"Bersama itu bukan hanya sekedar bercerita, namun juga saling berbicara. Tentang apa, kenapa, dan bagaimana jadinya.".
.
.
Pagi itu mentari nampak cerah bersinar, menghangatkan seluruh bumi dan isinya. Devan bangun dengan perasaan yang tidak karuan, pusing nya sudah tidak begitu parah, namun tangan kanannya yang kini terasa nyeri jika digerakkan terlalu banyak. Dia beranjak dari tempat tidur dan menyambar handuk lantas pergi mandi.Berbeda dengan Damara, pagi ini dia bangun dengan perasaan senang, senang akan berjumpa abangnya. Senang juga akan pergi belajar bersama. Damara segera beranjak dan pergi ke kamar mandi. Selesai itu dia mengenakan pakaian yang senada.
***
Devan mengendarai sepeda motornya dan menuju rumah Damara. Damara sudah menanti di depan gerbang, dengan senyum manis nya. Seperti biasa, Damara duduk di boncengan motor Devan dan memegang bahunya. Sesekali dia berpegangan pada pinggang cowo itu.
"Ra, kita ke makam siapa dulu?" tanya Devan dalam perjalanan mereka menuju ke makam.
"Tante Rena aja dulu, Dev." jawab Damara.
"Oke,"
Jarak rumah Damara dengan pemakaman sebenarnya tidak terlalu jauh, namun Devan memelankan laju motornya. Dia tahu Damara tidak suka di bonceng ngebut, dan tangannya masih sakit.
"Ini tumben Devan ngga ngebut? Apa tangannya masih sakit ya?" gumam Damara dalam hati. Ia ingin menanyakan hal itu pada Devan tapi dia urung melakukannya, "Ah nanti saja,"
Mereka sampai di pemakaman 10 menit kemudian.
"Ayo, Ra!" Devan dan Damara berjalan berdampingan menuju makam ibunda Devan. Dengan membawa keranjang bunga dan sebotol air di atasnya. Mereka sampai, disebuah liang lahat, di papannya bertuliskan Rena.
"Assalamualaikum, Mama." ucap Devan mendahului, sambil bersimpuh di sebelah makam ibundanya. Mengelus papan nama itu dengan penuh cinta.
"Assalamualaikum Tante, Mara sama Devan dateng," ucap Mara setelahnya.
"Mama apa kabar? Baik-baik aja kan disana? Devan kangen Mama. Semenjak mama ngga ada, Devan pergi dari rumah, Ma. Devan ngga mau tinggal sama orang brengsek kaya gitu. Devan yakin Mama lihat dari atas sana. Jangan marah sama Devan ya ma karena Devan ngelakuin hal itu," ucap Devan sambil menunduk menatap gundukan tanah tempat mamanya dikuburkan.
"Tante Rena, Devan sekarang hebat banget tan. Dia jadi ketua OSIS di SMA, anak paling pinter pula. Devan hebat tan bagi Mara, dia bisa jagain mara, dia bisa gantiin Abang. Tante sama Abang terus awasin kita dari atas sana ya," ucap Damara menenangkan Devan yang nampaknya hampir menangis.
Devan melihat Damara yang sedang menaburkan bunga di liang lahat ibundanya.
"Ra, lo itu cantik. Gue suka,"
KAMU SEDANG MEMBACA
ARVAGOS
Ficção AdolescenteARVAGOS [ON GOING] "Gue suka sama sahabat lo, Dev!" "Bego lo! tega ngehianatin kita?" "Kebohongan apa lagi yang lo sembunyiin dari kita?" *** Setiap orang pasti mempunyai rahasia, manusia mana yang tidak mempunyai rahasia dalam hidupnya? Disini ban...