14. Chat

98 17 6
                                    

Rigel masuk ke basecamp, mendapatkan tatapan aneh dari teman-temannya. Rigel yang di lihat begitu menoleh kebelakang takutnya ada orang lain yang berdiri dibelakangnya yang menjadi pusat. Kosong. Berarti feeling Rigel benar bahwa dialah yang memang menjadi titik pusat saat ini.

"Kenapa bang?" Tanya Rigel menggaruk tengkuknya. Antara malu karena diliatin dan dia tak tau habis melakukan kesalahan apa sampai-sampai ditatap sebegitu lamanya oleh semua orang.

Semuanya menoleh kembali melanjutkan aktivitas mereka seolah tak pernah ada adegan tadi. Rigel yang melihatnya bergidik ngeri, memilih santai berjalan ke ruang yang bisa disebut dapur untuk membuka kulkas dan mengambil minuman dingin.

"Darimana lo? Tumben telat? Biasanya lo yang start pertama" Bara bertanya dengan dinginnya.

Melihat aura Bara sejujurnya Rigel bergidik ngeri. Memang tatapannya sangat menusuk. Apalagi dia berdiri di dekat kulkas sambil bersedekap dada.

"Kata Raja lo bolos ya?" Lanjut Bara

Rigel menatap Kiano dan Zeus, seolah minta jawaban kepada mereka. Namun gelagat yang Kiano dan Zeus tunjukan hanya melirik kanan kiri dan sedikit menggeleng.

"Iya bang" Rigel.

Kiano dan Zeus menghembuskan nafasnya, apa Rigel jadi bodoh sampai tidak paham dengan sinyal Kiano dan Zeus.

"Ngapain lo? Bolos kemana? Kenapa sampe nggak ngajak kita" Raja giliran bertanya.

Rigel tersenyum.

"Gue bolos kerumah, pulang, capek, pusing, abis TM gaada yang mau" Rigel menjawab Raja.

Raja terkekeh, mengingat dirinya menolak sangat kalau Rigel menunjukan nya untuk TM siang tadi.

"Gada yang mau tanya lagi?" Rigel memastikan.

Semuanya fokus kepada kegiatan mereka yang mana jelas Rigel tau jawabannya, tidak.

Pemuda itu berjalan menghampiri Kama yang duduk bersama Gibran dengan santai. Tak bermain apa-apa hanya duduk memantau yang lain saja.

"Bang" sapa Rigel setelah duduk di samping Kama.

"Oi" Kama menyaut.

"Toko gitar yang bagus-bagus, rekomendasi in dong" Rigel.

"Mo beli gitar lo?" Gibran.

"Ya menurut lo aja bang" Rigel.

"Gue g tau alamatnya, di jalan ke kampus gue ada tuh, gue langganan kesana juga kalo gitar gue rusak" Kama.

"Yah" Rigel.

"Butuh banget?" Gibran.

Rigel mengangguk pelan.

"Besok deh gue share lock aja, gue kan lewat tuh" Kama.

"Serius bang?" Rigel antusias.

"Iya" Kama.

"Makasih bangggg" Rigel tanpa aba-aba memeluk Kama. Dipeluk tiba-tiba oleh Rigel, Kama jadi geli dan berusaha menyingkirkan tangan itu dari genggamannya.

***

Shaula berdiri memegang tali tasnya, mengadah keatas dengan kekaguman. Matanya menelusuri setiap sudut ruangan dengan sangat cermat. Dinding tembok berwarna coklat dengan desain kayu klasik dan ada juga tembok polos berwarna putih yang mana semuanya di pajangi banyak sekali model dari benda yang Shaula cari.

Shaula menyentuh beberapa benda yang ada di bawah. Sedikit memetikan senarnya untuk iseng semata.

"Mas Gitar yang bagus yang mana ya?" Tanya seorang pemuda yang sudah berdiri di depan meja kasir.

Shaula's StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang