28.

79 6 3
                                    

"Aku nggak percaya Eomma nggak setuju." Seoho mendorong pintu apartemennya keras sampai menghantam tembok.

"Bukan nggak setuju, sayang. Ibu lu ada benernya. Lu masih muda..."

"Aku udah 23 tahun. Orang lain umur 18 udah punya anak. Aku cuma mau tinggal sama tunangan aku aja masak nggak boleh." Seoho mendengus. "Aku nggak bakalan punya anak, kan. Nggak akan ngerepotin dia harus jagain cucu."

Seokjin memeluk Seoho dari belakang. "Katanya mau adopsi?"

"Ya nggak sekarang banget juga sih."

Suara Seokjin melembut. "Kepikiran nggak kalau mungkin ibu lu pengen liat lu jadi pengantin? punya cucu? Tapi ya, nggak mungkin karena..."

Seokjin nggak menyelesaikan kalimatnya. Seoho juga terdiam, meremas jemari Seokjin.

Perlahan Seokjin mengecup leher Seoho. "Hubungan kaya' kita lebih complicated dari yang kita pikir. Dan banyak orang yang nyembunyiin perasaan asli mereka cuma supaya kita nggak sakit hati."

"Jadi kita pelan-pelan aja ya. Kita omongin dulu semuanya. Kita samain rencana kita kedepannya." Ia mentelekkan dagunya ke bahu Seoho. "Gue malah nggak tau lu bakal kuliah keluar negeri dalam beberapa bulan."

Seoho berputar menghadap Seokjin. "Itu rencana Eomma dan Papa. Aku nggak pernah setuju..."

"Jadi lu mau ngapain sekarang? Kerja, dimana? Bisnis, apa?"

Mata Seoho mengerjap. Lalu ia menunduk. "Aku... belum tau."

"Nahkan." Seokjin mengacak rambutnya.

Kecupan manja mendarat di bibirnya. "Kak Seokjin jadi pindah?"

"Hmmm...setelah gue pikir-pikir, kayaknya gue harus itungan dulu. Gaji gue nggak segitu gede naiknya. Takutnya gue pindah malah nggak bisa nabung."

"Aku masih boleh nginep di tempat Kak Seokjin sekarang?"

"Ya boleeeh!!! Tiap hari juga boleh, kaya' dulu." Seokjin mengecup ujung hidup Seoho. Lalu mengernyit. "Ini apaan sih musik rock kenceng bener sampe gemeter gini di kulit?"

"Biasa. Geonhak lagi stress kayaknya. Dia suka gini kalau lagi nggak pengen diganggu."

"Dia nggak tau lu pulang hari ini?"

"Nggak. Kita kan pulang telat dua hari." Seoho menarik tangan Seokjin, mendadak sikap manjanya menghilang. "Aku baru nyadar, kerjaan kak Seokjin gimana dua hari bolos?"

"Gue ambil cuti kok."

"Hah? Kok nggak ngasih tau?"

"Gue ambil buat jaga-jaga aja."

"Jaga-jaga apaan?"

Seokjin menggigit bibirnya malu-malu. "Babe, gue dulu selalu jadi bot. Udah tau resikonya kalau top gue terlalu semangat."

Wajah Seoho merona, tapi tangannya menyelinap ke dalam coat Seokjin, meraba pinggangnya, lalu makin kebawah. "Udah nggak sakit, kan?"

"Nggak."

"Jadi, bisa?"

"Bisa."

Wajah Seoho perlahan mendekat ke wajah Seokjin. "Yuk!" Ia mengecup bibir Seokjin begitu lembut.

"Ada Geonhak." Seokjin mendorong dada Seoho pelan.

"Geonhak nggak akan denger."

"Ho, kamar lu itu nggak ada kuncinya."

"Artinya harus cepet-cepet." Remasan kencang bergerilya di selangkangan Seokjin. "Geonhak bisa ngecek ke kamar kapan aja."

"Ngh..." Seokjin mencengkeram jaket Seoho.

Dinner Days [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang