Bebas

189 19 1
                                    

"Mud? Ayo bangun! Jangan mati disini? Kalau kau mati mau diapakan mayatmu? Aduh bagaimana ini?" Tanya Ridho panik seorang diri, berulang kali telapak tangannya menepuk-nepuk pipi Pramudya. Peri tampan yang kini terbaring diatas ranjang.

Setelah tak ada reaksi sama sekali, Ridho pun tempelkan telinganya ke dada kiri Pramudya untuk memastikan organ denyut makhluk indah yang masih tak sadarkan diri itu.

"Deg deg, deg deg" sepasang mata Ridho membeliak girang, ada senyum dan nafas lega terpancar di wajahnya.

"Syukurlah, belum mati, cuma pingsan" Ridho segera berlari menuju kotak obat, mengambil minyak kayu putih, lalu cairan hangat berbau khas itu dioleskan ke pelipis dan cuping hidung Pramudya, Ridho memijit-mijit pelan pelipis dan ubun-ubun sosok yang pingsan itu. Setelah di rasa cukup Ridhopun berdiri di sisi ranjang, kali ini dia memperhatikan sosok Pramudya dengan lebih seksama.

Masih sulit dipercaya, tapi makhluk yang mengaku peri ini benar-benar ada.
"Tampan" Puji Ridhi setelah mengagumi paras si peri yang memang tampan selangit tembus, meski dalam keadaan terpejam.

"Tubuh yang bagus" Pujinya lagi setelah melihat dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tubuh Pramudya yang jangkung, dengan bentuk tubuh yang bagus. Maksudnya tidak terlalu kekar berotot namun juga tidak kurus, semua dirasa pas. Apalagi sosok itu ternyata memakai pakaian hanya berupa kain yang diselempangkan di dada, yang membuat dada bidangnya tereskspose  jelas, lalu celana selutut  berwarna putih bersulam keemasan disertai sabuk yang juga berkilauan, mungkin terbuat dari emas dengan beberapa hiasan permata dan mutiara.

"Sepertinya besar" celetukan itu meluncur begitu saja tatkala sepasang  mata Ridho membentur ke selangkangan si pemuda peri itu. Memang tampak menggunduk jelas tonjolan itu. Membuat jiwa gay Ridho seketika terusik.
"Aku penasaran, apakah bentuknya sama seperti bentuk punya manusia?" Begitulah rasa penasaran yang muncul dibenaknya. Maka dia pun ambil kesimpulan ingin memeriksanya. Lagipula bukankah si Mumud sudah pernah melihat anunya, apa salahnya sekarang gantian.

Ridho ulurkan tangan kanannya ke pinggang si peri itu, bermaksud untuk meraih pinggang celananya dan ingin menurunkannya. Namun baru saja ujung tangannya menyentuh kulit perut dibawah pusar si peri, makhluk itu malah tersadar dan terbatuk-batuk. Secepat kilat Ridho menarik kembali tangannya, takut kepergok dan ketahuan kalau dia punya niat mesum.

"Mud kau sudah sadar?" Tanya Ridho girang.

"Dimana aku?" Tanya Pramudya seperti pangling dengan mata menatap sekeliling, mata yang indah kecoklatan.

"Tentu saja dikamarku? Apa kau lupa ingatan?" Tanya Ridho cemas.

"Kau si kepala brokoli kan?" Tanya Pramudya sembari berusaha bangkit, sepasang sayapnya yang ada dipunggung membuatnya tak nyaman kalau terus-terusan terbaring.

Ridho membantu dengan memegangi tubuh pemuda itu agar tidak limbung.

Pramudya kini duduk diatas ranjang.

"Kau sekarang bebas Mud! Kau telah keluar dari cermin!" Seru Ridho girang.

"Benarkah?" Tanya Mumud masih tak percaya.

"Suer! Lihat! Itu kaca dimana kau terpenjara sebelumnya?" Tunjuk ridho kearah meja rias dimana kaca itu berada. Cerminnya pecah hanya tersisa bingkainya

Pramudya melihat ke arah yang ditunjuk Ridho. Benar, itu memang cermin penjaranya. Seakan tak percaya, Pramudya pandangi kedua tangannya. Kulit putihnya telah berubah seperti sedia kala, sempurna layaknya sebelum terkena kutuk.

"Aku! Aku kembali ke wujud semula!" Seru Pramudya girang, bahkan reflek sekali dia bergerak turun dari ranjang, gerakannya aneh, karena seperti melayang diudara. Ridho sendiri sampai merinding karena sosok itu malah melayang-layang di ruang kamarnya. Suara kepakan sayap terdengar riuh ditingkahi siuran angin, beberapa benda ringan telah bercampakan terhempas.

FALLEN ANGEL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang