Shua memang masih merasa canggung, ketika Arthur terus bergelanyut manja dengannya. Namun, wanita itu berusaha sebisa mungkin, untuk menghilangkan kecanggungan dalam dirinya.
Seperti hari ini.
Pagi-pagi sekali, Shua sudah mendapatkan telepon dari bibi Nani, yang memintanya untuk datang ke rumah, karena Arthur yang tiba-tiba saja rewel, mencari dirinya setelah sarapan.Benar saja, begitu Shua tiba di ruang bermain, Arthur langsung memeluknya dan menempelinya kemanapun dia pergi, termasuk menunggunya di depan pintu kamar mandi, saat dia berpamitan untuk menyelesaikan panggilan alam.
"Arthur ..." panggil Shua.
Arthur yang sedang menumpuk lego dibantu Shua, menoleh. "Kenapa?"
"Mama kamu ... sakit?" Tanya Shua hati-hati.
Arthur mengangguk pelan sebagai jawaban. "Tapi kan, sekarang mama udah di sini. Nggak sakit lagi. Iya, kan?"
Senyum Shua tampak dipaksakan.
"Kakak itu ... nggak punya temen ya?" Shua tidak bermaksud meremehkan Dika atau bagaimana. Hanya saja, ketika melihat Dika, laki-laki itu sepertinya sosok yang bisa beradaptasi dan mudah akrab dengan banyak orang. Tapi, setelah mendengar cerita dari bibi Nani, Shua merasa yakin, jika Dika adalah orang yang kesepian.
Arthur kembali mengangguk.
"Arthur sering main sama kakak, nggak?"
"Kakak sibuk." jawab Arthur singkat. "Tapi ... aku sering ngobrol sama kakak."
"Oh ya? Ngobrol apa aja?"
"Banyak! Tapi, kalo kakak lagi kerja, aku nggak berani ajak ngobrol! Nanti kakak marah, kalo diganggu."
"Tapi ... kenapa waktu itu Arthur tiba-tiba muncul dan ... peluk mama? Kamu nggak dimarahi kakak?" Shua menatap penuh penasaran.
"Oh itu ... karena mama! Aku kangen mama! Mau peluk! Tapi, sama kakak nggak boleh, karena masih banyak orang dan kakak lagi kerja! Jadi, aku maksa! Tapi ... abis itu kakak marah, kok! Ngomel terus! Capek dengerinnya."
Shua tertawa kecil. Dia tidak bisa membayangkan, jika seorang Dika yang begitu beribawa, akan mengomel kepada dirinya sendiri.
"Kenapa mama ketawa? Apanya yang lucu?" Tanya Arthur.
Kepala Shua menggeleng. "Nggak papa. Emang kakak kalo ngomel gimana? Berisik banget ya?"
Arthur mengangguk semangat. "Iya! Mama pasti juga nggak akan suka! Kakak cerewet!"
"Oh ya?"
Arthur pun memperagakan cara Dika berbicara ketika melihat ke cermin dan memanggil, lalu memarahinya. Shua sendiri lagi-lagi hanya tertawa, melihat tingkah Arthur. Sungguh, wajah Arthur yang berubah-ubah sangat menghiburnya.
"Seneng banget ya, kayaknya ngetawain aku?"
Tawa Shua langsung terhenti, ketika melihat wajah Arthur mendadak serius.
"A-aku?" Shua membeo.
"Iya. Ini aku, Dika!"
Secara spontan Shua mengulum bibirnya, menahan tawa, karena merasa tidak enak dengan perubahan wajah Dika yang mendadak datar. "Maaf ... soalnya muka Arthur lucu, sih."
"Arthur emang lucu, tapi ... aku lebih ganteng. Iya, kan?" Tanya Dika meminta persetujuan.
"Semua orang juga udah tau kalo itu."
"Tapi ... aku nggak butuh pendapat orang lain."
Shua menatap Dika tidak mengerti.
"Kalo menurut kamu ... aku ganteng, nggak?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Kidult [Miss Independent Series]
FanfictionSEOKSOO GS LOKAL!!! AYO BELAJAR MENGHARGAI SEBUAH KARYA, DENGAN FOLLOW, VOTE & KOMEN!!! KARENA SEMUA ITU GRATIS!!! 🥰 Shua mendapat tugas untuk membuat iklan bagi produk klinik kecantikan dari teman-temannya, agar lebih meningkatkan penjualan skinc...