Happy reading 💚💚
“Jennie?” Hanbin bertanya pelan ketika Jennie tak juga menjawab, menyadarkan Jennie dari keterkejutannya. Dia bahkan sempat menjauhkan teleponnya dari telinganya, menatapnya dengan tidak percaya. Masih diingatnya jelas kata-kata kejam Hanbin ketika memutuskan telepon waktu itu, bahwa Hanbin tidak akan kembali dan bahwa dia tidak ingin Jennie menghubunginya lagi. Tetapi kenapa sekarang, lelaki itu berubah pikiran lagi dengan begitu cepat?
Jauh di dasar hatinya Jennie ingin memberikan kesempatan kepada lelaki itu, lelaki yang sempat dia pikir bisa membuatnya membuka hatinya, berbagi perasaan dalam kisah yang romantis. Tetapi perlakuan Hanbin kepadanya kemudian, yang dengan entengnya menyuruh Jennie menjauh, membuat Jennie ketakutan, ragu untuk memberi kesempatan.
Bagaimana jika nanti ketika Jennie memberi kesempatan, pada suatu waktu lelaki itu tiba-tiba berubah sikap tak jelas lagi dan menyuruh Jennie menjauh? Akan dihancurkan bagaimana lagi hati Jennie?
“Kenapa kau menghubungiku lagi Hanbin?” Suara Jennie bergetar ketika berusaha berkata-kata, “Bukankah kau sendiri yang bilang supaya aku tidak menghubungimu?” Kepahitan terdengar jelas di sana, manifestasi rasa sakit Jennie karena perlakuan Hanbin kepadanya.
Tentu saja Hanbin bisa membaca kepahitan di suara Jennie, dia menghela napas panjang,
“Maafkan aku waktu itu aku kalut, aku benar-benar terhempas ketika menyadari bahwa kau” Suara Hanbin terhenti mendadak, seperti mobil yang direm tiba-tiba hingga menimbulkan suara berdecit keras. Membuat Jennie mengerutkan keningnya, “Ketika menyadari bahwa aku apa, Hanbin?”Hening. Sepertinya Hanbin kehabisan kata-kata di seberang sana. Lelaki itu mendesah, “Bukan aku salah bicara. Mengertilah Jennie, aku hanya sedang kalut waktu itu aku putus asa tetapi sekarang setelah aku menelaah semuanya, aku sadar bahwa yang kuinginkan hanya satu, aku ingin bersama denganmu.”
Putus asa? Jennie mengerutkan keningnya, kenapa Hanbin terus-terusan bersikap misterius seperti ini? Entah firasat Jennie benar atau tidak, dia merasa ada sesuatu yang disembunyikan lelaki ini.
“Jennie, apakah kau mau memberiku kesempatan lagi? Setidaknya untuk menjelaskan?” Hanbin bergumam ketika tidak ada tanggapan dari Jennie.
Jennie merenung, lama, kemudian dia menghela napas panjang. “Aku tidak tahu Hanbin, akan kupikirkan nanti.” Lalu Jennie memutus teleponnya tanpa menanti jawaban dari Hanbin, dan tiba-tiba merasa bersalah karena ada sebuah kepuasan kecil karena telah sedikit membalas sikap kasar yang dilakukan Hanbin ketika menutup teleponnya waktu itu.
Hanya jeda sedetik setelah Jennie memutus telepon, telepon itu berbunyi lagi. Jennie bahkan tidak melihat nomornya, dia langsung menjawabnya dengan jengkel. “Sudah kubilang aku akan memikirkannya dulu! Jangan paksa aku memberikan jawaban sekarang.”
Hening sejenak, lalu suara itu terdengar. “Jennie?” Ada nada geli dari suara di seberang itu. Jennie terperangah, mengenali suara yang dalam dan maskulin itu, dia menarik ponselnya dari telinga, dan melihat nomor yang berbeda di sana. “Oh maafkan aku, aku kira kau orang lain.” Jawab Jennie kemudian dengan rasa malu.
Taeyong terkekeh di seberang sana, “Siapa? Mantan pacar yang ingin kembali?” tebaknya, masih dengan nada geli yang terselip di sana. Pipi Jennie merah padam mendengar tebakan Taeyong yang hampir tepat itu, dia berdehem untuk membuat suaranya terdengar meyakinkan. “Itu bukan masalah.” Dia mengelak, “Mantelmu sudah selesai di laundry.” “Terimakasih.” Lelaki itu menjawab cepat dengan sopan.
Jennie mengerutkan keningnya gugup, bingung harus berkata apa, “Apakah kau ingin aku mengantarkannya? Atau kau akan mengambilnya?”
“Aku akan mengambilnya.” jawab lelaki itu tenang. Tiba-tiba Jennie merasa curiga, “Kau sudah tahu alamat rumahku, ya.” Lelaki itu bisa mengetahui nomor ponselnya tanpa dia memberitahunya, tidak menutup kemungkinan Taeyong juga sudah tahu alamat rumahnya.
Taeyong terkekeh, “Sudah kubilang aku punya banyak koneksi.”
KAMU SEDANG MEMBACA
DATING WITH THE DARK || JENYONG
Fanfiction[WARNING 21+ MATURE CONTENT] Jennie mempunyai trauma masa lalu, kecelakaan yang dialaminya yang menewaskan ayahnya membuatnya selalu dibayangi oleh ketakutan dan teror. Tetapi dengan bantuan psikiaternya dia berhasil melewati rasa trauma itu dan mel...