PERANGAN 9 [Gemuruh]

49 3 0
                                    

POV Hayam Wuruk

"Gusti prabu, sepertinya kita harus bergerak lebih cepat supaya para daerah itu tidak memiliki kesempatan untuk memberontak, hamba sudah mengutus punggawa untuk menyusup daerah-daerah yang berpotensi memberontak, dengan tidak adanya patih gajah mada sepertinya mereka mulai berani untuk melangkah" Ucap Rakryan Gajah Enggon.

Hayam Wuruk diatas singgasanya mengerutkan alisnya. Ia lah penguasanya namun mengapa mereka seperti malah membuat keputusan sendiri. Apa mereka menganggap setelah kepergian Gajah Mada tidak ada yang bisa mereka takuti bahkan junjungan mereka sendiri.

"Mengapa begitu gegabah, sedangkan aku belum memutuskan apapun?" ucap Hayam Wuruk dengan tatapan datar namun mengintimidasi.

"Apakah kalian tak memiliki pekerjaan apapun sehingga bagitu rajin membantuku memutuskan segalanya" ucapnya kembali dengan raut muka sedingin es.

"Sungguh lancang seorang abdi mendahuluiku" ucapnya dengan seringai tajam.

"Ampun Gusti Prabu, hamba tidak berani, hamba kira hal ini sangat mengancam sehingga hamba terlalu cepat memutuskan" ucap Rakryan Gajah Enggon.

Gajah enggon menunduk sembah pada rajanya, sungguh ia tidak mengira sang prabu akan begitu marah, niat hati mengambil sedikit simpati agar sang prabu melirik dirinya sedikit saja ternyata hal ini berbalik pada dirinya sendiri.

"Pertemuan ini kucukupkan" ucap Hayam Wuruk lalu turun dari singgasananya dan keluar dari aula.

POV Author

Tara saat ini sedang ditugaskan untuk untuk segera mengantarkan persembahan yang telah dirangkai untuk para pemangku agama melakukan sembahyang. Begitu terburu-buru tara mengantarkan persembahan itu, hari ini ia harus menyelesaikan banyak tugas bahkan untuk sekedar duduk pun ia tak sempat. Setangah lari ia lakukan berharap cepat sampai tempat. Chandra yang saat ini selesai berdoa melihat tara begitu kesulitan. Chandra merupakan dharma uppapati muda yang diangkat untuk mengurus tempat ibadah di area istana Bersama pemangku agama lainnya. Ia juga merupakan utusan bagi pemangku agama dalam menyampaikan pendapat bersama beberapa mpu dan resi lainnya. Pencapaian yang tinggi baginya di usia yang semuda ini sebagai seorang murid dari resi terkenal di kedaton majapahit.

Chandra menghapiri Tara "Sepertinya kau sedang kesulitan, perlukah kubantu nimas?"

Tara hanya menatap sedikit sengit, akibat dari tabrakan kemarin bukan hanya badan mungilnya yang sekit tapi dia juga harus memperbaiki rangkaian bunga yang susah payah tara lakukan. Chandra tau gadis di depannya ini sedikit kesal akibatnya kemarin. Namun hari ini ia ingin berusaha menebus kesalahannya kemarin.

Chandra duduk di samping Tara, ia sangat tau bahwa perasaan Wanita ketika kesal sangat susah untuk dimengerti. "Maafkan aku nimas, atas kejadian kemarin nimas harus menanggung semuanya" ucap Chandra dengan tulus.

"Bolehkan aku membantumu, ini bentuk permintaan maafku kepadamu" ucap Chandra mencoba kembali.

Tara hanya berdehem sebab tak ingin pria di sampingnya bicara lebih banyak. Ia sungguh jengah melihatnya. Mungkin rasa kesalnya sudah menjalar menjadi rasa benci sesaat.

"Bolehkah aku mengetahui namamu nimas?" ucap Chandra penasaran dengan Wanita di sebelahnya.

Tara menghela nafas Panjang. Kenapa disaat ia sedang sibuk hari ini harus dipertemukan dengan lelaki yang hanya menyusahkannya.

"Sebenarnya kau berniat membantu atau hanya mengoceh tuan" ucap tara sembari memutar bola mata malas menghadapi pria disampingnya.

Chandra tersentak, kaget mengetahui begitu berani seorang dayang membentaknya seperti itu. Ia heran namun akhirnya menunduk terkekeh mendapatkan perlakuan yang cukup lama sudah tidak ia rasakan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Jatukrama AmertaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang