"Aku ingin bicara denganmu, tuan."
Wylen mengangkat kedua alis tebalnya saat sosok Kathleen kini berdiri di hadapannya dengan raut wajah datar. Lelaki itu mengangguk pelan dan beranjak, berjalan mengikuti langkah sang wanita menuju suatu tempat.
Bicara soal Kalenzo, bocah itu sudah tertidur. Herannya bagi Kathleen adalah, putranya memilih untuk digendong Wylen saat ia meminta maaf pada Kalenzo perihal kesibukannya akhir-akhir ini.
Kini tibalah mereka berdua di balkon, berdiri berdampingan dengan pandangan menatap kearah langit yang kini memperlihatkan senja.
Sore menjelang, dan sudah lama ternyata Wylen berada disini.
"Kalen adalah anak yang sulit berinteraksi dengan orang baru. Bahkan cenderung lebih sering menyendiri ketimbang berbaur dengan orang yang tidak ia kenali. Tapi entah mengapa sekarang ia jadi berbeda"Kalimat pembuka Kathleen setelah memecah keheningan antara ia dan Wylen membuat sang lelaki menatap kearahnya.
"Bagaimana bisa putraku menjadi sangat akrab denganmu? Sementara saat ia bercerita tadi, kalian baru saja bertemu hari ini."
"Aku tidak tahu, nyonya. Aku menemukan putramu saat aku keluar dari kafe. Dan melihatnya sedang menangis dengan lututnya yang terluka, kemudian aku menghampirinya dan mengobati lukanya."
Wylen terdiam sejenak, ia menghembuskan napasnya pelan. Kali ini ia terkekeh kecil sembari menatap kembali langit sore. "Setelah itu, ia memanggilku dengan sebutan daddy. Aku pun sangat heran dan bingung harus bereaksi apa, ketika aku menanyakan alasan mengapa putramu memanggilku begitu. Ia menyukaiku karena percaya bahwa aku bisa melindunginya dari anak-anak yang menghinanya."
Tatapan Kathleen berubah menjadi tajam saat mendengar kalimat terakhir Wylen. "Anakku dihina?"Tanyanya dengan nada tajam.
Wylen mengangguk, ia menoleh hingga manik mata gelapnya bertemu dengan manik hazel cantik milik Kathleen. Keduanya saling menatap satu sama lain, hingga pada akhirnya Kathleen memutuskan kontak mata mereka.
"Kalen dihina karena tidak memiliki ayah oleh teman-temannya. Dan aku merasa sangat terkejut saat anak usia taman kanak-kanak bisa menghina mengenai hal-hal yang sangat sensitif."Jawab Wylen, ia bisa melihat raut wajah Kathleen berubah menjadi sendu.
Wanita itu menunduk dan menghela napasnya kasar, jemari lentiknya kini memijat pelan pelipisnya yang tiba-tiba saja merasa sakit.
Hatinya berdenyut sakit dan merasa sangat bersalah pada Kalenzo. Jika saja kejadian itu tidak terjadi, mungkin sekarang keluarganya akan utuh dan baik-baik saja.
"Ini semua salahku."Lirih Kathleen pelan, namun pendengaran tajam milik Wylen berhasil menangkapnya.
Ingin ia bertanya, namun ia sadar diri dan juga tidak merasa ini urusannya untuk mengetahui Kathleen. Ia dan wanita itu sama-sama orang asing yang dipertemukan oleh Kalenzo.
"Aku harus pergi."Ujar Wylen seraya melirik arlojinya yang sudah menunjukkan pukul enam sore, nyaris malam dan ia harus kembali ke kantornya untuk mengambil barang-barangnya.
Kathleen mengangguk pelan, ia tersenyum kecil kepada lelaki tinggi disampingnya. "Terima kasih telah mengantarkan putraku kemari"Ujarnya.
Wylen menatap Kathleen, ia menaikkan sebelah alisnya kemudian tersenyum tipis. "Sama-sama. Putramu sangat lucu"Jawabnya.
"Kathleen Yu."
Wylen melihat Kathleen mengulurkan tangan kepadanya, ia mengerti dan menjabat tangan sang wanita. "Wylen Arthuro."
---
Wylen telah sampai dirumahnya, ia langsung membuka jas dan juga kemejanya setelah itu melemparkannya secara asal ke ranjang.
Kini lelaki itu telanjang dada dan langsung merebahkan tubuh lelahnya. Anehnya saat ia memejamkan mata, tiba-tiba saja figur Kathleen muncul. Sontak ia terkejut hingga terbangun, jantungnya berdebar kencang tiba-tiba.
"Aneh"Gumamnya pelan seraya memegang dadanya yang masih berdebar kencang.
Untuk pertama kalinya Wylen seperti ini. Padahal sudah banyak wanita yang berkenalan dengannya, tetapi entah mengapa figur Kathleen memenuhi segala pikirnya.
---
Kalenzo merajuk, masih merajuk pada Kathleen hingga enggan bicara sampai sekarang. Sudah beberapa kali Kathleen membujuk putranya untuk keluar dari kamar, tetapi Kalenzo tidak merespon.
Pekerjaannya belum selesai dan Kalenzo masih marah padanya membuat kepala Kathleen mau pecah rasanya. Ia merasa sangat lelah sekarang, ia tidak bisa meninggalkan keduanya atau memilih keduanya.
Pekerjaannya penting, tapi Kalenzo jauh lebih penting dari pekerjaannya.
"Kalen, ayo keluar, sayang. Mommy benar-benar ingin bicara denganmu sebentar saja"Bujuk Kathleen sekali lagi dengan sedikit lirih dibalik pintu kamar Kalenzo.
"Tidak perlu perhatian padaku, mom. Pekerjaanmu jauh lebih penting dariku, bukan?"
"Kalen."
".."
Kathleen menghela napasnya pelan, ia kemudian duduk di depan pintu kamar Kalenzo yang terkunci rapat. Kedua tangan Kathleen memeluk erat lututnya, ia benar-benar merasa sangat bersalah pada putranya.
TBC?
KAMU SEDANG MEMBACA
Become a Daddy || Winrina (✓)
Fanfiction"Daddy! Bolehkah aku memanggilmu daddy?" Tiba-tiba saja seorang bocah laki-laki berkata seperti itu kepada Wylen Arthuro dengan polosnya. warn! genben. warn! cerita ini hanya fiksi, jadi jangan baper sampai dunia nyata.