3. tiga

570 37 9
                                    

"Maaf, gue gabisa jadi pacar lo."

"Gausah sok cantik lo udik!"

Gry memejamkan mata ketika tubuhnya terdorong hingga punggungnya membentur bangku. Kegaduhan yang tercipta berhasil menarik perhatian satu kelas hingga kelas lain ikut berdatangan. Remaja berseragam acak-acakan itu mendekatkan telunjuknya ke kening Gry. "Sekarang lo mungkin udah kaya, tapi gue tau. Dulu lo cuma anak miskin yang sekolah sambil jual gorengan di pinggir jalan! Sebelum lupa, mending lo sadar diri kalau lo cuma anak pungut!"

Dia tidak tahu darimana anak itu tahu tentang masa lalunya, tapi semuanya memang sebuah kebenaran.

"Terus kenapa?" tanya Gry tenang, perempuan dengan rok biru itu mencengkram lengan cowok di depannya, sementara kakinya bergerak menendang tulang keringnya hingga sang cowok menggeram tidak terima.

"Anjing lo!" umpatnya.

Gry sudah siap kena pukul sebab anak-anak lainnya memilih berteriak panik alih-alih menghentikan, tapi sebuah tendangan melesat secepat kilat sebelum kepalan tangan cowok itu mengenainya.

Semua orang semakin berteriak panik.

Akash melonggarkan dasi, dia menatap bengis ke bawah yang  mana ada orang asing yang berani melukai sang adik. "Nama lo?" tanyanya.

Tidak ada jawaban, Akash mendengarkan pandangannya. "Kasih tau gue siapa namanya!" serunya lantang.

Siapa yang tidak takut dengan Akash? Beberapa orang bahkan menjulukinya sebagai preman karena suka tawuran.

"A-alden, Kak." Salah seorang gadis menjawab takut.

"Oke."
Membuang napas, Akash menjauhkan tubuhnya, tatapannya berporos pada sang adik yang diam dengan wajah datar.
Seketika tatapannya melunak. "Mau pulang?"

Alih-alih menjawab, Gry justru salah fokus oleh keberadaan Baskara yang entah sejak kapan sudah berdiri di tengah-tengah pintu dengan senyum miring.

"Gry?" interupsi Akash.

Perempuan itu menggeleng. "Gry gapapa, Kak!" ucapnya sebelum melangkah keluar kelas.

"Mau ke mana?"

"Toilet," jawabnya tanpa menghiraukan anak-anak yang menatapnya.

Di perjalanan menuju toilet, Baskara mencegat, berbeda dengan Akash yang marah dan khawatir, cowok itu justru tersenyum sembari menepuk-nepuk kepalanya. "Pinter, tapi nolaknya kurang sadis."

Kepala Bas menunduk, meneliti wajah Gry dengan seksama. "Mana yang luka?"

"Nggak ada."

"Tadi namanya siapa? Alden?" Bas mengangguk-angguk kecil, sudut bibirnya tertarik. "Gue tandain," imbuhnya sebelum melambaikan tangan.

Setelah hari itu, Alden tidak pernah menampakkan batang hidungnya di sekolah, beberapa hari kemudian dikabarkan pindah.

Masa-masa SMP dan SMA benar-benar buruk karena dia satu sekolah dengan Bas dan Akash. Satu tahun berhasil memberi peringatan orang-orang yang berani mendekatinya.

Gry tidak pernah pacaran karena cowok-cowok takut dengan Akash dan Bas, dia juga disuruh galak kepada semua cowok, tapi semakin dewasa, Gry merasa menuruti perintah Bas tidak ada gunanya.

Makanya setelah memasuki dunia perkuliahan, Gry memilih tidak mendengarkannya lagi, perempuan itu mulai akrab dan ramah, menjadi kecentilan dan memancing amarah Bas lebih seru ternyata.

***

"Udah siapin bahan presentasi?"

Pertanyaan Sheyra membuat Gry membuka tasnya, mencari flashdisk untuk dia cek sekali lagi, tapi ketika dia membukanya, gambar-gambar menyilaukan mata justru yang terpampang di monitor. Gry dengan panik menutup laptop setelah mencabut flashdisk. "Bas tai!" umpatnya.

SAMAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang