2. Home

29.1K 1.9K 24
                                    

Langkah kaki itu berjalan cepat memasuki mansion besar didepan. Tak lupa dengan seorang bocah yang masih memejamkan mata digendongannya.

Berjalan kearah lift untuk menuju kamar di lantai 3. Perlahan Aldi merebahkan tubuh putranya di atas ranjang, begitu juga tubuhnya ia dudukkan menghadap sang putra.

"Kapan ia akan bangun Ndrew?" tanyanya pada sosok tangan kanan. Elusan pada rambut Rafa tak ada hentinya.

"Sepertinya sebentar lagi Tuan, karena biusnya hanya bertahan dua jam saja."

"Euughh.." perlahan kelopak Rafa terbuka seiring dengan rasa pening dikepalanya.

Tubuhnya membeku, dengan cepat ia beringsut mundur menjauh dari pria didepannya. Netranya menatap takut seraya air mata pada pelupuk matanya.

"Heiii..jangan takut, ini Daddy sayang
Ayahmu..Kemarilah." tatapan Aldi melembut, Ia tak ingin putranya takut.

"Om..jangan culik Rafa...hikss..Rafa minta maaf kalau ada salah."

Oh, Tolonglah Aldi sungguh gemas dengan sikap Rafa. Putranya begitu lucu walau pada situasi ketakutan dan menangis seperti ini.

Baiklah, Aldi tak ingin membuat putranya semakin menangis dan berakhir sesak. Dengan perlahan ia mendekat, memegang telapak tangan Rafa serta memberikan usapan kecil ketenangan.

"Dengarkan Daddy, biar Daddy jelaskan-"

"Kakek yang merawatmu sudah mengatakan bukan jika kau adalah anak yang ditemukannya?" Aldi menatap mata yang berair itu.

Rafa mengangguk pelan, memang benar saat ia berusia 12 tahun Kakek menceritakan bagaimana ia bisa dirawat oleh sepasang Kakek dan Nenek.

Mereka berkata bahwa Rafa ditemukan pada 11 tahun lalu, atau jika dihitung dari sekarang sudah 15 tahun yang lalu, didekat hutan sedang menangis. Dan tidak ada yang tau siapakah dirinya, oleh karena itu Nenek memutuskan untuk membawanya sementara sampai ada yang mencari.

"Kau ingat tidak wajahmu saat kecil?" tanya Aldi perlahan. Rafa lantas mengangguk samar dan masih dengan isakan-isakan kecil dari mulutnya.

"Andrew, bawa kemari." Andrew yang paham apa yang dimaksud sang Tuan, segera memberikan satu lembar foto keluarga dengan ukuran sedang.

Aldi menunjukkan sebuah foto pada Rafa. Rafa lantas melotot kecil mengerti bahwa anak balita dalam gendongan Pria didepan-Nya ialah dirinya. Ia bisa tau wajahnya saat kecil karena Kakek sempat memotret dirinya pada umur satu setengah tahun.

"Kau bersama Mommy pada tragedi itu, dan hanya ada Mommy di tempat kejadian. Kami tidak menemukanmu sayang."

"La..Lalu Mommy dimana?" nadanya masih bergetar, tapi senyum Aldi mengembang bahwa putranya perlahan tak takut lagi.

"Mommy meninggal pada beberapa bulan setelah kejadian, karena Mommy mengira kau telah tiada. Dan ingin menyusulmu." raut sendu terlihat kembali pada mata Aldi.

"Ma..maaf" Rafa kembali menangis mengerti sang Ibu telah tiada, Ia merasa ini karena salahnya.

"Hei..ini bukan salahmu, tak perlu minta maaf sayang." Dengan cepat Aldi memeluk sang Putra.

"Kau putra Daddy sayang, kau kembali. Hiduplah bersama Daddy selamanya ya?" Rafa lantas mengangguk mantap. Ia tak tau harus senang atau sedih dalam satu situasi.

"Lalu Kakek bersama siapa Om?"

"Panggil Daddy sayang." Oh ayolah, Ia ingin mendengar sapaan indah itu dari mulut sang bungsu.

"Dad-Daddy..."

"Goodboy, Daddy sudah menawarkan Kakek untuk tinggal disini. Tapi beliau memilih untuk mengabdi pada gereja dikampung masa kecilnya, di Malaysia."

Ya, Salah satu suruhan Aldi datang menemui Kakek dan menjelaskan semuanya, begitu juga imbalan apa yang harus Aldi berikan sebagai terimakasih telah merawat putranya dengan baik.

Tapi kakek memilih untuk meminta agar Ia dibantu kepindahannya ke Malaysia, dan meminta dua ekor sapi sebagai perternakan.

Tentu saja Aldi memberikan lebih, Ia memberikan 80 ekor sapi beserta pekerja dan lahan peternakan. Itu saja Ia rasa kurang bagi balas budi kepada orang yang telah merawat putranya.

Juga dengan urusan keberangkatan dan dokument kepindahan, semuanya telah tuntas dengan sekali gerakan.

Rafa tersenyum senang, ia bahagia dengan kabar Kakek dari sang Daddy. Dengan cepat ia berhambur memeluk pria didepan-Nya. "Terimakasih Daddy."

"Jangan berterima kasih sayang, kau lebih sulit tidak hidup dengan uang Daddy."

"Daddy orang kaya?" Aldi rasanya ingin tertawa mendengar pernyataan polos Rafa, apalagi dengan mata berbinar sang putra.

"HAHAHAHA...Daddy sangat kaya, bukan begitu Ndrew?" Andrew sengan cepat mengangguk mantap.

"Lalu ini siapa Daddy?" tangan Rafa menunjuk pada seorang laki laki lain dalam foto.

"Dia Abangmu, nanti sore ia akan pulang. Sekarang mungkin masih dalam penerbangan." tutur Aldi.

"Ab-Bang?...Rafa punya kakak?" matanya berbinar.

"Iyaa, dan Dia sedang kuliah di Inggris. Tapi Daddy sudah menyuruhnya pulang. Daddy bilang ada kejutan hebat," Aldi mencolek hidung mungil sang Putra.

"Kau masih pusing bukan? tidurlah kembali nanti makan malam Daddy akan bangunkan" Rafa mengangguk. Dan benar saja, kepalanya sedikit pening.

Ia kembali merebahkan tubuhnya, Aldi lantas ikut berbaring memeluk putranya dari samping. Tepukan demi tepukan ia gerakkan pada pantat sang putra. Di puk-puk gitu intinya.

Setelah mendengar dengkuran halus dari Rafa, Aldi lantas menggendong pelan membawanya pada ranjang bayi dengan pembatas disekelilingnya.

Ia ingat ini adalah ranjang Rafa saat kecil dan ukurannya masih muat sampai sekarang. Tentu ada alasan ia membaringkan putranya disini, Ia hanya tak ingin putranya terjatuh dari kasurnya yang tinggi. Apalagi ia masih harus mengurus berkas berkas Rafa sekarang.

Tubuhnya ia condongkan, dengan segera mencium kening sang Putra yang tengah tertidur dengan mulut sedikit terbuka. Senyum Aldi terus merekah, sekarang dirinya merasa dunianya seakan hidup kembali.

-----


Mata yang semula terpejam itu bergerak acak, Rafa merasa ada tangan yang menoel-noel pipinya. Ia sungguh kesal jika tidurnya diganggu seperti ini, biasanya Ia akan menangis jika ada yang mengusik tidurnya.

"Hiks..jangan ganggu..hiks" tangan asing yang bermain pada pipinya itu kini berganti menggendongnya.

"Ssttt maafkan Abang...."

Mendengar kata 'Abang' Rafa lantas membuka matanya lebar, Ia begitu terkejut bangun didalam gendongan pria asing.

"Ini Abang" yang dipanggil Abang itu mengerti raut bingung sang Adik.

"Na-Namanya siapa?" matanya berbinar polos.

"Jonathan. Panggil Abang Jo, baby"

Jonathan lantas membawa tubuh sang adik dalam gendongannya keluar dari kamar. Langkahnya Ia bawa pada lantai dasar menuju ruang makan, disana sudah ada Aldi duduk dengan senyum merekah.

"Kemari, makan malam sudah siap" titah Aldi.

Jonathan tak sedikitpun melepas Rafa, bahkan kini ia mendudukkan Rafa pada pangkuannya. Awalnya Rafa ingin berdiri pergi, namun lengan Jonathan melingkar pada pinggang kecil sang Adik.

Aldi nampak tak terima pada si sulung, tapi apakah Jonathan peduli? oh tentu tidak.

Daddynya sudah mengambil waktu sebelum kedatangannya tadi, dan sekarang adalah saatnya.

Rafa hanya diam, Ia masih cukup canggung sekarang. Maka Ia hanya bisa menurut dan menahan segala tingkahnya.

Ia berharap ini bukan mimpi, dan seterusnya menjadi seperti ini. Rafa berharap ini akan selamanya, walaupun sebanyak apapun nanti rintangan dari sang kuasa. Terimakasih Tuhan, batinnya.

-----


TBC

RAFARAEL [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang