Beda Alam

127 12 2
                                    

Kedua lelaki beda alam itu kini duduk santai, diantara mereka ada sebuah meja bundar kecil yang diatasnya ada dua buah kopi dan beberapa kue. Cemilan yang tadi disiapkan oleh pemuda shirtless itu. Kedua pemuda beda alam itu kini terlibat pembicaraan yang akrab di dalam tenda pribadi berbentuk bundar itu. Keduanya berbicara untuk saling mengenal diri masing-masing.

"Jadi kau ini orang yang dilahirkan kembali. Diberi kesempatan untuk menjalani kehidupan kedua di dunia ini?" Tanya Pramudya takjub setelah mendengar secara singkat perkenalan diri yang diucapkan oleh lelaki itu.

"Ya, di masa lalu, tepatnya 1600 tahun silam aku adalah seorang pendekar digdaya yang tangguh yang akhirnya harus mengorbankan nyawa untuk menyegel kembali iblis jahat yang mengacau dunia manusia" jelas lelaki itu.

"Tunggu-tunggu! 1600 tahun silam? Sepertinya aku pernah mendengar kisah itu dari guruku di megapura, tapi aku lupa-lupa ingat, siapa namamu?" Tanya Pramudya.

"Kan tadi sudah kubilang waktu berkenalan, namaku Alamsyah Akbari. Kau bisa memanggilku Alam"

"Iya, maksudku namamu di 1600 tahun silam. Gak mungkin kan nama mu yang sekarang sama seperti nama disaat kau menjadi pendekar?"

Lelaki yang bernama Alam itu menatap hampa ke langit-langit tenda, ada seulas senyum agung yang mengembang dibibirnya. Dia tengah mengingat-ingat masa lalunya di 1600 tahun silam yang penuh dengan lika-liku berdarah. Indah dikenang namun terasa sakit saat dirasakan.

"Namaku waktu itu adalah... Abhinaya Bayu" sebut Alam.

Sepasang mata Pramudya langsung membola sempurna, takjub, kagum dan bangga melebur menjadi satu.

"Abhinaya Bayu, sang pendekar angin? Hai, aku sangat mengagumi, kisahmu telah menjadi legenda abadi bagi kami para peri di istana Megapura, suatu kehormatan bisa bertemu denganmu. Terimalah salam hormat dariku" Pramudya bungkukkan badannya memberi hormat, yang karuan saja membuat Alam salah satu tingkah.

"Hei sudah-sudah! Kita tidak hidup di era kerajaan lagi"

"Tapi aku masih dapat merasakan aura kesaktianmu" Pramudya masih terus memandang dengan penuh kekaguman.

Mau tak mau Alam merasa tersanjung, sungguh tak disangkanya sepak terjangnya di masa silam sebagai seorang pendekar menjadi begitu masyhur sampai ke peradaban bangsa peri.

"Lantas, apa kau tau alasan apa hingga kau diberikan kehidupan kedua?" Tanya Pramudya.

Kembali senyum agung itu mengembang di bibir Alam.
"Ini hadiah dari sang pencipta, aku dilahirkan kembali untuk mencari cintaku yang tertunda" sepasang mata Alam kembali memandang langit-langit tenda dengan pikiran mengawang-awang.

"Cinta? Maksudmu kekasih?" Tanya Pramudya hati-hati

Alam mengangguk,
"Iya, kekasih. Apa kau tak tahu tentang kisah cintaku di masa silam dengan seorang pemuda berpangkat Pangeran, namanya Lingga Putra"

Kening Pramudya mengerut.
"Kekasihmu juga seorang pria?" Di Megapura memang yang beredar hanya kisah kepahlawanan seorang Abhinaya Bayu, bukan kisah cintanya.

"Iya, kenapa? Kau mau menghujat kami?"

"Ah tidak, cinta itu ciptaan Sang Pencipta mana berani aku menghujatnya. Apalagi kau dilahirkan kembali untuk mencari cintamu itu. Oh iya apa kau sudah menemukan kekasih mu itu?" Tanya Pramudya semakin penasaran.

Wajah Alam berubah sendu, dia menggeleng.
"Belum, sekarang usiaku sudah 22 tahun, tapi aku belum menemukannya juga. Ah agaknya pencarian ku masih panjang"

Pramudya turut prihatin mendengarnya.
"Jangan bersedih, cepat atau lambat kau pasti bertemu dengannya. Itu kan janji Sang Pencipta buatmu"

Alam mengangguk, lalu keduanya diam untuk beberapa saat.

"Emmm Alam, boleh aku melakukan sesuatu untukmu?" Tanya Pramudya.

"Melakukan apa?" Selidik Alam.

"Izinkan aku menyentuh tubuhmu" ucapan Pramudya itu tentu saja membuat Alam terkaget-kaget.

Dia cepat-cepat menampik. Namun cepat sekali Pramudya gerakkan kedua tangannya, tampak dua telapak tangan peri itu dipijari sinar putih gemerlap, percikan sinar itu mengunci tubuh Alam hingga tak dapat bergerak.

"Hai apa yang kau lakukan?" Alam meronta-ronta namun tubuhnya masih tak dapat bergerak.

Desss, telapak tangan Pramudya mendarat di kening Alam, lalu telapak tangan kiri mendarat diperut beroti sobek. Alam ingin berteriak namun mulutnya seakan terkunci, rasa panas menjalar di kepala dan perutnya.

Pramudya pejamkan mata sedangkan mulutnya merapalkan mantra. Setelah mantra diucapkan, peri satu ini pun berkata.
"Aku...aku melihatnya! Alam, kekasihmu itu tak jauh ada dari sini, kalian akan bertemu sebentar lagi. Mungkin dalam minggu-minggu ini. Wajah kekasihmu itu tampan sekali, aku..." Tiba-tiba, dess, kedua tangan Pramudya yang menempel di kening dan perut Alam terpental lepas. Ada satu kekuatan yang mencoba menghalangi terawangannya.

"Ada hawa siluman!" Teriak Pramudya, dia bergerak keluar tenda dan memandang mencari-cari. Lalu wusss tubuhnya laksana kilat berkelebat cepat hingga laksana sambaran-sambaran cahaya putih memeriksa tiap sudut lapangan dan bangunan pasar malam.

Alam telah mengikuti pula dan mengawasi dari depan pintu tenda.

"Kabur!" Ucap Pramudya begitu kembali menemui Alam.

"Siapa?"

"Siluman itu!" Jawab Pramudya pendek.

Alam masih bingung, memang di masa lalu dia adalah pendekar, namun menurutnya bangsa siluman itu telah punah. Dia harus banyak bertanya pada Pramudya.

Keduanya kembali masuk ke dalam tenda dan duduk bersama kembali.
"Berbahagialah Alam, dalam waktu kurang dari sepuluh hari kau akan bertemu dengan orang yang selama ini kau cari-cari"

"Dari mana kau tahu?" Tanya Alam.

"Sebagai bangsa peri kami memiliki kemampuan untuk menerawang masa depan seseorang. Kebanyakan terawangan kami tepat, namun tetap saja yang menentukan adalah Tuhan"

Alam seketika bahagia mendengarnya,
"Terima kasih Pramudya, kau baik sekali"

"Itu artinya sekarang kita temankan?" Tanya Pramudya dengan senyum sumringah.

Alam mengangguk dengan mantap. Sungguh keberuntungan baginya bisa mengenal seorang peri.
"Oh iya, aku sudah bercerita tentang masa laluku, bagaimana dengan dirimu?"

Kali ini gantian Pramudya yang merenung mengingat masa-masa indahnya di istana Megapura, dia pun menceritakan asal kisahnya hingga terbuang ke dunia manusia.

"Aku merusak pusaka berharga lalu dihukum dipenjara di dalam sebuah cermin sakti terus dibuang ke bumi, untung saja ada seorang anak manusia yang berhasil mengeluarkanku dari penjara cermin itu, namanya Ridho..." Pramudya terdiam, dia ingat akan pertengkarannya dengan Ridho tadi pagi di sekolah gara-gara dia menyebut seorang temannya sebagai siluman.
"Brokoli sialan! Diberi tahu yang baik-baik malah mengatai aku tak tahu balas budi" gerutunya di dalam hati.

"Lalu dimana anak manusia yang menyelamatkanmu itu?" Tanya Alam pula.

"Tidak tahu! Mungkin lagi bersenang-senang sama teman silumannya" jawab Pramudya penuh kesal. Entah mengapa dia sangat membenci Juna.

"Terus sekarang bagaimana?"

"Sebenarnya aku ingin balas budi kepada anak manusia itu tapi sepertinya dia tak membutuhkanku lagi. Aku malas bertemu dengannya!"

"Jangan begitu! Ada baiknya kau pulang menemui dia, bagaimana pun dia orang yang telah menolongmu. Kalian bicarakan masalah kalian baik-baik" nasehat Alam.

"Terima kasih, nanti setelah baikan aku pulang. Aku lemas sekali, bolehkah aku beristirahat di sini? Dunia manusia begitu panas dan melelahkan ku."

"Silahkan!" Ucap Alam.
"Aku juga pamit mau mengawasi orang-orang ku menyelesaikan wahana. Anggap saja seperti di rumah sendiri" Alam pun pamit meninggalkan Pramudya seorang diri di tenda itu.

Pramudya memutuskan tidur diatas sebuah kasur di lantai tenda yang hanya dilapisi sejenis karpet. Dia tiduran sambil memikirkan Ridho, jangan sampai si brokoli itu bergaul dengan bangsa siluman. Bisa membahayakan keselamatan.
***

Mengenai masa silam Alamsyah sebelum reinkarnasi di zaman modern, silahkan baca kisah ASMARA BERDARAH.

FALLEN ANGEL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang