BAB 16

1.4K 5 0
                                    

Jam 10 siang aku terbangun, kulihat Mbak Wati duduk membelakangiku dalam keadaan bugil sambil menyisir rambutnya yang panjang dan basah, tercium bau sabun dan shampo. Aku menggeliat merenggangkan otot ototku, momen yang tidak mungkin aku sia siakan, tanpa meminta izin aku meraih toket besar Mbak Wati dengan gemas aku meremasnya membuat Mbak Wati terpekik kaget. Belum hilang rasa kaget Mbak Wati, aku sudah mencaplok pentil toketnya dengan rakus aku menghisapnya, sunggu sarapan pagi ternikmat.

"Ujang, bangun tidur kok langsung nyusu ? Mandi dulu, sana...!" protesnya tidak sesuai dengan kenyataan. Tangannya malah menekan kepalaku semakin terbenam di payudaranya yang hangat. Membuatnya seperti sedang menyusui anaknya yang terbangun dari tidur karena lapar.

"Habis Mbak juga, sih. Aku bangun tidur disuguhi susu Mbak yang indah." kataku kembali membenamkan wajahku di payudaranya yang menggantung indah. Aku tidak bosan dan tidak akan pernah bosan melakukannya, semuanya salah Mbak Wati yang membuatku ketagihan oleh susunya. Aku lebih suka menyebutnya susu.

Ya udah, sana kamu mandi dulu." katanya sambil mendorong kepalaku dan mengambil handuk yang masih lembab karena bekas dipakainya dan menyodorkannya kepadaku.

"Mbak, aku pengen..!" kataku merengek seperti anak kecil. Tanganku terulur meraba memeknya yang sudah menodai keperjakaanku.
Memek yang sudah memberiku kenangan terindah.

"Nakal ya, mandi dulu. Memek Mbak gak akan ke mana mana..!" jawab Mbak Wati menutup wajahku dengan handuk yang dipegangnya.

Aku beranjak malas, aku belum puas bermain bermain dengan payudaranya. Aku menatap Mbak Wati berharap dia menawarkan tubuhnya untuk kunikmati sebelum mandi. Kontolku kembali bangkit tanpa dapat aku cegah.

Mandi dulu, nanti tak kasih memek...! Kata Mbak Wati seperti mengerti apa yang aku pikirkan, terlebih melihat kontolku yang menonjol dari balik celana.
Janji yang membuatku tersenyum senang.

"Iya, Mbak cantik..!" godaku sambil mengelus pipinya yang tidak bisa dikatakan halus, pipi wanita pertama yang aku cium. Pemilik pipi chubby yang mengajariku kenikmatan terlarang yang berkedok ritual. Aku ragu, ini sebenarnya ritual atau sekedar mengumbar nafsu birahi, bagiku sama saja karena kedatanganku justru ingin menikmati tubuh indah Mbak Wati.

Aku berjalan ke kamar mandi. Di depan kamar mandi aku berpapasan dengan Ibu pemilik warung yang tersenyum, entah apa arti senyumnya setelah semalam dia gagal menikmati kontolku.

"Kasian deh, kamu. Gagal ngecrot di memeknya ,Lastri." bisik Ibu pemilik warung sambil meninggalkanku yang tersipu malu mengingat kejadian semalam, kejadian yang tidak pernah kuduga sebelumnya.
Bukannya ibu warung yang gagal menikmati kontolku.

Aku segera masuk kamar mandi yang kecil, kamar mandi sederhana untuk para peziarah yang datang menginap. Belum sempat aku menutup pintu kamar mandi, tiba tiba Lastri muncul, nyerobot masuk kamar mandi tidak menghiraukan keberadaanku.

"Nanti dulu, aku kebelet pipis." katanya, tanpa risih membuka celana di depanku lalu jongkok. Serrr, suara air kencing keluar dari memek Lastri membuatku melihat ke arah selangkangannya, sebagaian air kencingnya mengenai telapak kakiku, terasa hangat. Aneg, aku sama sekali tidak merasa jijik

"Kamu gak malu, kencing di depanku ?" tanyaku menatapnya, berusaha melihat memeknya yang terhalang oleh celana di pahanya.

"Gak Lah, kan semalam kamu udah ngentot memekku..." katanya cuek, karena dia sudah terbiasa memperlihatkan seluruh bagian tubuhnya ke pria yang baru dikenalnya.

"Iya, tapi aku belum ngecrot di memek, kamu." kataku, teringat dengan perkataan ibu warung. Lastri tertawa mendengar perkataanku, dia mengambil air dengan gayung untuk membersihkan memeknya.

petualangan gunung kumkusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang