23. Isotonic Drink

66 6 2
                                    

Seoho menyipitkan matanya, sinar matahari pagi disini begitu menyilaukan.

Diangkatnya tangannya tinggi-tinggi, menarik napas dalam-dalam. Sungguh terasa bedanya udara kota besar dengan disini.

Matanya terasa berat. Ia tidak bisa tidur tadi malam, Yoongi dan Geonhak mengobrol begitu berisik di ruang tengah sampai tengah malam. Lalu ia otomatis bangun jam 5 pagi karena jadwal joggingnya. Tapi lalu ia merasa malu sendiri jogging di kota kecil dimana nggak terlihat seorangpun berolahraga.

Akhirnya ia hanya berjalan-jalan tanpa arah, sampai akhirnya sampai di taman kecil di sebuah bukit. Disana ia duduk di satu-satunya kursi yang ada.

Ponselnya berbunyi. Yoongi mengirimkan chat ancaman kalau Seoho belum sampai di rumah Seokjin dalam 1 jam lagi, ia akan ditinggal pulang.

Mendadak kepalanya berdenyut kencang. Ia mengaduh, memejamkan matanya dan memijat bagian yang sakit.

Saat membuka mata, ia terlonjak kaget melihat kaki kurus dalam slipper karet tipis berdiri hanya setengah meter darinya. Ia mendongak. Seorang wanita tua berambut sebahu balas menatapnya.

"Ehem..."

Seoho celingukan. Wanita tua ini memakai baju seragam rumah sakit. Apa mungkin sedang ada rombongan pasien dibawa jalan-jalan pagi? Tapi taman ini kosong melompong, hanya ada mereka berdua.

Ia menggumam merengek, memijat kepalanya. Jangan-jangan pasien ini kabur dari rumah sakit? Ah, rasanya tidak ada hal baik yang terjadi padanya semenjak ia sampai ke kota ini.

"Anak muda, apa kursinya kosong?" Wanita itu menunjuk jaket Seoho yang diletakkannya di sebelahnya.

Cepat-cepat Seoho meminta maaf, mengambil jaket itu dan membiarkan wanita itu duduk di sampingnya. Gayanya sedikit menyebalkan. Mungkin masih kesal masalah jaket yang diletakkan sembarangan. Tapi lalu ia duduk diam memandang kosong ke semak-semak bebungaan di hadapan mereka, sambil pelan-pelan menyesap minuman hangat dalam tumbler logam.

Seoho cepat-cepat menelepon rumah sakit, tapi tidak ada yang mengangkat. Setelah tiga kali teleponnya terputus otomatis, ia muak sendiri dengan dering nada sambung. Tepat saat ia memutuskan untuk mencoba menelepon polisi, terasa tarikan kencang di lengan t-shirtnya.

"Kau kenapa anak muda?"

"Ah...Ah...t-tidak ada apa-apa, ahjuma." Duh, mulai deh. Seoho memaki dalam hati.

"Jangan membohongi orang tua. Kau terlihat sedang punya masalah."

"Tidak kok. Tidak ada." Seoho cepat-cepat memasukkan ponselnya ke saku sambil memikirkan alasan untuk kabur.

Akhirnya ia berdiri memakai jaketnya. "Ahjuma, kau dari rumah sakit kan? Mau kuantar kesana?"

Perempuan itu termenung sejenak sebelum menggeleng. "Tidak mau. Disana tidak ada yang mau menemani aku ngobrol."

"Hmmm... Bagaimana kalau aku temani ngobrol sambil kita jalan kesana?" Seoho melirik ponselnya. Mungkin waktunya masih cukup untuk mencapai rumah sakit sebelum ia ditinggal pulang Yoongi.

Sebenarnya, ia bisa saja meninggalkannya pergi lalu menelepon polisi buat diurus. Tapi siapa yang tega meninggalkan manula nyasar bengong sendirian di tempat sepi begini.

Wanita itu diam lagi sejenak, sebelum mengulurkan tangannya minta dibantu berdiri. Diam-diam Seoho menghela napas lega.

Dan ia kembali menghela napas lega karena setelah hampir setengah perjalanan mereka, wanita itu tidak banyak bicara. Kecuali sesekali minta mereka berhenti berjalan karena ia mau minum dari tumblernya.

Sayangnya, sepertinya ia kecepatan bersyukur.

"Kau punya pacar?"

"Hah? Apa?" Wajah Seoho langsung terasa panas. Ia sungguh tidak terbiasa dengan orang tua tradisional yang merasa berhak menanyakan apa saja tanpa filter.

Dinner Days [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang