20. Penuh Kejutan

572 74 13
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.

Sore itu, Gyani yang memeluk diktat kuliah sambil menundukkan pandangan pun berjalan lambat menuju sekre BEM. Dia telah mendapatkan informasi bahwa seluruh panitia diharapkan berkumpul dengan divisi masing-masing sebelum bergerak menuju lapangan sepak bola di belakang gym.

Dari perkataan para panitia di grup besar, ada sedikit kekhawatiran yang tersemat di sana. Pasalnya, malam ini akan digelar pertandingan cabang olahraga sepak bola antara Fakultas Teknik dan Pertanian, di mana keduanya dikenal tidak berada dalam situasi yang dingin untuk beberapa tahun terakhir.

Sedikit berjaga-jaga, panitia mengerahkan hampir seluruh petugas keamanan kampus dan resimen mahasiswa untuk pertandingan yang digelar pukul 19.00 ini.

"Hayo ... melamun aja nih," ucap Kirana yang tiba-tiba mengejutkan Gyani dari belakang. Kirana menyapa bersama Wita dan Cici.

Melihat ketiga teman divisinya tersebut, senyum Gyani seketika mengembang. Mereka berempat akhirnya berjalan beriringan menuju sekre BEM yang tinggal beberapa meter di depan sana.

"Bentar malam keknya panas banget deh," ujar Cici dengan sedikit berhati-hati.

"Takutnya ada bentrokan." Kali ini perkataan Wita membuat Gyani, Kirana, dan Cici langsung menoleh ke ujung kiri, ke posisi Wita dengan mulut ternganga.

"Nggak ada filternya emang," kata Kirana sambil menunjuk Wita dengan jempol membuat perempuan itu hanya tersenyum penuh kemenangan.

Gyani menggeleng. "Nanti kalo ada mahasiswanya yang denger gimana? Lo mah ...."

"Nggak usah takut kali, Kak. Nggak ada yang dengerin ini," lanjut Wita.

Dalam waktu singkat, mereka akhirnya tiba di pintu utama sekre. Ada suatu hal yang aneh, sebab seharusnya jam segini para panitia sudah mondar-mandir. Nyatanya mereka justru berada di dalam ruangan masing-masing.

Cici sempat menoleh sedikit pada pintu ruangan PDD yang tidak tertutup rapat dan melihat bahwa mereka sedang bercerita sambil meminum kopi dan makan kudapan ringan, seperti kue tradisional.

"Enak banget dah pada makan kue," bisik Cici seraya berjalan mengejarkan kembali langkahnya dengan ketiga perempuan tersebut.

Tak butuh waktu lama hingga akhirnya mereka tiba di depan ruangan Logstran. Wita lantas memutar tuas pintu dan seketika pemandangan di dalam ruangan membuat mereka berempat membulatkan mata. Bukan, itu bukan seperti adegan di sinetron perselingkuhan.

Hanya saja....

"Woi, siapa yang bawa tumpeng?!" teriak Kirana antusias. Ia bahkan menepuk tangan berulang kali dan tersenyum lebar pada semua laki-laki yang berada di ruangan itu.

"Kak Marvin," jawab Juan sambil menunjuk dagu pada orang yang berdiri dengan kedua sudut bibir terangkat tersebut. Marvin bahkan melipat tangan di dada seraya menaik turunkan kedua alis bangga, seperti iya-dong-itu-gue.

DIVISI [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang