Sepulang dari cafe untuk bertemu para pemilik Syanetyn. Dika terus memikirkan sosok Shua. Wanita itu pasti sangat menyukai anak-anak. Emm ... mungkin lebih tepat jika dia mencintai anak-anak. Terlihat jelas sekali, ketika anak-anak itu terus menempeli Shua.
Bukan hanya bayi bernama Vano, yang baru berusia 1 tahun itu. Tapi, saat ada dua bocah laki-laki datang, keduanya juga langsung menghampiri Shua. Seolah-olah Shua adalah ibu mereka. Padahal wanita bernama Tyara adalah ibunya.
Dika menyunggingkan senyumnya. Entah kenapa, dia begitu menyukai cara Shua berinteraksi dengan anak-anak itu. Matanya terpejam, sebelum akhirnya kembali terbuka.
Tiba-tiba saja bibirnya melengkung ke bawah, lalu menangis. Laki-laki itu menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Kedua lututnya ditekuk, bahunya bahkan bergetar.
Awalnya hanya tangis biasa. Tapi, lama-kelamaan suara tangis itu semakin keras. Hingga bibi Nani datang.
"Kenapa, nak?"
Arthur merentangkan tangannya, minta dipeluk. Dengan sigap, bibi Nani segera memeluk dan menenangkannya.
"Kangen mama ..." gumam Arthur disela-sela tangisnya.
Pelukan bibi Nani mengerat, mendengar ucapan Arthur. "Ada bibi di sini."
"Mau mama ..."
Bibi Nani hanya mengusap-usap punggung laki-laki itu.
Arthur sendiri semakin menangis sesenggukan.
***
"Buat ukuran artis terkenal, dia bener-bener seratus per seratus untuk attitude-nya. Sopan banget, nggak salah kayaknya kita pilih dia." komentar Hana begitu mereka berkumpul lagi keesokan harinya.
"Pilihan siapa dulu dong?" Ucap Donita merasa bangga.
"Iya deh, si paling tau artis!" Tyara menekankan.
"By the way, gue penasaran sama yang dibilang Yafara. Lo beneran pacaran sama bapaknya dia?" Tanya Tenesya penasaran.
Donita berdeham sejenak. mendadak tenggorokannya terasa kering. "Eng-enggak! Enggak! Siapa yang pacaran? Elo mah salah denger! Omongan anak kecil kok, didengerin. Nggak bener itu!"
Tenesya memicingkan matanya curiga. "Yakin lo? Justru karena Yafa masih bocil, gue percaya sama omongan dia."
"Ada apa, sih? Gue nggak tau apa-apa, nih." Tanya Shua.
"Dia ditembak sama bapaknya Yafa." jawab Tenesya.
"Enggak woi! Jangan dengerin Tenesya, dia cuma gosip! Nggak bener!" Sela Donita.
Mata Shua membulat. "Yang bener? Kapan? Kok, gue nggak tau?" Cecarnya, tak peduli dengan ucapan Donita.
"Kita juga baru tau kemarin! Itupun karena Yafa yang ngomong, sebelum elo dateng sama Dika dan manajernya."
"Nggak bener, ih! Pada nggak percaya banget!"
"Oh ya? Yafa cerita apa aja kemarin?" Tanya Shua tampak tertarik.
"Halo Yafa."
Tyara yang pertama kali menyapa gadis itu, begitu Donita tiba di cafe bersama Yafa, tanpa Tian. Benar-benar suatu kemajuan, karena gadis itu akhirnya mau keluar tanpa ayahnya. Walaupun tujuan utamanya adalah untuk bertemu langsung dengan Mahardika, dan mengagumi laki-laki itu dari dekat. Tapi, menurut Tian, itu suatu kemajuan yang bagus.
"Halo, kak." balas Yafa. "Halo Vano." sapanya pada bayi digendongan Tyara.
Vano hanya tersenyum, dan menjulurkan lidahnya, membuat Yafa memekik gemas. "Jangan besar-besar ya, kamu lebih lucu kayak gini aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kidult [Miss Independent Series]
FanfictionSEOKSOO GS LOKAL!!! AYO BELAJAR MENGHARGAI SEBUAH KARYA, DENGAN FOLLOW, VOTE & KOMEN!!! KARENA SEMUA ITU GRATIS!!! 🥰 Shua mendapat tugas untuk membuat iklan bagi produk klinik kecantikan dari teman-temannya, agar lebih meningkatkan penjualan skinc...