BAB 13

1.5K 9 0
                                    

birahiku semakin tidak terkendali.

"Buka celanamu, ya Las..!" kata Herman mendorong tubuhku sehingga aku jatuh terlentang, Herman menarik rok dan juga CDku sekaligus. Gila, aku seperti terhipnotis sehingga aku tidak berusah mencegah apa yang dilakukan Herman.

Bahkan ketika Herman dengan kasar membuka lebar kakiku.

"Herman, mau apa?" tanyaku lemah, tenagaku seperti hilang. Kepalaku terangkat melihat Herman membenamkan wajahnya di selangkanganku. Tubuhku mengejang saat lidah Herman menyentuh memek perawanku, menjilati dengan rakus seperti dia menjilati es cream.

"Hermannnnnn...!" jeritanku terdengar lemah, rasa nikmat membuat tubuhku mengejang tidak terkendali. Hingga aku merasakan sesuatu yang sangat nikmak yang berpusat dari memek membuatku mengejang dan tidak mampu menahan teriakanku yang bisa saja terdengar hingga luar. Tubuhku lemas setelah meraih kenikmatan yang sangat dahsat sehingga tidak menyadaei Herman sudah berada di atas tubuhku.

"Aduhhhhh sakitttt....!" aku berusaha mendorong tubuh Herman, ada sesuatu yang berusaha masuk memekku, terlambat kontol Herman berhasil merobek selaput daraku. Aku tidak pernah menyangka, keperawanan ku hilang dengan cara seperti ini oleh temanku sendiri, bukan oleh pria yang kucintai.

“Man, untung apa lu dapat perawan nya Lastri..!” seru Andi yang kontolnya sedang disepong Dona, dia menatap iri keberuntungan Andi yang mendapatkan perawanku. Perawan yang seharusnya kuserahkan kepada suami atau kekasihku. Benar benar biadab pria yang sedang memompa memekku, kontolnya bergerak semakin cepat seiring dengan rasa nikmat yang membuat tubuhku menggeliat.

“Enak Las ngentot?” tanya Dona yang menungging sementara Andi mendapatkan jatah ngentot memeknya sementara Parto berganti posisi kontolnya disepong Dona, benar benar maniak temanku itu padahal usianya baru 15 tahun.

“Aduhhh, sakitttt..!” kataku berbohong, aku malu mengakui di hadapan mereka bahwa aku sedang menikmati sodokan kontol Herman yang semakin cepat, memekku yang sudah sangat basah mempermudah gerakkan kontol Herman.

Mendengar rintihan kesakitanku, Herman semakin mempercepat ebtotannya sehingga terdengar bunyi yang menurutku lucu dari memekku yang sangat basah.

“Akkku kelllluar...! “ teriak Herman, pinggulnya menekan kuat diiringi semburan panas dari kontolnya membuatku meraih orgasme yang membuat tubuhku mengejang.

***†***

“Apa, kamu hamil? Anak kurang ajar, bikin malu orang tua...!” teriak ayahku marah, sebuah tamparan mendarat telak di pipiku yang halus membuatku terpelanting jatuh.

“Ayah, jangan...!” teriak Ibuku berusaha menghalangi ayahku yang akan kembali menamparku.

Aku menangis terisak isak, kejadian 7 minggu yang lalu di rumah Dona membuatku hamil. Aku tidak menyangka, ayahku akan semarah ini. Tadinya aku berharap, ayah akan menmaksa salah satu diantara tiga temanku yang sudah menikmati memekku dan menumpahkan pejuh mereka di memekku untuk bertanggung jawab

“Pergi kamu anak jadah dan jangan pernah kembali ke rumah ini...!” teriak ayahku seperti bunyi petir yang menyambar tubuhku. Aku terpaku, menatap ibu, meminta pertolongan darinya, tapi gelengan lemah ibu membuatku sadar, ibu tidak pernah berani menentang keputusan ayah.

Setelah berkemas, aku meninggalkan rumah dengan membawa uang pemberian ibu, uang terahir yang aku terima darinya. Sesampainya di halte bus aku terdiam tidak tahu harus pergi ke mana, tanpa dapat kutahan, aku menangis terisak isak. Tangisanku menarik perhatian seorang ibu yang kebetulan sedang menunggu bus.

“Ada apa, nak? Mungkin ibu bisa membantu.!” Kata wanita paruh baya itu bertanya dengan suara lembut membuat tangisanku semakin kencang, meratapi penderitaanku.

Setelah puas menangis, aku menceritakan apa yang sudah terjadi padaku, beruntung ibu itu bersedia membantu dan memberiku tumpangan di rumahnya hingga aku melahirkan, dan saat ibu dan suaminya mau mengadopsi anakku karena aku mereka tidak mempunyai anak, aku memberikan anakku untuk mereka adopsi. Aku masih terlalu muda untuk merawat dan membiayai seorang bayi.

Setelah puas menangis, aku menceritakan apa yang sudah terjadi padaku, beruntung ibu itu bersedia membantu dan memberiku tumpangan di rumahnya hingga aku melahirkan, dan saat ibu dan suaminya mau mengadopsi anakku karena aku mereka tidak mempunyai anak, aku memberikan anakku untuk mereka adopsi. Aku masih terlalu muda untuk merawat dan membiayai seorang bayi.

_____________________

Aku terdiam, malang sekali nasib gadis cantik ini. Ragu ragu aku merangkul pundaknya, berusaha memberinya kekuatan. Memberikan keyakinan bahwa akan ada yang akan menolongnya dengan ikhlas, suatu saat nanti. Lastri menoleh ke arahku, tersenyum pahit. Matanya berkaca mengenag kejadian pahit yang kembali terusik olehku.

"Aku dengar cerita dari mereka tentang Gunung Kemukus, mereka dulu pernah ritual disini hingga akhirnya usaha mereka sukses. Makanya aku pun tertarik melakukan ritual agar kehidupanku menjadi lebih baik. Dengan diantar oleh bapak yang menampungku selama hamil. Tentu atas persetujuan istrinya, kami melakukan ritual sebanyak tiga x Jum" at Pon dengannya dan tidak menunjukkan tanda tanda kehidupan menjadi lebih baik lagi, aku malah dijadikan budak nafsu olehnya, waktu bapak itu ngajak aku nikah jadi istri mudanya, aku menolak dan memutuskan untuk tinggal di sini. Jadi pelacur mungkin lebih baik daripada mengkhianati orang yang sudah menolongku." Aku terdiam mendengar kisah Lastri. Keputusan yang kuanggap ngawur, bukankah tidak ada larangan berpoligami dan itu lebih terhormat dari pada menjadi pelacur.

"Kok kamu bisa tinggal di sini?" tanyaku mulai penasaran dengan apa yang dialami Lastri.

"Ibu yang menawariku tinggal di sini. Cewek yang mangkal di sini kebanyakan mereka tadinya peziarah juga, lama lama mereka jadi penghuni di sini." jawab Lastri. Matanya kosong.

"Maksudnya?" tanyaku heran dan tidak begitu mengerti dengan apa yang dikatakan Lastri.

"Awalnya kami datang untuk suatu hajat, tapi setelah beberapa kali datang dan tidak menunjukkan hasil seperti yang kami inginkan, akhirnya kami tinggal di sini. Para pemilik warung di sini biasanya akan membujuk para peziarah wanita yang masih muda untuk menetap di sini dengan dalih agar semua hajat mereka cepat tercapai." jawab Lastri menoleh ke dalam warung, sepertinya dia takut ibu pemilik warung mendengar apa yang baru saja dikatakannya.

"Och, begitu." kataku tidak tahu harus berkomentar apa.

"Mas harus menjaga Mbaknya selama di sini, jangan sampai kena bujukan Ibu warung sehingga dia menjadi penghuni di sini, jadi PSK seperti aku." bisik Lastri di telingaku sehingga aku bisa merasakan nafasnya menerpa wajahku.

"Kok bisa begitu?" tanyaku heran dengan apa yang dikatakan oleh Lastri.

"Percayalah, begitu ada kesempatan Ibu warung akan mendekati Mbaknya dan membujuknya untuk tinggal di sini, macam macam alasannya. Inti bujukannya agar warung ini mempunyai anak buah wanita sehingga selalu ramai." jawab Lastri.

"Lalu kenapa kamu mau dibujuk tinggal di sini?" tanyaku heran.

"Karena hidupku sudah hancur, biarlah semakin hancur." jawab Lastri terdengar putus asa.

Hening, aku iba dengan nasib Lastri, gadis muda yang harus mengalami nasib buruk padahal wajahnya cukup cantik apalagi lesung pipit di kedua pipinya membuatnya semakin cantik saat tersenyum dan tertawa, kulitnya putih dengan tubuh mungil, mungkin dia primadona di sini. Aku menyalahkan keputusannya menjadi pelacur dari pada menjadi istri muda.

petualangan gunung kumkusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang