Kathleen terbangun pukul dua dini hari, ia merasa sangat haus entah mengapa. Ia tertidur cukup lama karena pengaruh obat yang diberikan dan berujung terbangun.
Setelah kedua matanya terbuka sempurna, ia melihat Wylen tengah duduk di sofa dengan serius menatap layar laptop. Sementara ada sosok Kalenzo yang sedang memeluk erat tubuh Wylen.
Sesekali Wylen menepuk kecil punggung mungil Kalenzo saat bocah itu bergerak, ia masih belum menyadari Kathleen terbangun. Namun beberapa detik kemudian kedua netra tajam Wylen menangkap sosok Kathleen yang hendak terbangun dari tidurnya.
Hal ini tentu saja membuat Wylen dengan perlahan menyimpan laptopnya diatas meja, kemudian menidurkan Kalenzo diatas sofa dengan penuh kehati-hatian. Setelah semuanya selesai, ia langsung bergerak maju menuju ranjang Kathleen.
"Membutuhkan sesuatu?"Suara serak nan berat Wylen menyapa indera pendengaran Kathleen, hal itu membuatnya menoleh pada sang lelaki.
Kathleen mengangguk pelan sebagai jawaban. "Aku ingin minum."Jawabnya dengan nada dan suara yang masih terdengar lemah.
Dengan sigap Wylen mengambil segelas air diatas nakas kemudian memberikannya kepada Kathleen. Ia pun turut membantu sang wanita untuk minum dengan hati-hati. Dan langsung menyimpan gelas tersebut kembali diatas nakas setelah seluruh isi dari gelas itu habis.
"Bagaimana keadaanmu? Apakah masih terasa sakit?"Tanya Wylen, memastikan kondisi Kathleen.
"Lumayan. Tetapi aku sangat bosan, aku ingin pulang."Jawab Kathleen sembari membuang napasnya kasar.
Wylen tersenyum tipis, dengan sepenuh sadar ia menggenggam tangan kecil Kathleen yang tidak ditusuk oleh jarum infus. "Keadaanmu belum stabil dengan baik. Kemungkinan untuk pulang kalau tidak besok, pasti lusa."Jawabnya.
Kathleen tidak berkomentar banyak, ia hanya bisa terdiam dan kemudian melihat sosok Kalenzo yang terlelap tidur dengan jas besar milik Wylen yang menutupi tubuh mungilnya.
"Gara-gara aku, putraku harus tidur di sofa malam ini."Sesal Kathleen penuh rasa bersalah melihat Kalenzo harus tidur diatas sofa.
Mengingat putranya itu seharusnya tidur di kasurnya yang nyaman dan empuk. Tetapi karena keadaan Kathleen, putranya itu harus tidur disini.
Wylen tersenyum kecil, ia menepuk-nepuk punggung tangan Kathleen pelan bermaksud untuk menenangkan sang wanita yang sedang dirundung rasa bersalah.
"Kau tidak salah, nona Yu. Ini semua bukan kehendak dirimu, tetapi takdir lah yang menghendaki. Kalenzo bercerita padaku tentang kekhawatirannya pada dirimu yang sedang sakit. Ia sangat ingin menjagamu mengayuh meskipun ia terkadang kesal padamu yang selalu sibuk dan lupa istirahat."
"Nah, sekarang kembalilah istirahat. Ini bukan waktunya untuk terjaga."
"Mengapa kau tidak pulang dan peduli pada orang asing seperti diriku, tuan Arthuro?"
"Itu aku pikir, aku harus menjagamu setelah dekat dengan Kalenzo."
---
"Aku akan ke kantor sekitar pukul sembilan. Tolong siapkan berkas yang sudah aku kerjakan di ruang meeting."
"Baik, tuan."
Wylen langsung mematikan ponselnya, ia baru saja selesai mandi. Meskipun mandi ala kadarnya karena di kamar mandi rumah sakit tidak senyaman mandi dirumah sendiri, Kalenzo sudah ia mandikan dan sudah siap dengan seragam sekolahnya setelah Wylen memutuskan untuk membawa seragam bocah itu.
Air masih menetes di rambut pendeknya, Wylen hanya tinggal menggunakan kemeja, dasi, dan jas. Tubuhnya sekarang hanya terbalut kaus hitam polos dan celana bahan dengan warna senada.
"Daddy, ayo sarapan bersama kami!"
Wylen mengangkat pandangannya dan melihat Kalenzo sedang sarapan bersama Kathleen diatas ranjang rumah sakit yang cukup besar itu. Ia tersenyum dan berjalan mendekati keduanya.
"Duluan saja, daddy mau pakai kemeja terlebih dahulu."Jawab Wylen sembari mengambil kemeja warna navy nya yang tersimpan rapi diatas sofa.
Kalenzo dan Kathleen saling menatap satu sama lain, kemudian bocah itu turun dari atas ranjang dibantu oleh sang mommy kemudian berjalan mendekati Wylen yang sibuk membuka kancing kemeja yang akan ia kenakan.
"Dad, ayo bergabung dengan kami. Kita sarapan bersama! Oh oh! Biar mommy yang suapi daddy saja karena daddy sedang pakai kemeja!"Usul Kalenzo dengan polos, sukses membuat Kathleen terbatuk.
Melihat itu, Wylen langsung bergerak mengambil minum untuk Kathleen. Sementara Kalenzo tersenyum senang karena akhirnya ia bisa melihat orang tuanya lengkap seperti orang tua teman-temannya.
Ia akan memamerkan Wylen saat berada di sekolah, ia akan mengatakan pada teman-temannya bahwa ia juga memiliki daddy yang tampan dan juga tinggi semampai.
"Ah, terima kasih."Ujar Kathleen setelah meminum segelas air yang Wylen berikan.
Wylen tersenyum tipis sebagai jawaban, ia kemudian menyimpan gelas tersebut diatas nakas.
"Dokter mengatakan apa saat memeriksa mu?"Tanya Wylen, ia kini duduk disamping ranjang Kathleen sembari memakai kemejanya.
"Aku boleh pulang hari ini. Dengan catatan tidak boleh terlalu lelah, atau aku akan kolaps kembali."Jawab Kathleen, ia berinisiatif untuk menyuapkan sepotong buah apel pada Wylen yang kini sedang kesusahan memakai dasi.
Kathleen tersenyum, ia meraih dasi dari tangan Wylen kemudian memakaikan pada kerah kemeja sang lelaki. Sementara Wylen merasa gugup dengan jaraknya yang cukup dekat.
"Ah, memang sudah harus begitu. Kalen, tolong ambilkan jas yang ada di sofa."
"Baik, daddy!"
"Terima kasih, nak."
Wylen dan Kalenzo saling melempar senyum, dan entah mengapa itu membuat Kathleen menghangat. Ia merasa menemukan sesuatu yang hilang setelah Wylen hadir di tengah dirinya dan Kalenzo. Lelaki itu seolah mengatakan bahwa, ia bisa membuat Kalenzo tersenyum lagi.
Kathleen bahagia bisa melihat kembali senyuman Kalenzo yang sempat hilang.
Bersambung.
Maaf ya lama up huhu.
Maaf juga pendek chapter nya karena mentok banget ideku.
TBC?
KAMU SEDANG MEMBACA
Become a Daddy || Winrina (✓)
Fanfiction"Daddy! Bolehkah aku memanggilmu daddy?" Tiba-tiba saja seorang bocah laki-laki berkata seperti itu kepada Wylen Arthuro dengan polosnya. warn! genben. warn! cerita ini hanya fiksi, jadi jangan baper sampai dunia nyata.