Ia duduk di bawah pohon membuka sebuah manggis di tangannya dan segera memasukkan ke mulutnya.
"Edan, muanis banget. Untung tadi ambil banyak" ucap Tara.
Tak lama berselang ia mendengar isakan kecil seorang pria. Isakan lirih yang begitu pilu.
Jika beberapa malam lalu di iringi dengan permintaan maaf. Maka kini hanya sekedar isakan yang kecil namun masih bisa didengarnya dari balik pohon ini.
Ia mencoba mengintip dari balik pohon tempatnya duduk. Dan benar saja, lelaki itu kembali berdiri di balik batu besar dengan kepala tertunduk dan pundak bergetar.
Tara tentu tahu ia sedang menangis. Ia bimbang, haruskah ia hampiri atau ia hanya melihat dari balik pohon itu. Ia begitu bingung.
Nafasnya luruh rasa iba terlalu besar menuntunnya berjalan menuju pria itu.
Pria itu tentu tahu ada yang berjalan mendekat. Bahkan dari langkah ragu seseorang di belakangnya sudah dipastikan bahwa ia seorang perempuan. Ia segera mengusap air matanya kembali. Tampak hilang bahkan jejaknya sekalipun.
Ia menoleh ke samping, melihat dari sudut mata. Perempuan yang selama ini ia tunggu berada di belakangnya.
"Ap-apakah k-kau baik-baik saja tuan?" tanya Tara ketika menyadari ia ditatap dari samping.
Pria itu hanya berdehem sebagai jawaban. Tara kembali berjalan mendekat. Tanpa ragu ia memastikan pria yang kini sudah berada di sampingnya. Tidak ada jejak tangisan di wajahnya sekalipun tadi terdengar isakan.
"Mengapa tuan disini sendirian? " tanya Tara kembali tanpa basa-basi.
Pria itu sekilas terkekeh mendengar pertanyaan spontan Tara. Ia agak kaget dengan Tara yang tidak mengenalinya sebagai Maharaja ditempat ini.
"Hanya sekedar mencari angin malam. Lalu kau? Mengapa seorang wanita berjalan sendirian malam-malam begini?" Tanya Hayam Wuruk.
Tara yang masih berkutat dengan kulit buah manggis mendongak.
"Oh, sama seperti tuan, aku pun sedang mencari udara segar" ucap Tara kembali menunduk dan berkutat dengan kulit manggis. Dan akhirnya kulit itu terbuka.
Tara ingat membawa beberapa manggis. Berniat menghibur ia sodorkan salah satu buah di tangannya kepada Hayam Wuruk hingga pria itu dibuat bingung.
"Ambillah tuan. Aku membawa beberapa. Manggisnya begitu manis. Cobalah" ucap Tara masih dengan posisi yang sama.
Hayam Wuruk menatap manggis itu dan wajah Tara secara bergantian. Apakah ia terlihat meminta.
Tara yang tidak sabar mengambil salah satu tangan Hayam Wuruk dan menempelkan buah itu di telapak tangan pria di sampingnya untuk di genggam. Dan meninggalkan pria itu untuk duduk bersandar pada batu besar itu.
"Mari duduk tuan" ucap Tara.
Hayam Wuruk masih menatap buah dalam genggamannya. Baru kali ini ada yang memberikan sesuatu padanya dengan cara yang tidak sopan seperti itu. Biasanya dia begitu di jamu dengan segala hormat tapi kali ini bahkan tidak ada sembah baginya.
Pandangannya berpindah pada gadis di belakangnya. Ia terkekeh dengan semua ini. Sepertinya ada rasa tertarik dengan gadis yang baru saja memberinya manggis itu. Dan berlalu duduk di samping Tara.
"Sepertinya aku tidak pernah melihatmu di istana ini" ucap Hayam Wuruk memecah keheningan.
Tara membeku mendengar pertanyaan itu. Bagaimana bisa ada orang yang memperhatikan setiap dayang di kedaton ini.
"A-aku dayang baru di sini" ucap Tara dengan senyum canggungnya.
"Dayang baru? Siapa namamu? Dan dari mana kau?" tanya Hayam beruntun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jatukrama Amerta
Ficção HistóricaTakdir yang membawa sepasang belahan jiwa kembali bersatu setelah pertemuan ratusan tahun membawa Tarashita melewati perjalanan waktu yang sangat panjang. Pertemuannya dengan sang maharaja Majapahit sebagai pelipur kesedihan pasca perang bubat. Per...