BAB 12

1.6K 8 0
                                    

"Nama kamu siapa?" tanya gadis cantik itu sambil tersenyum geli mendengar pengakuanku, padahal aku tidak melihat ada yang lucu dengan perkataanku tadi.

"Ujang, kalau kamu siapa?" tanyaku balik bertanya. Rasanya aneh, gadis secantik dia berada di tempat ini.

"Lastri, kamu sudah berapa kali ke sini?" tanya gadis itu kembali bertanya.

"Baru sekali, Las. Kalau kamu di sini mau ritual?" tanyaku lagi seperti sebuah sesi tanya jawab. Kaku dan berkesan formal.

"Aku tinggal di sini, sayang kamu sudah punya pasangan. Kalau kamu datang sendiri, aku bisa jadi pasangan ritual mu, tapi nggak gratis.

"Tolong...tolong.. Jangan Mas...!" suara teriakan Mbak Wati membuat kami semua terkejut.

Tanpa berpikir panjang aku berlari ke dalam kamar tempat Mbak Wati, aku membuka pintu dengan keras dan melihat Mbak Wati masih tertidur nyenyak, tidak ada orang lain di kamar. Ternhata Mbak Wati hanya mengingau, aku menarik nafas lega. Perlahan aku menutup pintu kembali ke depan.

"Ada apa, Mas? Pasti Mbaknya mengigau sehabis perjalanan jauh, capek." tanya ibu warung yang langsung kuiyakan. Aku segera menghabiskan nasi dalam piring yang sudah dingin, dalam sekejap semuanya habis berpindah ke dalam perutku.

Setelah semua isi piring berpundah ke dalam perutku, ternyata ibu warung sjdah tidak ada, tinggal Lastri yang kulihat sedang duduk di teras sambil merokok. Aku membawa gelas kopi ke luar menemanj Lastri, lumayan ada teman ngobrol, terlebih aku sangan penasaran dengan orang yang bernama Pakde Karwo.

"Ko sendirian, Mbak ? Ibu warung ke mana ?" Tanyaku sekedar basa basi karena melihatnya duduk sendirian. Aku merasa aneh dengan keadaanku, biasanya aku paling takut mendekati seorang gadis. Entah kenapa sekarang rasa percaya diriku muncul tanpa kusadari sehingga berani mendekati Lastri dan duduk di sampingnya.

"Ibu paling juga tidur, sudah jam.10 malam." katanya sambil menghisap rokok filter yang sejak tadi dipermainkannya.

"Kamu sendiri kenapa belum, tidur?" tanyaku heran, semalam ini Lastri lebih memilih duduk sendiri di luar sementara sekeliling kami sudah sangat sepi, hanya terdengar suara binatang malam, udarapun semakin dingin saja

"Gak bisa tidur, kangen orang tuaku." jawab Lastri tanpa menoleh ke arahku, dia begitu asik dengan pikirannya sendiri.

"Orang tua kamu tinggal di man?" tanyaku.

"Di Semarang." jawab Lastri singkat.

"Kenapa kamu belum tidur?" tanyaku melihat Lastri yang terus menghisap rokoknya tanpa berhenti, terlihat jelas kegelisahannya.

"Gak bisa, tidur. Biasanya aku tidur jam dua." jawab Lastri, dia bicara tanpa menatap wajahku sama sekali.

"Mbak'e kecapean ritual nikmat, kali, sampai ngigo begitu. Suaranya kenceng banget." kata Lastri. Keceriaannya yang sempat kulihat dan godaannya hilang. Matanya menerawang ke tempat gelap.

"Emang kamu kenal di mana?" Tanya Lastri lagi, tangannya diletakkan di atas pahaku. Seolah hal itu sudah biasa dilakukannya.

"Kami tetangga di Bogor. Suami Mbak Wati teman satu tempat kerja, jualan mie ayam keliling. Kalo Mbak Wati, jualan jamu gendong." aku menerangkan pekerjaanku sambil menatap jemari lentik Lastri yang berada di atas pahaku. Aku ingin memegang tangannya, tapi aku tidak mempunyai cukup keberanian untuk melakukannya.

"Tadinya aku ke sini mau ritual seperti kalian, tapi setelah melakukan tiga kali ritual tanpa menunjukkan hasil, akhirnya aku memilih tinggal di sini, menjual diri untuk mereka yang belum punya pasangan." kata Lastri menarik nafas panjang.

"Maksud kamu, kamu...?" aku tidak berani meneruskan pertanyaanku, takut menyinggung perasaannya.

"Ya, aku jadi PSK di sini." jawab Lastri tenang.

"Maaf..!" kataku merasa besalah.

"Suaminya tau gak, kalian ke Gunung Kemukus, ?" tanya Lastri msngabaikan permintaan maafku, tangannya mengelus pahaku, sebuah godaan yang membuat kontolku mengeras.

"Tau, malah suaminya yang nyuruh, pengen cepet kaya katanya. Mbak sendiri, dari mana ? Pengen cepet kaya, juga ?"Tanyaku berusaha mengabaikan tangan Lastri yang terus mengelus pahaku. Gadis ini PSK, aku gak punya cukup uang untuk mengajaknya ngentot. Lagi pula ada memek gratis yang bisa bebas aku entot, buat apa nyari memek lain yang pastinya akan menguras isi dompetku, padahal aku sudah susah payah mengumpulkannya untuk aku kirim ke Ibuku

Hening, Lastri mempermainkan jarinya, gelisah. Entah apa yang dipikirkannya. Kembali dia mengambil sebatang rokok milikku, aku segera menyalakan korek membantu Lastri menyalakan rokoknya. Lastri menghisap rokok yang sudah terbakar ujungnya, dihembuskannya asap rokok yang langsung buyar diterpa angin. Pemandangan yang sangat menyentuh.

"Jangan panggil, Mbak. Umurku baru 18 tahun. Namaku Lastri, dari Semarang. Sudah 18 bulan aku di sini."jawab, Lastri lirih. Dihisapnya rokok seolah ingin mengusir kegelisahannya.

"Kok kamu bisa ke sini?" tanyaku heran, gadis secantik ini bisa menjadi penghuni lokalisasi tempat ini, melayani para peziarah yang datang untuk memenuhi syarat ritual. Aku mulai meragukan kesakralan tempat ini.

"Aku ke sini gara gara diusir orang tuaku, bingung mau ke mana. Ada yang ngajak aku ke sini.!" kata Lastri kembali menghisap rokok, asapnya menerpa wajahku.

"Cewek apa cowok yang ngajak kamu ke sini?" tanyaku semakin berani bertanya, hal yang tidak pernah aku lakukan. Berbicara berdua dengan seorang wanita. Ini salah satu hasil yang mungkin aku dapatkan dari Gunung Kemukus, sebuah kemajuan. Keberanian yang tumbuh seiring pengalamanku yang bebas menikmati tubuh Mbak Wati tanpa rasa takut.

"Cowok, aku diusir gara gara hamil setelah diperkosa oleh teman temanku." kata Lastri lirih. Dihisapnya rokok yang tinggal setengah batang, seolah asap rokok akan menghilangkan semua keresahan yang membelenggu. Atau rokok dijadikannya pelarian atas semua deritanya.

"Terus...?" tanyaku iba dengan derita gadis cantik yang tiba tiba menyandarkan kepalanya di bahuku seolah dia sedang mencari sandaran yang menopangnya untuk tetap tegak. Sandaran yang tidak didapatkannya dari kedua orang tua yang sudah mengusirnya karena dirinya dianggap aib buat keluarga.

petualangan gunung kumkusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang