10. Skandal

516 91 36
                                    

Sudah tiga hari lamanya, Shua akhir-akhir ini lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah Dika. Tentu saja, itu semua karena Arthur yang terus memintanya datang.

Mungkin diawal Shua merasa keberatan. Tapi, lama-kelamaan dia merasa nyaman berada di dekat Dika ataupun Arthur. Terlebih lagi, ketika bermain bersama Arthur, seperti hari ini.

"Mama, ayo main di luar." ucap Arthur tiba-tiba.

Shua jelas terkejut. Sejauh yang ia tau, baik Dika ataupun bibi Nani pasti tidak akan pernah membiarkannya keluar. Bahkan untuk sekedar bermain. Mereka berpikir, bahwa pembantu-pembantu, selain bibi Nani, yang ada di rumah Dika itu tidak bisa dipercaya.

Coba bayangkan, Dika adalah artis terkenal, yang hampir tidak pernah dicap buruk. Semua perilakunya sangat membuat orang lain terkesan. Laki-laki itu sangat profesional dan berdedikasi dengan pekerjaannya. Mungkin terdengar berlebihan, tapi itulah kenyataannya.

Jadi, bukankah akan menguntungkan bagi para pembantu-pembantu itu untuk menjual informasi mengenai Dika yang bertingkah seperti anak-anak ketika di rumah, tanpa tau apa yang terjadi lebih dalam?

"Main di sini aja ya?"

Arthur menggeleng cepat. "Mau keluar!"

"Kenapa tiba-tiba mau keluar? Di sini aja, ya? Banyak mainan di sini. Mainannya juga lebih lengkap. Nggak perlu keluar." ujar Shua, berusaha memberikan pengertian kepada Arthur.

"Mau main di kolam renang! Aku mau berenang! Mau bawa mainan di kolam renang!"

Shua diam, mencoba memikirkan sesuatu untuk mencari solusi. Bagaimana caranya, membawa Arthur keluar dari kamar, tanpa harus dicurigai oleh pembantu yang lain. Disaat seperti ini, ingin rasanya Shua menyeret bibi Nani yang sedang pergi selama beberapa hari untuk pulang menjenguk keluarganya di luar kota.

"Tunggu sebentar!" Titah Shua.

Arthur menurut, dan hanya diam melihat Shua yang berjalan menuju pintu. Membukanya perlahan, dan memperhatikan sekeliling.

"Ayo! Ambil satu mainan yang menurut kamu bisa diajak main di kolam renang."

"Mau bawa banyak mainan!"

Shua buru-buru menggeleng. "Nggak boleh!"

"Kenapa?" Protes Arthur.

"Nanti bingung bawanya! Ambil satu aja, ya?" Ujar Shua mencoba bernegosiasi.

Bibir Arthur terlihat cemberut.

"Kalo gitu, nggak usah main di kolam renang!" Ancam Shua.

"Iya! Iya! Aku mau bawa mainan bebek aja!" Ujar Arthur akhirnya.

Shua menepuk pucuk kepala Arthur. "Anak pintar! Kalo gitu, ayo ambil mainannya, setelah itu kita langsung ke kolam renang."

Arthur bergegas mengambil mainan bebek karet berwarna kuning, yang sudah ada dalam satu keranjang.

"Banyak amat? Enggak! Cuma boleh bawa satu aja!" Protes Shua, melihat keranjang tersebut berisi beberapa bebek karet.

"Nggak mau! Mau bawa semuanya!" Tolak Arthur.

Shua berdecak kesal. "Satu aja! Biar kalo mau bersihin nggak capek!"

"Semuanya!" Arthur masih tetap pada pendiriannya.

"Satu!" Shua tak mau kalah.

"Semuanya!"

"Satu!"

"Semua-"

"Satu atau nggak boleh main keluar sama sekali!" Shua memotong ucapan Arthur.

"Ya udah, iya! Kalo gitu, aku mau ganti baju renang dulu."

Kidult [Miss Independent Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang