4. empat.

522 39 8
                                    


"Kabarin ya kalau udah sampai."

Perempuan berambut pendek itu mengangguk, tangannya melambai penuh semangat dengan senyum lebar. "Bye, bubub!" serunya sebelum memasuki taksi.

Bas membalas lambaian tangannya, senyumnya lenyap bersama keberadaan Agnes yang menghilang dari pandangan. Dalam hati berpikir, sebenarnya untuk apa dia melakukan ini?

Satu pergi, yang satu tahu-tahu sudah berdiri di belakangnya sembari bersedekap dada.

"Mau minta apa?" Bas menaikkan sebelah alisnya.

Dhara mendengus, perempuan yang sekilas mirip dengan Gry itu menatap tunangannya dengan kesal. "Kenapa belum putusin dia?" tanyanya.

Bas mengedarkan pandangannya, kemudian merangkul Dhara agar pembicaraan mereka tidak terdengar oleh orang lain. "Lo bukan Gry, jangan nyuruh gue," jawabnya.

Perempuan itu mendesah kesal.
"Gue tunangan lo."

"Terus?"

"Gue capek, Bas. Ayo putus aja!" serunya sembari memikirkan lengan Bas di pundaknya.

Pemuda jangkung itu menarik sudut bibirnya, mendorong tubuh Dhara ke pojok dan membisikkan sesuatu di telinganya. "Ah yang bener? Yakin bisa lepas dari gue?"

Jemari Dhara saling meremas, merinding. "Sebenarnya tujuan lo apa sih?"

Menjauhkan tubuhnya, Bas mengusap rambut sembari berdecih. "Bukannya ini menguntungkan lo? Daripada jadi ayam kampus, bukannya lebih enak jadi mainan gue?" setelah mengatakannya, Bas pergi tanpa peduli lagi.

Memang menguntungkan, tapi menghancurkan hatinya setiap hari.

Sebelum menjadi seperti iblis, Bas pernah menjadi malaikat untuknya, mengulurkan tangannya dalam kegelapan, mendekapnya dengan segala tipu daya yang membuat Dhara akhirnya terjebak dalam hubungan menyakitkan ini.

Semuanya perangkap, Dhara sudah menyadarinya.

***

"Adikmu belum bayar SPP, kamu hubungi Gry sana, minta uang." Bunda memukul lengan Dhara yang hendak mengambil telur dadar untuk kuahnya. "Itu buat adik-adikmu!"

Dhara membuang napas, jika tahu bertahan hidup membuatnya semenderita ini, dia berharap mati saja waktu dulu.

Kenapa juga Bunda membesarkannya untuk turut merasakan penderitaan yang perempuan itu rasakan?

Dia merasa hidupnya tidak adil. Bukankah Gry juga bagian dari mereka? Tapi kenapa anak itu tidak merasakan penderitaan sepertinya?
Mengapa semua orang menyayangi Gry? Mengapa Gry hidup nyaman dan bahagia tapi dia tidak?

"Atau minta sama tunanganmu," imbuh Bunda.

Dhara meletakkan piringnya, menciptakan dentingan yang cukup kencang. "Bun, terus harga diri Dhara mau ditaruh dimana?" tanyanya.

"Segala mikirin harga diri. Kamu kan anak pertama, dari awal Bunda nyuruh kamu kerja biar bisa bantu perekonomian keluarga, bukan kuliah dan habisin uang!"

"Emang bunda pernah keluarin uang buat pendidikanku? Setidaknya jangan bunuh mimpi aku!" Dhara mendesis sebal. Dia kemudian berdiri tanpa menyentuh lagi nasi dan tempe di meja. Masuk ke kamar tanpa mendengarkan bunda yang mencaci makinya.

Ara: Dhar, karaokean yuk?

Liona: kapan-kapan kita nongkrong di rumah lo dong, sekali-kali.

Alena: cok, mau ikut kembaran jaket bareng nggak? Cuma 500k.

Perempuan itu membuang napas, menarik rambutnya frustasi.

Dhara berhasil masuk kuliah dengan beasiswa, dia pikir hanya akan berangkat, belajar dan mengerjakan tugas saja, semuanya sanggup dia jalani, yang membuatnya tidak sanggup cuma satu, yaitu gaya hidup.

Dia tidak bisa mengatakan kepada teman-temannya jika dia miskin dan tidak mampu mengikuti yang lainnya yang selalu mengutamakan fashion dan memakai hp mahal.

Kehadiran Baskara memang cukup membantu, dia seperti 'sponsor' di baliknya.

Semuanya kacau, mimpi-mimpinya terlupakan, dan dia kehilangan arah hidupnya.

"BAGUS YA KAMU, UDAH MISKIN, MASIH AJA MABUK-MABUKAN! SINIIN UANGNYA!"

"BERISIK, MATI AJA KALIAN SEMUA!"

Suara barang-barang terlempar kembali terdengar memecah gendang telinganya. Dua adiknya berlari ketakutan memasuki kamar Dhara. "Mbak, ayah pulang ngamuk lagi."

Dhara diam saja, membiarkan adik-adiknya meringkuk saling berpelukan, perempuan itu justru memainkan tab sembari menyumpal telinganya dengan headset.

Muak.

Sejak ayah terlilit hutang karena selalu kalah bermain judi, hidup semakin terasa seperti neraka. Herannya, hubungan mereka yang semakin tidak sehat justru melahirkan anak-anak baru bukannya bercerai.

"Mbak...."

"Berisik!" seru Dhara seraya membanting ponselnya.

***

"Maskernya dipakai."

Gry cuma bergumam malas.

"Jangan lupa topinya." Bas memakaikan topi di kepala Gry hingga menutupi setengah wajah perempuan itu, kemudian mengecek list belanja yang sudah dikirimkan oleh Akash.

"Gue bukan artis papan atas, Bas!" Protes Gry karena menganggap Bas selalu berlebihan. Kenapa sih dia selalu mengatur hidupnya?

"Daripada gue colok mata cowok-cowok yang lihatin lo, Kan?"

"Sinting!"
Gry keluar dari mobil dengan membanting pintu, kakinya melangkah meninggalkan Baskara yang sedang membuka sabuk pengaman.

Kenapa juga memaksanya ikut kalau di sini tidak boleh dilihatin siapa-siapa?

Kaki panjang Bas membuatnya mudah menyusul Gry, pemuda itu melingkarkan lengannya di leher Gry, tanpa peduli sang adik yang sudah marah-marah karena berat.

"Kita ke sayuran dulu kali, ya?" Bas bergumam.

"Harusnya lo sama kak Akash aja!"

"Ogah ah masa cowok sama cowok?"

"Dia kembaran lo pea!" balas Gry tidak habis pikir.

Soal perlengkapan dapur, memang Akash yang mengatur, cowok itu juga yang kerap memasak untuk keluarga, kalau Bas bagian yang menghabiskan makanan.

Saat sedang memasukkan sayuran, dering ponsel Bas membuat cowok itu menjauhkan diri. Untuk beberapa menit, Gry lega karena daritadi merasa seperti Ketempelan setan.

"Gry, ya? Lagi belanja?"

Gry berjengit kaget. "Iya, Kak. Lo lagi belanja juga?"

Cowok bertubuh tinggi itu menunjuk wanita yang berdiri beberapa meter darinya. "Nganter nyokap, lo sendiri sama siapa?"

"Sama gue." Sepasang matanya menatap cowok itu angkuh.

"Oh sama kakaknya." Dia mengangguk-angguk, sesuai rumor yang beredar, sebaiknyacari aman saja.

"Siapa?" tanya Bas penuh intimidasi. "Akrab sama dia?"

"Nggak," jawab Gry malas.

"Siapa?" Bas bertanya ulang. "Lo pakai masker dan topi aja tetep dikenali, mustahil kalau lo nggak dekat dia."

"Temen gue."

"Ada hubungan apa?"

Kesabaran Gry sudah diujung tanduk. Perempuan itu menginjak kaki Bas penuh emosi.
"Gue bilang temen, sat bangsat!"

"Jangan temenan sama cowok."

"Siapa sih lo ngatur gue!"

"Kakak yang paling lo sayangi."

Bersambung.

Minal aidzin wal Faizin, semuanya 🌸

Semoga kalian nggak lupa sama cerita ini wkwk.

See you next chapter 💓

SAMAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang