PROLOG

1.9K 199 29
                                    

Ketika malam itu bergayut, Jennie duduk termenung di atas ranjang, entah kenapa malam ini tidak seperti biasanya. Jennie merasa ngeri, rasa ngeri ini hampir sama dengan kengerian yang selalu menyerangnya di malam-malam dulu. Burung di pepohonan depan yang rimbut berbunyi-bunyi dengan suara menakutkan, mencicit seolah memberi pertanda. Tetapi pertanda apa? Jennie bolak-balik memeriksa alarm pintunya, dan menghela napas panjang. Alarm sudah terpasang dengan sempurna, pintu sudah tertutup rapat dengan kunci dan gerendel terpasang. Kenapa dia tetap merasa takut?

Jennie masuk lagi ke kamar, mengunci pintu kamarnya dan berbaring, menarik selimutnya sampai ke punggung. Seharusnya dia sudah merasa bebas, seharusnya dia tidak didera ketakutan lagi. Tetapi kenapa perasaan ini sama? Rasanya sama seperti dulu...jauh di masa lalu, dimana kenangan buruk menyeruak, kenangan yang sangat ingin dilupakannya. Tiba-tiba terdengar suara keras di pintu belakang rumahnya. Jennie begitu terperanjat sampai terlompat dari tempat tidurnya. Jantungnya berdebar dengan keras, dia menatap ke arah pintunya dan meringis.... Apakah dia tadi sudah mengunci pintu kamarnya?

Apakah ada seseorang yang menerobos pintu belakangnya? Bagaimana kalau orang itu masuk ke kamarnya? Pertanyaan-pertanyaan itu mendorong Jennie melompat panik, dan kemudian memeriksa kunci pintu kamarnya. Terkunci....tentu saja... Jennie menghela napas panjang, dan menyandarkan tubuhnya di pintu. Lama dia menunggu, mungkin akan ada suara-suara lagi diluar sambil menahankan debaran jantungnya yang membuatnya makin sesak nafas.

Tetapi suasana sungguh hening, tidak ada suara apapun. Jennie bahkan merasa bahwa dia hampir mendengar debaran jantungnya sendiri yang berpacu dengan begitu kuatnya. Apakah suara di pintu belakangnya tadi hanyalah halusinasinya? Setelah menghela napas panjang, Jennie membuka kunci pintunya. Dia tahu bahwa dia telah melakukan tindakan bodoh seperti di film-film horor yang sering dilihatnya, mendengar suara aneh... bukannya lari dan bersembunyi tetapi malahan mendatangi bagaikan ngengat yang tertarik mendatangi api yang akan membunuhnya.

Rumah Jennie kecil sehingga kamarnya langsung mengarah ke ruang tamu yang merangkap sebagai ruang keluarga dengan TV besar mendominasi bagian tengahnya, lalu ada lorong kecil ke area dapur.... dapur tempat suara itu berasal. Jennie menyalakan lampu ruang tengah dan menghela napas panjang ketika menyadari bahwa tidak ada siapapun di sana. Jantungnya makin berdebar ketika menunggu melangkah ke arah dapur.... di sana gelap dan pekat.

Dengan hati-hati Jennie menyalakan saklar lampu tetapi langsung mengerutkan kening ketakutan ketika saklar itu putus. Lampu dapur tidak menyala dan Jennie mengernyit menyadari kegelapan di depannya. Tangannya meraba-raba mencari ponsel yang tadi sempat dimasukkannya ke dalam saku piyama. Dengan pencahayaan ponsel yang seadanya, Jennie melangkah maju memasuki area dapur itu. Cahayanya gelap dan remang-remang, membuat Jennie merasakan bulu kuduknya berdiri. Tampaknya di dapur tidak ada siapapun.

Tetapi kemudian mata Jennie terpaku pada sesuatu di dapur. Sesuatu yang membuat jantungnya berpacu cepat dan wajahnya pucat pasi. Sesuatu yang memancarkan cahaya lembut berwarna kuning redup terselubungi lilin yang berwarna biru. Masa tenang kehidupannya sudah berakhir. Impian untuk menjalin hari-harinya seperti orang biasa musnah sudah.

Jennie berpegangan ke dinding untuk menopang kakinya yang gemetaran, matanya menatap ke arah benda itu. Sebuah tanda, tanda yang samar-samar menyeruak ke dalam alam bawah sadarnya, menarik ingatan Jennie yang telah lama hilang dan mengingatkannya. Seketika pengetahuan mendalam muncul di benak Jennie, membuatnya merasakan ngeri yang luar biasa. Lilin berwarna biru yang menyala itu adalah tanda, tanda yang ditinggalkan oleh sang pembunuh paling kejam yang dia tahu entah kenapa.

Pembunuh itu sudah menemukannya. Selesailah sudah. Nyawa Jennie mungkin tinggal beberapa saat lagi. Matanya melirik ketakutan ke arah tanda di meja dapurnya. Lilin berwarna biru itu jumlahnya ada sembilan buah diletakkan dengan rapi dan diatur indah setengah lingkaran di atas meja dapurnya, cahaya redupnya tampak kontras dengan ruangan dapur yang gelap gulita. Lalu seperti muncul begitu saja dari bayangan gelap di belakangnya, jemari yang kuat tiba-tiba menyentuh lehernya dari belakang, lembut dan tenang. Jennie tercekat, tetapi tidak bisa memberontak, pada akhirnya yang bisa dilakukannya hanyalah memejamkan matanya.

Tanpa perlawanan yang berarti tubuh Jennie lunglai dalam pelukannya, ada rasa sakit dan terkejut luar biasa di sana. Mata Jennie yang membelalak mengatakan demikian. hingga beberapa detik kemudian, mata Jennie kehilangan cahayanya, menutup dengan lemah, meninggalkan bercak gelap yang merintih tak bersuara disana. Sang Pembunuh alih-alih melarikan diri terburu-buru, malahan dengan tenang mengangkat tubuh Jennie yang pingsan dengan kedua tangannya, ke sudut ruangan, ke bagian ruang tengah rumah berlantai kayu yang dipernis mulus itu. Dia duduk disana dan memangku tubuh Jennie yang lunglai tanpa daya.

Dibelainya rambut hitam panjang Jennie, diciuminya aroma leher korbannya. Sungguh diperlakukannya Jennie bagai kekasih tertidur yang akan ditinggal pergi diam-diam. Sorot mata Sang Pembunuh adalah sorot mata kekasih, penuh cinta dan harapan yang meluap-luap. Bukan sekali dua kali ini ia membereskan seseorang yang lemah seperti Jennie, ia sering menyebutnya ‘order kecil’.

Cepat, mudah dan tak jarang korbannya cantik luar biasa, seperti apa yang dilihatnya sekarang. Anehnya Sang Pembunuh selalu saja menetapkan harga yang amat sangat tinggi untuk order kecil seperti ini. Tanpa alasan jelas, ia selalu bilang begitu kepada kliennya, karena tak mungkin mereka mengetahui bahwa Sang Pembunuh adalah pemuja wanita, butuh pengorbanan besar dari nurani untuk membunuh seseorang, tetapi bahkan ia akan mengorbankan lebih besar lagi untuk membunuh Jennie, satu-satunya wanita yang telah menyentuh hatinya. Bibir sang pembunuh menyentuh bibir Jennie, melumatnya lembut penuh cinta. Sebelum akhirnya gelap dan pekatnya malam yang semakin dalam, menelan mereka berdua.

 Sebelum akhirnya gelap dan pekatnya malam yang semakin dalam, menelan mereka berdua

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lee Taeyong

Lee Taeyong

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kim Jennie

Kim Hanbin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kim Hanbin



Hayuk yang penasaran sama ceritanya jangan lupa vote dan comment. Kalau banyak yang minat bakal aku post part pertamanya, tapi kalau gak ada yg minat bakal aku skip aja 😊

DATING WITH THE DARK || JENYONGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang