15. Takut

2.5K 247 50
                                    

.
.
.

"..Ndin kita bersihin dulu badan si bapak, kita kasih pakaian hangat sama makanan ya?, kasihan dia Ndin.." Aldebaran seperti memiliki simpati lebih pada pria tua asing itu.

"Mas tapi aku takut, kita cuma berdua di sini.. kalo ternyata bapak ini komplotan perampok gimana?. Kita langsung telfone polisi aja yuk!." Pikiran-pikiran penuh kekhawatiran memenuhi kepala Andin.

"Tenang saja ada saya, kamu percaya sama saya kan Andin?." Walaupun kekhawatiran Andin sangat beralasan bagi Aldebaran, tapi suaminya itu tetap memaksa dengan raut wajah meyakinkan.

"..hati saya berkata kalau bapak ini bukan orang jahat, dia butuh pertolongan kita Ndin. Sekarang suhu udara ada di angka 2°. Kamu lihat pakaiannya sangat tidak layak untuk udara dingin seperti ini, dia bisa kena hipotermia!." Aldebaran mengubah arah pandangnya ke bawah menatap bapak tua itu yang masih setia duduk meringkuk di atas dinginnya pasir pantai.

"Tapi mas.." Andin masih terus berusaha membujuk suaminya yang keras kepala itu.

"Andin!.." Aldebaran memanggil nama Andin cukup keras, bukan membentak tapi nada suaranya saja yang lebih tinggi.

"..Gimana kalo bapak itu adalah saya?." Aldebaran meletakkan kedua telapak tangannya di pipi Andin yang memerah karena suhu udara yang begitu dingin.

"Kamu apa-apaan sih mas, dari tadi nyama-nyamain diri kamu sama si bapak terus!." Andin kesal dan menepis tangan Aldebaran dari wajahnya.

"Kamu tuh nyebelin, tau gak?. Aku gak suka kamu ngomong gitu mas, lagian aku gak bakalan biarin kamu jauh-jauh dari aku.. apalagi HILANG!." Andin menekankan kata hilang di akhir kalimatnya.

"Tapi kenyataannya saya pernah hilang dari sisi kamu selama hampir dua tahun kan?." Aldebaran kembali mengingatkan Andin tentang perpisahan mereka yang menyakitkan.

Kini mata Andin mulai mengembun, sangat siap membanjiri pipinya yang merah seperti buah delima.

"Kamu ingat, kalau saja dulu tidak ada ayah dan bunda yang menolong saya, suami kamu ini tidak akan selamat dan bisa benemui kamu, anak-anak dan mama lagi.." Tangan Aldebaran terangkat untuk menyeka pipi Andin yang sudah basah oleh air mata.

"Apa salahnya menolong orang yang kesusahan?.. tuhan pasti tahu niat baik kita tidak mungkin diganjar dengan keburukan. Kalaupun keburukan itu benar-benar menghampiri kita, kamu dan saya hanya perlu sabar dan ikhlas.."

"..kamu masih ingat kan?."

"Apa?."

"Kalau ikhlas dan sabar kamu sudah membawa saya kembali kepelukan kamu?."

Mendengar pertanyaan sang suami, Andin hanya bisa terdiam kemudian menyeka air matanya dengan punggung tangannya sendiri.

"Ingat gak?." Aldebaran kembali bertanya.

"Gak tauk..". Jawab Andin ketus.

"Kok gak tahu?."

"Udah ahh.. minggiran mas aku mau masuk!." Andin menggeser tubuh besar suaminya dan masuk ke dalam mobil.

Aldebaran hanya terdiam karena masih bingung dengan keputusan Andin.

5 menit kemudian..

"Mas ini handuk sama bajunya, aku ambilin dari baju hangat kamu gak papa kan?." Tiba-tiba saja Andin keluar menyodorkan setumpuk pakaian.

" Tiba-tiba saja Andin keluar menyodorkan setumpuk pakaian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 10, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Remember YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang