.
."Kita bisa apa?"
Gyani mengerutkan kening dan menarikan jari telunjuk di depan muka. "Lo nanya gue, Kak?"
Marvin berdecak. Tatapannya dia buang ke arah tong sampah tiga warna di depan parkiran sana. Gyani tidak terlalu khawatir dengan ekspresi Marvin sekarang yang memang lagi uring-uringan mencari keberadaan Jawad dan Wita, tapi perempuan itu justru cemas pada kedua teman sedivisinya tersebut.
Berkali-kali Gyani dan Marvin mencoba menghubungi keduanya atau pergi menuju jurusan mereka, tapi hasilnya nihil. Baik Jawad maupun Wita tidak menghadiri kelas hari ini.
Selain itu, Gyani juga memikirkan nasib Nanda yang harus menandatangani absennya karena ia tiba-tiba diculik oleh Marvin pagi ini dan berakhir di kantin Fakultas Teknik. Iya, fakultas yang lumayan jauh dari gedung kuliah mereka berdua.
"Sorry, gue panik."
"Kalo lo panik, gue juga ikutan panik!"
Marvin mengembuskan napas hingga permukaan secangkir kopi miliknya bergetar akibat embusan itu setelah mendengar perkataan sang gadis.
"Trus kita nyari di mana lagi?"
Gyani mengedikkan bahu. "Gimana kalo kita nunggu mereka muncul aja bentar sore?"
"Justru gue ragu mereka berdua bakalan datang bentar untuk radiv. Gue tau itu beneran berat banget buat Wita. Kejadian kemarin benar-benar," Marvin menggantungkan perkataannya sebentar sambil berpikir, "bikin trauma ...."
"I know," ucap Gyani lalu menyesap es teh. "Gue malah kepikiran buat laporin ini ke Dekan—"
"Gue juga mikirnya kayak gitu. Tapi, kalo kita nggak dengerin Wita dulu, kita nggak bisa maen lapor-lapor aja," sergah Marvin cepat.
"Iya juga, sih," kepala Gyani mengangguk-ngangguk, "tapi omong-omong, kenapa lo ngajak gue cabut ke sini, sih, Kak?"
Pertanyaan itu sukses membuat Marvin yang duduk di hadapan Gyani pun menggaruk tengkuk. "Nggak tau juga. Ngikutin kata hati aja, sih."
Mata Gyani sontak memincing dan menarik satu sudut bibir ke atas, tanda-tanda curiga lahir batin. "Ohhh jadi maksud lo di hati lo cuma ada gue gitu, Kak?"
"Iya ... eh, maksudnya nggak." Marvin menggeleng cepat membuat Gyani melipat bibir ke dalam, berusaha menahan tawa. Ternyata menggoda Marvin lumayan menyenangkan!
"Dahlah, Ni, mau makan apa lo? Pesen aja!"
Seketika mata Gyani membulat. Yaaa siapa juga yang tidak tertarik makan di kantin Fakultas Teknik yang memang menyediakan beragam makanan. Banyak yang bilang kalau di sinilah pusatnya kuliner kampus Neo. Selain beragam, rasanya murah dan enak banget. Cocoklah buat mahasiswa hemat biaya seperti Gyani.
"Kalo gitu gue pesen dulu. Lo mau apa, Kak?" tanya Gyani.
"Samain aja."
Bergegas Gyani memesan dua soto ayam, gratis dua air mineral dingin dari abangnya karena Gyani dan Marvin menjadi pembeli pertama mereka pagi itu. Itung-itung bawa rejeki!
KAMU SEDANG MEMBACA
DIVISI [✓]
Fiksi Penggemar[COMPLETED - NCT DREAM x æspa] Bagi Gyani, menjadi seorang panitia di acara kampus adalah makanan sehari-harinya. Ia yang selalu tergabung sebagai panitia divisi konsumsi atau publikasi membuatnya semakin percaya diri untuk terlibat dalam NEO Field...