BAB 14

1.4K 8 0
                                    


"Kamu cantik ! Seharusnya kami mendapatkan suami yang menyayangimu." kataku berusaha menghiburnya, seakan semuanya akan menjadi lebih baik pada saatnya.

“Tapi, nasibku jelek. Tubuhku cuma jadi tempat pemuas birahi, aku mau pergi dari sini, tapi gak tau mau ke mana.? Aku punya kakak di Bogor, mungkin aku ke sana kalau sudah punya cukup uang." kata Lastri membuatku tertarik untuk mengetahui alamat kakaknya yang di Bogor.

"Bogor nya, di mana?" tanyaku antusias. Mungkin aku bisa membantunya dengan menceritakan situasi di Bogor.

"Belum tahu, aku sudah lama sekali gak bertemu dia, terakhir aku dapat kabar kakak pindah ke Bogor..!" jawab Lastri kembali menyalakan rokok. Kepalanya kembali menyender ke dadaku, tanpa di sengaja tangannya menyentuh kontolku yang sudah mulai ngaceng karena berduaan dengannya. Tonjolannya terlihat jelas dari balik celana training karena aku tidak memakai CD

"Idih, kontol kamu, ngaceng..!" ujar Lastri tertawa. "Hayo, kamu ngebayangin ngentot aku, ya?" tanya Lastri, bibirnya tersenyum menggodaku. Wajahnya semakin mendekati wajahku sehingga hembusan nafasnya menerpa wajahku dan sebuah ciuman kilat mengenai pipi membuatku tersipu.

“Eh, nggak..!” jawabku gagap, tentu saja aku tidak mungkin mengatakan hal yang sebenarnya, aku tidak punya uang untuk bisa menikmati tubuh Lastri. Uangku lebih bermanfaat aku berikan ke ibuku di desa daripada melacur.

“Bohong, buktinya kontol kamu ngaceng…?” Goda Lastri, tangannya dengan berani mengusap kontolku tanpa merasa risih sama sekali, jelas sekali dia sudah terbiasa melakukannya.

"Iiiya,,,! " jawabku gugup. "Tapi aku gak punya, uang. Aku ke sini, semua biaya ditanggung Mbak Wati." kataku jujur, walau sebenarnya aku malu telah mengatakannya. Harusnya aku yang menanggung semua biaya selama di sini, bukan Mbak Wati.

"Kontol kamu panjang, amat !" Kata Lastri tidak menghiraukan perkataanku, tangannya masuk celana training menggenggam kontolku. Matanya terbelalak saat menggenggam kontolku, penasaran dia menurunkan celanaku sehingga kontolku keluar menunjukkan kegaranganya.

"Idih, udah panjang, gede lagi. Keras amat kontol, kamu. Pantas si Mbak berani membayar kamu buat jadi pasangan ritualnya." kata Lastri takjub. Perkataannya membuatku merasa tersinggung karena dia menyamakan diriku dengannya. Atau mungkin yang dikatakan Lastri benar, kami senasib, dibayar untuk memuaskan hasrat birahi berkedok ritual.

"Kamu benar...!" jawabku mengakui kebenaran Lastri.

"Apanya yang benar?" tanya Lastri tersenyum riang, dalam sekejap dia bisa melupakan hidupnya yang pahit karena menemukan teman senasib. Senasib? Apa benar begitu.

"Gak apa apa," jawabku berusaha menghindari pertanyaannya yang memojokkan.

"Kamu mau gak ngentotin aku ? Buat kamu, aku kasih gratis. Soalnya aku pengen ngerasain ngentot dengan anak muda, biasanya yang ngentot denganku bapak bapak semua. Aku cuma pelacur, gak bisa menikmatinya. Aku belum pernah orgasme." Lastri bangun, tanpa menunggu jawabanku dia menarik kontolku memaksaku berdiri.

"Ojo ngawur, Las. Nanti ketahuan Mbaknya.!" entah sejak kapan Ibu pemilik warung sudah ada di dalam warung."Di kamarku saja, biar gak kedengaran." lanjut ibu Pemilik warung sepertinya dia tidak bisa melarang Lastri untuk melakukan apa yang diinginkannya dan seperti yang aku katakan, hal mesum sudah menjadi bagian dari ritual yang seharusnya sakral.

Lastri hanya mengangguk, tangannya tidak melepaskan kontolku bahkan saat berjalan melewati Ibu warung yang melotot melihat kontolku. "Waduh, panjang amat..! Las, bisa sobek memek kamu." kata Ibu warung tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Enggaklah Bu, Mbaknya saja sampai keenakan begitu," jawab Lastri menarikku masuk kamar yang tepat berada di samping pintu masuk warung. Tanpa pemanasan, Lastri mendorongku jatuh ke kasur yang lebih empuk dibandingkan kasur di kamar yang kutempati.

"Aduh, memekku jadi gatel begini." kata Lastri langsung membuka semua pakaiannya hingga bugil memamerkan tubuhnya yang mungil, tubuh gadis remaja yang sudah ternoda namun keindahannya tidak berkurang sedikitpun.

Dengan tidak sabar Lastri, langsung berjongkok di atas kontolku yang sudah siap melaksanakan tugasnya. Matanya mendelik saat kontolku menerobos memeknya.

"Aduh gede amat, susah masuknya.!" seru Lastri menghentikan aksinya. Dia berhenti sejenak dan kembali menekan pinggulnya dengan lebih berhati hati hingga akhirnya kerasnya menunjukkan hasil, kontolku terbenam hingga dasar memeknya.

"Buuuuu, kontolnya kegedean......Masukkkkk juga...!" matanya mendelik merasakan memeknya semakin melebar karena ukuran kontolku yang mungkin terlalu besar untuk memeknya yang terlalu sempit.

"Las, kamu gak apa apa?" tanya Ibu warung, sepertinya dia khawatir dengan jeritan Lastri yang cukup keras.

"Ennak banget memek, kamu Las..!" kataku takjub dan rasanya seperti mimpi, kontolku bersarang di memek kedua malam ini. Dalam semalam aku bisa merasakan dua memek sekaligus.

"Ennnnak, Bu. Rasanya ganjel di memek..!" kata Lastri mengangkat pinggulnya perlahan lalu menurunkannya lagi lebih perlahan.

"Aaaaaa, memekku dower Bu dikenthu kontol guede..!" rintihan Lastri membuat bulu kudukku merinding, matanya terpejam menikmati sesuatu yang sangat berbeda di memeknya.

"Las, jangan kenceng kenceng, nanti Mbaknya bangun.!" kata Ibu warung khawatir Mbak Wati mengetahui perbuatan kami.

"Ennnak Bu....ibu harus nyobain kontol masnya..!" kata Lastri tetap dengan suara keras membuatku ikut khawatir Mbak Wati bangun. Aku kesini semua biaya ditanggung Mbak Wati, bagaimana kalau dia tahu dan marah lalu meninggalkanku di sini? Aku gak bawa uang cukup buat pulang ke Bogor.

"Makinnnn ennnnak Bu...!"kata Lastri, pinggulnya semakin lancar mengocok mengocok kontolku, memeknya sudah semakin basah dan licin sehingga rasanya tidak sesempit tadi.

"Pelan pelan, Las..!" aku memperingatkan Lastri agar tidak terlalu berisik, keadaanku sangat terancam kalau sampai Mbak Wati memergoki kami dan meninggalkanku di tempat ini. Hanya ada uang 30 ribu di dompetku, dengan uang sebesar itu, rasanya mustahil aku bisa pulang ke Bogor.

"Gak bisa, kontol kamu terlau ennnnnnk Buuuu, ibu mesti nyobain kontol segede gini..." kata Lastri tanpa berusaha mengecilkan volume suaranya.

Aku menarik Lastri tengkurap di atas tubuhku, bibirku menyumpal bibir Lastri yang mungil agar tidak bersuara sementara pinggulnya terus mengocok kontolku dengan bersemangat.

"Las, Las? Kamu gak apa apa?" tanya Ibu warung terdengar khawatir karena tidak terdengar suara Lastri.

"Hmmm mmmmm,!" Lastri berusaha melepaskan ciumanku untuk menjawab pertanyaan Ibu warung, tapi aku tidak membiarkan bibirnya terlepas dari sumpalan bibirku. Bisa kacau apa bila Mbak Wati terbangun dan keluar mencari sumber suara gaduh di malam yang seharusnya sepi

"Waduh, kirain aku kamu pingsan Las..!" seru Bu warung yang masuk tanpa mengetuk pintu, melihat pantat Lastri yang mengocok kontolku dengan cepat.

"Aduh...!" teriakku melepaskan bibir Lastri karena bibirku sakit kena gigitan Lastri.

"Enak banget Bu, kontol gede...!" jawab Lastri kembali berjongkok setelah terbebas dari pelukanku.

"Bibirku sakit, Las..!" kataku jengkel. Ada cairan yang terasa asin saat aku menjilat bibirku. Aku yakin, ini adalah darah.

Lastri benar benar liar, dia memacu kontolku semakin cepat tidak peduli dengan kehadiran ibu warung yang menjadi penonton. Untung suaranya mulai diperkecil sehingga aku bisa menarik nafas lega.

petualangan gunung kumkusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang