisa mencapainya kita harus menaiki cable car hingga ke ketinggian kira-kira 3.210 meter. Terdengar menakjubkan bukan? Dari Glacier 3000 kita bahkan bisa melihat pegunungan Alpen secara keseluruhan. Benar-benar indah, Raf. Rasanya seperti melihat hamparan selimut berwarna putih kemana pun mata memandang,

Sejak kecil, aku sering bertanya-tanya, bagaimana sih rasanya menyentuh salju? Sedingin apa sih salju itu? Hari ini semua pertanyaanku terjawab.

Kalau kamu kira berada di antara hamparan salju adalah hal paling menyenangkan di dunia, pikir lagi. Dinginnya menusuk kulit, Raf. Meskipun aku telah menggunakan baju hangat berlapis-lapis, tetap saja aku tidak bisa beradaptasi dengan mudah. Rasanya seperti dibekukan di dalam freezer.

Aku harap kamu berada di sini sekarang, Raf. Di sampingku. Mengenggam tanganku erat sehingga aku merasa lebih hangat. Perjalanan yang panjang ini cukup melelahkan tanpa adanya kamu di sampingku, tahu tidak?

Mendadak aku jadi ingat pada satu-satunya perjalanan yang pernah kita lalui bersama. Secara teknis, kita melaluinya beramai-ramai karena Karel, Klana dan Adrian turut serta. Kalau boleh jujur, itu bukanlah liburan terbaik yang pernah aku alami. Who am I kidding? Meskipun sendirian, keliling Eropa jauh lebih baik daripada berdesak-desakkan di ferry penyebrangan yang padat di bawah panas terik hari itu.

Namun, setiap momen yang pernah aku lalui bersama kamu selalu memilki kenangan tersendiri. Terutama hari itu. Di bawah langit yang mulai berganti warna menjadi jingga, diiringi suara deburan ombak, minuman jelly rasa kelapa dan aku yang mabuk laut; the day you made me yours.

***

Aku sedang sibuk memperhatikan Bu Marta yang menerangkan tentang rumus Trigonometri di papan tulis saat tiba-tiba saja telingaku menangkap suara-suara aneh dari luar kelas. Ada suara langkah kaki beberapa orang yang sepertinya berlari dan suara tawa cekikikan. Menurutku, bukan seperti cekikikan anak perempuan sama sekali. Sempat terlintas dipikiranku kalau itu adalah suara khas milik Karel, namun cepat-cepat kuenyahkan pikiran itu. Sangat tidak masuk akal.

"Kejora!" seruan nyaring yang berasal tepat dari luar kelas membuatku sontak mengalihkan pandanganku dari papan tulis ke arah pintu yang tertutup rapat. Seluruh penjuru kelas juga melakukan hal yang sama--meskipun beberapa orang memilih untuk menatapku. Aku hanya bisa mendengus kesal, aku tau pasti itu suara Karel.

"Nanti pulang sekolah," Adrian. Aku yakin kali ini suara Adrian.

Ada jeda selama beberapa saat sebelum aku bisa mendengar Klana mengatakan, "Ditunggu Raffa,"

"Di tempat biasa ya!" Oh, astaga, kenapa kamu ikut-ikutan? Kontan aku langsung menutup wajah begitu menyadari kalau kalimat itu diucapkan olehmu.

Belum lagi aku berhasil mencerna apa yang baru saja terjadi, aku bisa mendengar kalian berempat meneriakkan kata "Mwah!" dengan genit sebelum berlari sekencang-kencangnya. Dengan pasrah kutempelkan wajahku ke atas meja. Tawa memenuhi penjuru kelasku, beberapa di antara mereka bahkan melirkku sembunyi-sembunyi.

Unsent LettersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang