Milikku.
Satu kata itu menggema di otak Perth, berkali-kali hingga membuatnya nyaris kehilangan seluruh kewarasannya.
Belum pernah ia merasa seperti ini setelah bercinta dengan wanita atau pria mana pun.
Rasa posesif yang luar biasa yang membuatnya ketakutan hingga ia memerintahkan pegawainya menyiapkan helikopter dan membungkus tubuh Saint menggunakan selimut lalu mengangkut Saint yang masih terlelap pergi dari rumahnya.Bukan tanpa alasan, ia mengambil kesucian Saint dengan terburu-buru, padahal ia sama sekali tidak masalah jika harus menunggu sampai tiba waktunya Saint menjadi pengantinnya karena bermain-main saja sudah sangat menyenangkan selama beberapa hari ini.
Namun, panggilan telepon Push tadi pagi membuatnya tidak bisa lagi menunggu Saint hingga menjadi pengantinnya.
Perth yakin, cepat atau lambat Push akan mengacaukan hubungannya dengan Saint hingga ia harus segera memiliki pria itu.
"Di mana Saint?" tanya Push dengan nada dingin dan datar.
Tatapan mata sahabatnya sama sekali tidak bersahabat.Seulas senyum sinis tergambar di sudut bibir Perth. "Kenapa bertanya padaku?"
Push mendekati Perth, matanya berkilat oleh amarah.
"Jangan coba-coba kau menyentuh Saint!" suara Push penuh dengan tekanan.Setelah berbicara dengan Saint dan mendapatkan jawaban yang membuatmu geram, Push memanggil Perth.
la ingin memastikan hubungan sahabatnya dengan Saint dan yang pasti ia menyesal karena telah membuat kesepakatan konyol dengan Perth yang bisa membawa Saint ke dalam bahaya karena ia tahu siapa Perth.Sahabatnya itu mengganti pasangan seperti mengganti pakaian dalamnya.
Perth melemparkan bola basket di tangannya ke dalam keranjang lalu mengambil bola itu kembali, ia memantulkan bola itu ke lantai lapangan basket lalu melemparnya kembali ke dalam keranjang.
Pria itu mengulanginya lagi beberapa kali."Kurasa apa pun yang terjadi antara aku dan Saint, itu bukan urusanmu, Push."
Perth melemparkan bola basket di tangannya ke arah sahabatnya."Jelas urusanku. Saint adalah...."
"Mantan tunanganmu," sahut Perth cepat.
Rahang Push mengeras, pria itu memutar bola basket di tangannya beberapa kali.
"Bagaimana jika dia tahu kau mendekati karena sebuah kesepakatan di antara kita?"Perth tersenyum sinis meski dalam benaknya bercokol sebongkah ketakutan yang luar biasa menyiksanya.
"Saint tidak akan peduli itu."
"Kau pikir begitu?"
"Kau yang mendorongnya padaku dan... sudah kukatakan jika tidak ada garansi dia kembali," ujar Perth sambil berjalan ke tepi lapangan lalu mengambil jaketnya yang teronggok di kursi.
Push melemparkan bola ke dalam keranjang.
"Akan kuhancurkan kepalamu jika berani menyentuhnya."Perth tersenyum sinis sambil mengenakan jaketnya. "Kau sendiri yang memutuskan pertunangan kalian dan memilih bertunangan dengan Bai."
Push membiarkan bola memantul di lantai tanpa menangkapnya kembali, ia melangkah menghampiri Perth.
"Kembalikan Saint padaku, aku akan tetap memberikan mobil sesuai kesepakatan kita."
"Kau pikir aku peduli dengan mobil itu?"
Puah meraup kaos di bagian dada Perth dengan kasar, napasnya dadanya tampak naik turun menahan amarahnya.
Kemarahan berkobar jelas di matanya.Perth sama sekali tidak terpancing, pria itu meraih pergelangan tangan sahabatnya.
Perlahan-lahan ia menyingkirkan lengan Push darinya."Jangan pernah menyentuhku atau kau berurusan dengan hukum yang tidak mungkin bisa kau beli untuk melawanku di pengadilan," desisnya angkuh.
la menatap Push dengan sorot mata penuh peringatan, ia dan Push tentu saja berbeda. la bisa memenangkan apa pun dari Push dalam hal materi, tetapi dalam hal kepemilikan Saint jelas ia sendiri masih ragu.