9. Sex On The Beach

276 6 47
                                    

Seokjin mengelus pipi Seoho. Napasnya sudah sulit diatur, apalagi detak jantungnya yang berdebam keras.

Mulutnya merekah, ia menarik kepala Seoho dengan lembut. Matanya terpejam, merasakan bibir Seoho yang melesak semakin dalam.

Sejujurnya ia masih takut. Seks pernah begitu menyenangkan buat dirinya, saat dimana ia merasa begitu disayang dan dipuja. Tapi lalu seks berubah menjadi alat, dalam usaha putus asanya untuk mendapatkan cinta.

Seks membuatnya menjadi tidak lebih dari boneka, yang dimainkan saat sedang diinginkan lalu dibayar dengan barang mahal setelahnya.

Tangan Seokjin terbenam di rambut Seoho. "Ngh..." Ia mendesah hanya karena rasa helaian rambut Seoho diantara jemarinya.

Segala pikiran buruk berputar. Bagaimana kalau setelah ini ia ditinggalkan? Bagaimana kalau ia kembali dijadikan mainan?

Seokjin sudah jatuh cinta setengah mati dalam waktu yang singkat, dan kalau seks mereka juga memuaskan, ia bisa gila kalau sampai kehilangan Seoho.

Lidah Seoho memenuhi mulutnya, hanya suara decap yang terdengar di telinga Seokjin.

Sekarang, apapun yang ada di kepalanya, tubuhnya tidak mau menuruti. Ia memiringkan kepalanya, rengkuhannya mengencang, membenamkan wajah Seoho di lehernya.

Seoho menerima undangannya, menghunjamkan gigi-giginya ke leher Seokjin. Lalu mulai menghisap kencang.

"Akh! Aaahhh..." Sakit! Tapi juga begitu nikmat. Seokjin menyerah, erangannya makin lama makin keras bersama dengan setiap lumatan.

Seoho tertawa puas, mengelus leher Seokjin. "Kak Seokjin punya aku. Udah aku tandain."

"Tandain lagi." Seokjin memalingkan wajahnya ke arah lain, menawarkan lehernya yang masih mulus.

Seoho menyeringai, membelai rambut Seokjin, lalu menjilati telinganya. Lidahnya kasar dan hangat, menjejak ke setiap lekukan. Membuat Seokjin menggeliat kegelian.

Dan saat gigi Seoho kembali membenam, Seokjin terlonjak dan meratap.

Direnggutnya bagian depan kemeja Seoho, membuka paksa semua kancingnya. Tangannya menggerayang, haus oleh tubuh berkulit seputih susu ini.

Segalanya jauh lebih baik daripada khayalan terliarnya tentang pemuda ini. Khayalan yang memenuhi otaknya setiap ia terbangun dan Seoho masih tertidur di sebelahnya.

Bahu Seoho jauh lebih lebar. Tangannya begitu kekar. Lekukan di punggungnya indah terasa di ujung jemarinya. Dadanya yang membusung begitu enak diremas. Otot di perutnya, lekukan di pinggulnya, pantatnya yang bulat, fuck, mendadak Seokjin menyesal luar biasa membuang tiga bulan menolak tubuh seindah ini.

Seoho berlutut di atas tubuh Seokjin. Melepaskan kemejanya terburu-buru. "Kak..." Ia terengah.

"Ya?" Seokjin tidak bisa mendengar suaranya sendiri yang kalah oleh degup jantungnya.

"Lebih suka yang mana?" Seoho meraih tangan Seokjin, meletakkannya di gundukan di perut bawahnya. "Besar di depan atau sempit di belakang?"

Seokjin meremas gundukan itu perlahan. Terkekeh mendengar tawaran Seoho yang begitu vulgar. "Hm..." Ia menggigit bibirnya. "Gue harus lihat dulu sebelum mutusin."

"Cepetan putusin."

Seokjin menggeram, mengerahkan semua tenanganya, mendorong tubuh Seoho dari atasnya.

Sekarang Seokjin yang menguasai Seoho. "Gue bilang, gue harus liat dulu."

Masa bodo base nomer berapa. Seokjin ingin berada dalam tubuh Seoho sekarang juga.

Dinner Days [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang