7. RUANG KISAH

54 30 3
                                    


Rumah tanpa lampu, bumi tanpa matahari, hitam tanpa putih, hujan dengan airnya, kopi dengan pahitnya, keluarga tanpa ibu, saya tanpa bunda, anak laki-laki tanpa sayapnya. Semuanya berubah. Sabar seperti bunda, berlogika seperti ayah.

~Altaaf Devan Arshaka~

.
.
.
.

Damara mengetuk pintu dan memanggil nama Devan. Tidak ada jawaban, dia coba mengetuk lagi. Masih hening akhirnya Damara mencoba memasukkan pin yang dikatakan Rouf ulang tahun Devan "250505", terbuka.

"Dev? Ini gue Damara. Gue masuk ya!" kata Damara sambil mengetuk pintu kamar, dia sudah hafal yang mana kamar Devan karena sudah beberapa kali datang ke rumah itu.

Devan terbaring lemah diatas kasur, matanya tertutup sepertinya dia sedang tidur. Damara melihat beberapa bungkus obat di meja samping tempat tidur Devan  sepertinya paracetamol atau apalah itu.

Damara mendekati Devan dan menyentuh dahinya, panas. Anak ini demam. Dengan segera Damara menyelimuti Devan dan mengambil air untuk mengompres Devan. Damara dengan telaten dan sabar nya merawat anak yang sedang sakit itu, dia dulu sering bermain dokter dokteran bersama mamanya dan mama Devan jadi dia tau beberapa hal. Jika seperti ini, ini hal mudah.

Saat Damara mencoba membangunkan Devan dengan mengelus rambut nya dan mengucap namanya dia mendengar Devan menggigau.

"Mama......mama,"

"Mama......Devan takut, Ma,"

"Mamaa....." terdengar rintisan Devan memanggil mamanya, nampaknya rasa rindu itu makin menjadi dan tak tertahankan. Damara masih mencoba membangunkan Devan dengan mengguncangkan tubuhnya.

Devam terbangun dengan terkejut, karena mimpi buruk sepertinya, dengan dipenuhi keringat dan sedikit air mata dia menatap Damara sebentar lalu memegangi kepalanya. Rasanya sangat sakit, kepala nya dan hatinya.

"Dev, lo gapapa?" tanya Damara panik.

Devan tidak menjawab, nafasnya tersenggal-senggal, dan memanggil nama mama nya melalui rintisan yang pelan itu. Damara lantas meletakkan kepala Devan di bahunya, bermaksud menenangkan. Saat Devan mulai tenang Damara mulai bertanya.
"Lo kenapa? Sakit apa?" tanya Damara.

"Gapapa cuma kecapean," jawab Devan lemah.

"Udah makan belum? Ini gue bawain makanan lo makan ya!"

"Ngga nafsu gue Ra,"

"Dev, lo harus makan biar bisa minum obat, gue suapin deh,"

Devan tidak bisa menolak tawaran itu, dan akhirnya membiarkan Damara menyuapi dan memberikan obat kepadanya.

"Tadi gue ke markas Arvagos, Dev!" ucap Damara mengisi pembicaraan diantara mereka.

"Ngapain?" Devan bertanya dengan nada yang sedikit meninggi sambil menatap kedu mata cewek itu.

"Ya kumpul tanya tanya tentang Arvagos, tadi Nizar yang ngajak kita buat kesana, katanya biar lebih mengenal satu sama lain karena kita ada hubungannya sama anak Arvagos."

Devan hanya merespon jawaban Damara dengan menganggukan kepala, entah kenapa di kepala Devan ini belum waktunya Damara masuk ke dalam lingkup geng. Selain karena Xativic, dia juga belum rela kalau nanti ada yang menyukai Damara, dia masih ingin memiliki dan bersama Damara lebih lama sebelum dia nanti punya pujaan hatinya.

"Eh lo tau ngga, Arfan masa langsung pacaran sama Feeza!" kata Damara dengan riang.

"Oh ya, dasar buaya baru kenal semalem udah kaya gitu aja,"

ARVAGOSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang