Hari telah berganti, pasca malam itu Tara sama sekali tak memikirkan mengenai siapa pria asing yang ditemuinya itu.
Baginya itu hanya angin lalu yang sekedar lewat membawa hawa panas. Jadi sangat mudah baginya untuk melewatkannya. Berbeda halnya dengan seorang pria disana. Pria dengan mahkota emas kebesarannya duduk di kursi singgasana yang agung.
Hari ini pertemuan telah selesai menyisakan ia dengan beberapa dayang dan penjaga. Lamunannya membawa Hayam Wuruk ke kejadian malam itu.
Ia masih sangat penasaran dengan wanita yang ia temui malam itu. Bahkan ketika ia kembali ke taman belakang beberapa malam lalu masih tak menemukan wanita itu disana. Sampai saat ini ia masih merasa penasaran dengan wanita yang begitu berani menatapnya malam itu. Ia tak gentar maka malam ini ia akan kembali kesana. Penguasa Majapahit itu ingin memastikan wanita itu.
Hari sudah siang. Jamuan makan siang yang disiapkan sudah tersedia. Ia di haturi oleh salah satu dayang pribadi raja bahwa sudah waktunya makan siang.
Dengan segala kegagahannya berjalan menyusuri koridor kedaton menuju ruang makan. Bahkan disana sudah terdapat Ibunda Suri Tribhuwana dan adik semata wayangnya Dyah Nertaja.
"Bagaimana pertemuanmu hari ini Nak?" Ucap wanita ayu yang sudah mulai terlihat keriputnya kepada putra kesayangannya itu.
"Seperti hari sebelumnya Ibunda. Para abdi kerajaan masih ingin menuntut atas perang di Lapangan Bubat 3 bulan lalu. Mereka mendesak untuk menurunkan Paman Gajah Mada. Dengan segala bualan mereka" ucap Hayam Wuruk sambil memegang pangkal hidungnya dengan mata terpejam.
Tribhuwana yang mendengar itu tersenyum memaklumi apa yang putranya pikirkan.
"Berhati-hatilah Putraku, sepertinya hasrat mereka terlalu serakah atas kekuasaan yang mereka inginkan. Jangan terpengaruh sekalipun, karena saat ini bukan waktu yang tepat untuk mempercayai ucapan mereka. Bersabarlah dan tahan dulu segala emosimu" Ucap wanita paruh baya itu.
"Tapi Kanda Prabu harus bisa mengalihkan pikiran mereka. Semakin lama mereka menuntut maka semakin besar kemungkinan rencana mereka akan semakin berbahaya bagi Majapahit" Ucap gadis muda di sebelahnya Dyah Nertaja.
Mendengar itu Hayam Wuruk tersenyum tenang. Pasca kepergian Mahapatih kepercayaannya banyak sekali Rakryan yang sedang mencari muka. Namun dibalik pendapat mereka sangat jelas terselip ambisi dalam menaikkan jabatan hingga meminta keuntungan.
Tentu Hayam Wuruk bukanlah Raja bodoh yang gampang terhasut. Kemampuannya dalam memimpin sangat mahir walaupun ia naik Tahta di usianya yang masih sangat muda. Ia merupakan pemimpin yang pintar dalam menyelesaikan masalah yang dibantu dengan Gajah Mada membuatnya kekuasaannya semakin kuat.
"Aku tahu Dinda. Kau juga berhati-hatilah dalam kenaikan Tahtamu sebagai Bhre Pajang. Pikirkan semua keputusanmu dengan matang. Jangan berikan celah bahkan sekecil kenari untuk mereka masuki" ucap Hayam Wuruk penuh perhatian kepada adiknya.
Makanan siang ini mereka habiskan dengan bercengkerama dan senyum penuh kehangatan. Walaupun dalam pikiran kedua wanita itu tahu bahwa Hayam Wuruk saat ini masih rapuh memikirkan kematian pujaan hatinya.
-----
Siang yang cukup panas membuat Tara cepat haus. Ia saat ini sedang menenggak air dalam gelasnya. Disampingnya Ranti yang bahkan sudah tuangan ketiga di gelasnya membanting gelas ke meja.
"Puanas tenan Ra. Ndak betah haus banget. Mana dari tadi disuruh mondar-mandir" [Banget] ucap Ranti menuangkan keluh kesah hari ini.
"Iyo Ran. Aku juga dari pagi disuruh diem dibawah matahari disuruh bikin persembahan. Mana kaki ketekuk dari tadi sampe kesemutan rasane" ucap Tara tak kalah lelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jatukrama Amerta
Ficção HistóricaTakdir yang membawa sepasang belahan jiwa kembali bersatu setelah pertemuan ratusan tahun membawa Tarashita melewati perjalanan waktu yang sangat panjang. Pertemuannya dengan sang maharaja Majapahit sebagai pelipur kesedihan pasca perang bubat. Per...