20 : Belahan Jiwa Bunda

1.1K 96 3
                                    

"Kondisi Freya tiba-tiba kritis, Bun. Dan sekarang dia lagi manggil nama Bundaa.."

Tubuh Chika seketika lemas mendengar kabar dari Chrisry jika kondisi Freya kritis mendadak. Matanya berkaca-kaca, mulutnya ia tutup dengan tangan kirinya.

"Kak? Beneran?"

"Iyaa.. Bunda. Kakak gak bohong, dia memanggil nama bunda berkali-kali,"

"Bundaa.."

"Bundaa,"

"Freya udah gak sanggup, Bunda."

Terdengar suara Freya dengan nada lemah memanggil 'bunda', Chika semakin tak tega mendengar suara seberang sana. Freya terdengar juga sedang menangis.

"Yaudah. Bunda sama ayah langsung ke sana ya?"

"Cepetinnn."

"Iya iyaa. Assalamualaikum." Chika langsung mematikan ponselnya. Ia sangat panik sekaligus khawatir. Ayden sempat kebingungan dengan gelagat Chika.

"Kamu kenapa?" Ucap Ayden sembari menggendong Nara.

"Freya." Balas Chika. "Kondisinya tiba-tiba kritis. Dia udah nyari aku, Mas. Aku buru-buru jadinya.

"Hah?!" Ayden terkejut bukan main saat mendengar kondisi Freya kini. "Bener?"

"Ya Iyalahh!!" Seru Chika.

"Astagfirullahaladzim.." Ayden ikut khawatir. "Aku nitip Nara ke baby sitter habistu aku langsung ke garasi buat nyalain mesin mobil. Kamu langsung ke bawah." Chika mengangguk. Ayden beranjak cepat dari kamar itu, ia menitipkan Nara ke baby sitter dan berjalan cepat ke arah garasi untuk menyalakan mesin mobil.

Pikiran Chika dan Ayden sudah campur aduk, memikirkan kondisi Freya juga.
Mata Chika tak kuasa menahan air mata, air matanya menetes saat di perjalanan.

"Mas. Aku takut,"

"Takut Freya pergi.." sambung Chika. "Dia kemaren sempat bilang pengen pergi dan nyusul ayah kandungnya.

"Banyakin berdoa ya? Aku khawatir banget sama kondisi dia sekarangg.." Chika bersender di bahu Ayden perlahan.

"Iyaa."





***















Di rumah sakit.
Farel sedang berusaha menenangkan Freya yang sedang menjerit tak kuasa menahan rasa sakitnya. Farel menggenggam tangan Freya erat. Beberapa tubuh Freya sudah terhubung dengan alat asing, termasuk monitor detak jantung dan selang oksigen hidung. Ada juga Christy dan Jessi yang ikut menenangkan Freya, bahkan Christy dan Jessi lebih dulu meneteskan air mata.

"Kakak.." Freya menangis sejadi-jadinya.

"Kamu pasti bisa bertahan Sayang." Setelah menahan air mata untuk tidak keluar, akhirnya Farel menetes kan air matanya.

"Aku udah gak kuatt.."

"Jangan seperti itu. Kamu pasti bisaa.."

"Gak.. aku gak bisaa,"

"Aaa.. bundaa, Ayahhh.."

Farel mencium punggung telapak tangan Freya. Ia sudah mulai pasrah tentang keadaan Freya kini. Tubuh Freya semakin bergetar dengan hebat, diri Freya sendiri susah sekali untuk mengendalikan tubuhnya.

Tak lama. Akhirnya Chika dan Ayden datang dengan keadaan terburu-buru. Chika langsung menghampiri Freya, kedua mata Chika sudah mulai membengkak.

"Farel? Permisi. Tante butuh menenangkan Freya." Chika mengusap pundak Farel. Farel menoleh ke arah Chika, ia beranjak dari kursi yang ia duduki dan genggaman nya ia lepas.

Belahan Jiwa [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang