007

17 1 0
                                    

    007. Suara Hati Brian

Asal kamu tahu, hidupku sama hancurnya denganmu. Kamu meninggalkanku, menyalahkanku, menghakimiku, dan membenciku. Hal paling beharga dalam hidupku, pergi meninggalkanku seorang diri. Tanpa adanya yang mengusap rambutku, memeluk tubuhku, dan menghapus air mataku. Kamu masih beruntung, dikelilingi oleh orang-orang yang menyayangimu. Jadi, siapa yang lebih menderita dari semua ini? Jelas aku, karena aku benar-benar sendiri.

Brian Elmi Smith
______________________________


_Happy Reading_

Ceklek

"Astaga!! Apa yang kalian lakukan di kamar gue?!"

Aku dan Devan langsung menghentikan kelakuan kami yang seperti anak kecil. Sekarang kamar Kenzo seperti kapal pecah, aku melihat aura kemarahan dari wajah Kenzo. Wajar saja, kelakuan aku dengan Devan benar-benar sangat keterlaluan. Seperti masa kecil kurang bahagia saja, bisa-bisanya aku bisa berbuat hal sekonyol itu merugikan Kenzo pasti sekarang dia akan mengusirku dari rumahnya. Astaga, aku tidak akan biarkan ini terjadi.

"Gue gak mau tau, kalian harus beresin kamar gue seperti semula. Sekarang juga!" Teriak Kenzo sambil berkacak pinggang.

Aku dan Devan saling pandang, tidak berani membuka suara. Agak ngeri juga melihat kemarahan Kenzo saat ini. "Gue bilang sekarang beresin kamar gue!!" Teriak Kenzo kembali membuat aku dan Devan langsung membereskan kekacauan yang sudah kami perbuat.

"Gara-gara lo, sih," omel Devan padaku. Namun tangan cowok itu sambil merapihkan kasur Kenzo yang berantakan.

"Kok kamu nyalahin aku?" Balasku tak terima, tanganku sambil menyapu. Sementara Kenzo masih berkacak pinggang seperti tuan bos saja.

"Kalo lo gak mulai lemparin bantal ke gue, semua ini gak akan terjadi." Ketusnya.

"Salah kamu jugalah, kenapa kamu malah balik lempar bantal ke aku?" Aku membalasnya lebih ketus.

Kenzo terus menyimak pertikaian antara aku dan Devan. Hingga cowok itupun kembali mengeluarkan suaranya. "Sudah cukup, hentikan. Kalian berdua sama sama salah!" Seru Kenzo marah.

Aku dan Devan terdiam, kembali melanjutkan hukuman dari Kenzo, sementara Kenzo langsung melenggang pergi keluar kamarnya.

                   ****

Di sisi lain, seorang laki-laki sedang termenung dikamarnya, tidak ada raut kebahagiaan. Yang ada hanyalah kesedihan, kehancuran, dan kepiluan. Dia adalah Brian, setelah aku pergi meninggalkannya dipemakaman. Brian tidak keluar dari kamarnya, dia hancur sangat hancur.

"Kenapa kamu pergi, Brin? Aku sendirian, aku butuh kamu." Brian berucap lirih. Matanya sembab, rambutnya berantakan.

"Aku juga gak mau semua ini terjadi, Brin. Aku lemah, kenapa kamu terus salahkan aku?"

"Asal kamu tahu, hidupku sama hancurnya denganmu. Kamu meninggalkanku, menyalahkanku, menghakimiku, dan membenciku. Hal paling beharga dalam hidupku, pergi meninggalkanku seorang diri. Tanpa adanya yang mengusap rambutku, memeluk tubuhku, dan menghapus air mataku. Kamu masih beruntung, dikelilingi oleh orang-orang yang menyayangimu. Jadi, siapa yang lebih menderita dari semua ini? Jelas aku, karena aku benar-benar sendiri."

"Apa kamu pernah mikirin, Brin. Gimana perasaanku saat ini? Mengapa begitu mudahnya kamu membenciku?"

"Hanya karena satu kesalahan, kamu langsung berasumsi kalo aku seorang pembunuh. Aku gak sejahat itu membunuh orang tuaku sendiri, Brin. Segitu jahatnya sekarang aku dimatamu."

My Only One (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang