15. Dad's happiness

8.9K 755 2
                                    

Aldi menikmati rasa pahit kopi dengan ipad pada pangkuannya, dua putranya yang izin untuk menikmati waktu bosan dengan pergi ketaman bermain sehingga membuatnya sendiri.

Begitupula di meja makan dengan Januarta, hanya menikmati laman berita berlatar Granada pada ponselnya.

Mansion tampak tenang dan tak ada suara bising, hingga ponsel Andrew yang berdiri dibelakang Aldi berbunyi.

Pada awalnya Aldi begitu acuh, tetapi mendengar nada khawatir pada Andrew membuatnya menoleh.

Andrew lantas segera mendekat pada sang Tuan. "Kepulangan Tuan Muda dan Tuan Kecil bermasalah, Tuan"

Aldi dalam sekejap berdiri, berjalan cepat keluar mansion. Diikuti Andrew dibelakang, nampak siaga dan paham dengan situasi sekarang.

"Kenapa Al? Ada apa?" bahkan pertanyaan sang Ayah-Januarta diabaikan begitu saja.

Jika Jonathan sendiri mungkin tak membuat Aldi begitu kalang kabut, mengingat putra sulungnya itu sudah terlatih. Tetapi keadaannya sekarang berbeda, ada Rafa bersamanya.

Andrew dengan segera mengemudi pada lokasi yang sempat Toni berikan. Raut cemas tercetak jelas pasa sang Tuan dibelakang sana.

"Percepat Ndrew, Ael pasti sedang ketakutan sekarang. Bungsuku pasti belum pernah di situasi ini," titah Aldi.

Meski beberapa bodyguard lebih dulu dikerahkan, tetapi itu tak luput dari rasa khawatir Aldi. Berharap keduanya tetap baik-baik saja.

Tak berselang lama dapat Aldi lihat dari kejauhan beberapa orang berkelahi, dan netranya membola saat melihat putra sulungnya berlumuran darah. Membuka cepat pintu mobil dan berlari kearah Jonathan.

Jonathan dengan darah disekujur pakaian mendekat kearah mobil hitam. Aldi berlari dari kejauhan, dan menangkap tubuh sang putra.

"Hei..Jo, tetaplah sadar" Aldi memegang erat bahu Jonathan. Tapi yang Ia dapat malah keritan bingung pada raut putra sulungnya.

"Aku seratus persen sadar, Dad." ujar Jonathan santai.

Melihat pandangan Aldi yang mengarah pada pakaiannya, membuat Jonathan paham. Ah, darah ini.

"Ini darah dari tanganku," Jonathan seraya memperlihatkan telapak kanannya yang berlumuran darah.

"Bajingan itu ingin menusuk perutku, tapi aku melihatnya. Dan menghadang dengan tanganku" lanjutnya.

Memang benar, dibelakang sana seorang pria terlihat baru saja terkapar. Sebelumnya Jonathan melihat bagimana pria itu berlari dengan sebuah pisau kearahnya dan tanpa pikir panjang menahan pisau itu dengan tangan-nya.

Alhasil pekikan perih akan luka pada pergelangan telapak tangannya terus mengeluarkan darah.

Aldi lantas mengbusan nafas berat, cukup lega tak ada yang serius dengan putranya. "Dimana Ael?"

"Di dalam mobil"

Dengan cepat Aldi meminta Toni membuka kunci pada mobil, alih-alih pelukan yang didapat. Aldi malah melihat putra bungsunya tergeletak dengan mata terpejam.

"Hei...Ael sayang...Ael.." Aldi menepuk pelan pipi Rafa, berharap bahwa putra bungsunya hanya tertidur.

Tapi beberapa saat tak mendapat jawaban, membuat pria dua anak itu khawatir panik. Dengan segera membawa cepat tubuh tak sadarkan diri Rafa menuju rumah sakit.

-----

"Eughh"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Eughh"

Lenguhan lirih terdengar dari ranum tubuh anak laki-laki, Aldi beranjak mendekat kearah brankar dan melihat Rafa perlahan membuka matanya.

"Sayang..heii" sapa Aldi dengan mengusap surai Rafa.

Perlahan Rafa memfokuskan penglihatannya, bau obat-obatan serta dinding putih bersih yang pertama kali Ia lihat.

Menoleh pada suara sang Ayah, melihat raut khawatir tercetak jelas disana. Sekejap mencoba menelisik kejadian yang menbuatnya berakhir pada bangunan besar ini, begitu mengingat-

"Daddy, Abang...hiks..." seketika tangisan terdengar keras. Yang Ia ingat terakhir adalah Abangnya yang memekik dengan pisau mengarah pada perutnya.

"Hei..tenang..Abang baik-baik saja"

"T-tapi..hiks..Abang...orang..hiks...tusuk...pisau" Rafa terus merancau ketakutan.

Aldi dengan segera membawa tubuh lemah putranya dalam gendongan, berjalan keluar ruangan dengan terus merapalkan kata penenang.

"Tidak sayang, Abang baik-baik saja. Kita lihat Abang ya?" Sebuah ruangan terbuka, menampilkan Bagas dengan Jonathan yang sedang duduk diatas brankar.

"Lihatlah, Abang baik-baik saja kan." Rafa lantas menoleh kebelakang, dan benar saja. Disana terlihat Jonathan dengan perban ditelapak tangannya dan Bagas sebagai penangan luka.

"Ada apa Dad?" Jonathan sedikit bingung dengan kedatangan Ayah dan Adiknya, terakhir Adiknya itu masih pingsan.

"Dia menangis mencarimu"

"Ab-bang...hiks.." Aldi yang paham membiarkan Rafa mendekat, meletakkan tubuh yang masih lemah itu dalam pangkuan putra sulungnya.

"Jangan menangis, Abang tidak apa-apa. Abang hanya luka, nih liat" ujar Jonathan dengan mengangkat tangan yang terdapat perban pada hadapan adiknya.

"Ta-tapi..hiks..tadi abang ditusuk..." isakan masih terud terdengar.

"Abang hebat, Abang menghadang dengan tangan ini. Jadi berhenti menangis, kau terlihat lemas" Jonathan berusaha menenangkan.

Bagas yang tuntas dengan luka ditangan Jonathan, kini berganti dengan memeriksa Rafa pada pangkuan Jonathan.

Isakan pada Rafa sudah berhenti dan anak itu kini tengah diam menyenderkan tubunya pada dada sang Kakak.

"Dia tidak apa-apa hanya shock ringan, tidak ada yang perlu dikhawatirkan." terang Bagas setelah melihat tak ada yang serius dalam tubuh teman putranya.

Aldi bernafas lega, mengecup kedua kening putranya dengan rasa syukur. Beruntunglah kedua putranya baik-baik saja.

"Jangan khawatir Dad, aku sudah terlatih" sombong Jonathan.

"Meski sudah terlatih, Apakah kekhawatiran Daddy dilarang?" Aldi mendecih tak suka.

"Iya, iya" Ucapan Jonathan mendapat dekapan singkat dari Aldi.

"Abang...abang tidak jadi ketusuk kan?" cicit Rafa pelan.

"Abang baik-baik saja Ael, kau bagaimana? mengapa bisa pingsan?"

"Ael takuttt..."

"Semua baik-baik saja. Ada Daddy disini," Aldi berusaha memeberi rasa aman pada rafa. Wajar saja, ini pertama kali anak itu mengalami kejadian seperti ini. Lain dengan Jonathan yang memang sudah beringas sejak dulu.

"t-tadi..Ael tidak tau Abang, badan Ael tiba-tiba lemas dan mata Ael berat. Semuanya buram terus Ael yang Ael lihat ada darah..terus sudah Ael tidak ingat" terang Rafa panjang lebar.

Melihat putranya berbicara panjang membuat Aldi terkekeh, sudah sehat sekali ternyata. Cerewet lagi.

"Iya...Abang paham, sekarang jangan takut ya?" Rafa mengangguk keras.

"Tapi tangan Abang luka...Abang pasti tidak bisa makan." Ranum mungil itu tertekuk sedih.

"Kalau begitu Ael harus suapi Abang, bagaimana?"

Rafa mengangguk mantap, anak kecil itu menganggap cara ini akan sangat membantu. Dan melihat bagaimana abangnya melindunginya tadi membuatnya merasa bersalah.

"Gemasnya Adek Abang" Jonathan menghujani wajah Rafa dengan banyak kecupan, membuat anak itu terkikik geli.

Aldi? Dirinya tersenyum, bahagia dan rasa lega menjadi gambaran untuk sekarang. Dua permatanya dalam pandangannya, baik-baik saja dan tersenyum lebar.

Jika ada yang meminta mendefinisikan kata 'kebahagiaan' pada Aldi, dengan lantang akan Ia jawab. Sekarang, sekarang adalah bahagianya.

Terimakasih Arini, telah memberiku dua buah permata yang begitu indah. Aku harap ini kekal, selalu kekal dan seterusnya akan bertahan.

-----

TBC

RAFARAEL [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang