BAB 1

3.8K 18 0
                                    

Kisah ini terjadi di tahun 1994

namaku ujang, pemuda berusia 21 tahun yang berpropesi sebagai penjual mie ayam keliling dengan sistem bagi hasil, aku berasal dari sebuah desa terpencil di kabupaten bogor yang merantau dari kota bogor karena da temanku yang mengajariku sebagi penjual mie ayam, maka tak heran aku tinggal dikontrakan bersama teman teman ku sesama penjual mie ayam. ya inilah pekerjaan ku penjual mi ayam keliling untuk mendapatkan rezeki yanh halal yang secara rutin uangku untuk kuberikan kepada ibu yang tinggal didesa.

kami tidak berpikir membayar kontrakan karna bos kami yang membayarkan biyaya kontrakan  yang kami tempati.  di sebelah kontrakan kami ada sepasang suami istri

dari jawa. namanya mas gatot teman sepropesi usianya sekitar 40 tahun, sedangakn istrinya mbak wati penjual jamu gendong usianya mungkin 35an, mereka hanya tinggal berdua, karna anak anaknya tinggal dikampung bersama neneknya,

"usia istriku 35 tahun" kata mas gatot saat kami sedang mengobrol, dia sangat bangga saat sedang memberi tahu usia istrinya yang terlihat lebih muda dibandingkan usianya, hasil minum jamu secara rutin, ucap mas gatot menerangkan kenapa istrinya jauh lebih muda dan bentuk tubuhnya lebih terjaga

sekilas tentang mbak wati,  wajahnya begitu cantik khas wanita jawa dengan kulitnya sawo matang tapi yang paling mencolok tubuhnya yang begitu montok dengan buah dada yang begitu besar selalu menjadi perhatianku walau aku melakukannya secara diam diam, tubuhnya akan terekpos saat dia berjualan jamu dengan memakai kebaya, kain yang dililitkan di tubuhnya untuk mengendong kranjang jamu, membuat payudara yang tercetak sangat jelas dan besar seperti buah semangka, sehingga banyak perhatian para lelaki saat melihat mbak wati.

"aduh semox uyy, bikin ng*c*ng" bisik beberapa temanku yang rupanya ikut memperhatikan bentuk tubuh mbak wati tanpa berkedip sehingga bola matanya sampai mau kelur

" kalau aku punya istri mbak wati, tiap malam aku kelonin" bisik temanku yang lain ikut berkomentar.

" kok bisa yah mas gatot punya istri seperti mbak wati? sepertinya mbak wati kena pelet haha" kata temanku lagi, aku hanya menjadi pendengar yang baik, mengiyakan semua perkataan mereka.

"hayo kalian lagi memperhatikan istri ku yah" kata maa gatot yang tiba tiba sudah berada belakang kami yang sedang asyik memperhatikan mbak wati sambil berpura pura membereskan dagangan kami.

"enggak mas" jawab kami barengan, secepat kilat kami sibuk membereskan dagangan kami tanpa berani menoleh ke arah mas gatot.

"ngaku ajah aku tidak akan marah. mangkannya kalian cepat cari istri,seperti istriku, sudah cantik, semok, masih mau diajak kerja keras bantu suami mencari uang,

kalo malam masih mau di ajak lembur sampai satu dua ronde, t*t*k istri walah bisa pinsan kalo kalian melihatnya.hahahaha" kata mas gatot yang membuat kami saling berpandangan, kami sudah hafal tabiatnya yang selalu membanggakan istrinya,

bahkan lekuk tubuhnya akan diceritakan setiap detil

"jang kamu suka m*m*k berj*mb*t atau gundul" tanya mas gatot menepuk pundaku, sehingga aku salah menghisap bara api pada roko ku.

"gundul" makiku jengkel, kebiasaan ku menyebut kata gundul saat kaget

"ternyata seleramu sama denganku, m*m*k istriku selalu aku cukirin" bisik mas gatot sambil meninggalkanku saat bengong mendengar perkataanya.

"jang kami ditawarin nyoba m*m*k istrinya mas gatot tuh!" bisik mas kardi

teman satu profesiku yang paling

tua dan anak anaknya semua sudah pada bekerja

" mang kardi ada ada saja"  jawabku tertawa,

kami sudah terbiasa becanda, kadang bercanda kami menjurus ke mesum

*********

suatu hari aku sedang malas berjualan, kulihat mas gatot sedang duduk di teras kontrakan,  sepertinyapun dia sedang terkena penyakit malas sepertiku. aku menghapirnya yang sedang asyik merokok. setidaknya aku punya teman mengobrol, daripada sedirian jenuh sekali,

"Gak jualan juga mas" tanya aku sekedar berbasa basi, hal yang sering terjadi dimasyarakat kita, basa basi yang terkenal sebagai bangsa yang ramah

"lagi malas jang, ayo kit ngopi di dalam sambil ngobrol"ajak mas gatot yang mengajaku ngopi sambil aku iyakan, memang aku mau ke warung sambil membeli kapi, maka tawaran mas gatot aku sambut dengan suka cita, ini rizki anak soleh pikirku, tanpa pikir panjang aku ikutin mas gatot sambil ikut ke dalam kontrakanya, kontrakan yang ditepati mas gatot dan mbak wati sebuah ruangan kontrakan yang berukuran 3x4

sehingga semua aktifitas yang sama dilakukan hingga mulai dari tidur, memasak hingga menerima tamu,

aku terkejut melihat mbak wati  sedang asyik tiduran dikasur digelar dilantai, sehingga aku bisa melihat gundukan t*k*t menyebul dibalik dester yang sedang dipakainya dan juga pahanya yang mulus agak terlihat membuatku menelan air liur saat melihatnya.

"eh ada mbak wati" kataku jengah melihatnya yang sedang tiduran dengan posisi mengahadapku, sehingga aku duduk bisa melihat pahanya yang gempal terlihat dari desternya yang agak terangkat ke atas,

mataku melehiat ke lorong gelap di antara kedua pahanya yang tertup dester, dan sekilas aku melihat bentuk m*m*k mbak wati yang tidak memakai celana dalam, membuatku terpaku terasa tidak terpercaya

dengan apa  yang aku lihat, mungkin ini hanya halusinasi saja yang terobsesi dengan bentuk tubuh mbak wati,

"iya jang mbak wati lagi pewe nih"  jawab mbak wati yang bangun dari tidurnya

"wat m*m*kmu kelihatan tuh kebiasan engga pakai cd" kata mas gatot dengan santainya mengatakan hal mesum didepanku

“Enakan gak pake CD, kalau pengen tinggal masuk. Hihihi..!” jawab Mbak Wati membuatku panas dingin dengan obrolan mesum yang vulgar. Obrolan yang baru pertama kali aku dengar. Tidak tahukah mereka, aku seorang perjaka tingting yang masih tersegel.

“Kasian Ujang belum pernah lihat m*m*k, coba kalau kepingin bagaimana?” tanya Mas Gatot semakin memanasi suasana yang sudah panas menjadi semakin panas.

“Kalau pengen tinggal ngomong, aku kasih. Hahahaha.. Mbak bikinin kamu kopi, ya..!" kata Mbak Wati berjongkok membelakangiku untuk menyalakan kompor minyak tanah yang berada tidak jauh dariku. Seolah perkataannya tadi hannyalah gurauan, tapi bagiku hal itu bermakna lain. B*k*ngnya yang besar membuat mataku sulit berkedip. Begitu dekat jaraknya, sedikit gerakkan, kakiku akan menyentuh pant*nya.

"Tuh Jang, kamu boleh nyobain m*m*k istriku? Tapi ada syaratnya. Hahaha.” Kata Mas Gatot membuatku shock, gila. Dia menawariku m*m*k istrinya seolah olah itu barang yang bisa dipinjamkan. Gila, bebar bdnar gila, mana ada suami yang menawari memek istrinya kepada orang lain.

“ Hus, kamu ini ada ada aja, Mas. M*m*k istri sendiri ditawari ke teman. Hihihi, kasihan tuh si Ujang kalau beneran pengen, bisa habis sabun di rumah buat onani." kata Mbak Wati menoleh ke arahku dengan senyum menggoda. Mata kirinya mengedip ke arahku, mungkin ini hanya penglihatanku yang semakin terbawa suasana.

"Hahaha, tapi ada syaratnya kalau mau ng*nt*tin istriku. Ng*nt*tnya jangan di sini, tapi di Gunung Kemukus." kata Mas Gatot membuat wajahku semakin pucat, entah dimana itu Penginapan Gunung Kemukus, aku baru dengar sekarang.

"penginapan Gunung Kemukus, dimana?" tanyaku lugu, aku terlalu asing dengan nama tempat penginapan mesum seperti yang sering diobrolkan teman temanku yang sudah pernah ke tempat itu. Mungkin aku satu satunya perjaka yang masih tersegel di antara rekan rekan seprofesiku.

"Dasar piktor, Gunung Kemukus itu bukan nama penginapan walaupun disana banyak tempat menginap." jawab Mas Gatot menertawakan kebodohanku.

"Itu tempat untuk ngalap berkah, tempat ziarah." kata Mas Gatot menerangkan, membuatku mengangguk heran. Apa hubungan tempat ziarah dengan ngentotin Mbak Wati, bukannya tidak nyambung. Mas Gatot pasti bergurau seperti kebiasaannya selama ini.

petualangan gunung kumkusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang