24. Dua puluh empat

77 9 7
                                    

Sejatinya Akash memang terkenal sangar dari dulu, jadi meskipun di internet pada koar-koar menghujatnya, tapi di kampus tidak ada satupun yang berani menyinggung.

Hari ini ekspresinya terlihat lebih menyeramkan dari biasanya, ditambah lagi dia memakai haori Draken dari anime Tokyo revengers atas saran Gry, lebih baik daripada harus memakai jubah Akatsuki pilihan Bas.

Cowok itu berjalan tanpa ekspresi, meksipun tidak terang-terangan, tapi Akash tahu banyak yang berbisik membicarakannya.

"Kok telpon gue ga diangkat, Cok?"
Tiba-tiba saja Jerry menarik bahunya dari belakang, memaksanya berbalik dengan kasar.

Akash kontan membuang muka.

Jerry melihat sekelilingnya, kemudian menghela napas. "Lo sengaja hindari gue?"

"Jer—"

"Gausah merasa bersalah apalagi malu lah, Cok! Lo kenal gue dari kapan sih?" tanyanya dengan nada yang cukup tinggi, sukses membuat beberapa orang yang ada di sekitarnya menoleh dan menyimak.

"Sorry ...." Akash malu, benar. Dia merasa semuanya semua kekacauan yang terjadi adalah salahnya.

Jerry mengusap rambutnya, seperti bukan Akash yang biasanya. Teman-temannya yang lain meledek, pacarnya mencurigainya, tapi bukan berarti Akash harus disalahkan.

Lagipula semuanya tidak benar.

Dia akan mencari siapa yang menyebarkan berita konyol itu, lalu membersihkan semua kekacauan ini.

"Sans lah, biasa netizen suka gorengan anget. Ntar juga bakal ilang sendiri." Cowok berkaos putih itu menepuk-nepuk keras pundak Akash. "Level pertemanan sejati cowok kan kalau sampai dikira geh."

"Anjing." Sudut bibir Akash tertarik, dia menyingkir lengan Jerry dan berjalan mendahuluinya untuk menemui dosen pembimbing.

***

Otot-otot di lengan Akash menonjol meski dia hanya memegang ponsel, beberapa kali bibirnya mengeluarkan umpatan-umpatan kasar, mungkin jika lepas kendali, ponsel di genggamannya akan remuk tak berbentuk.

Cowok itu duduk di bangku tanpa sadar bahwa beberapa kali mendapatkan tatapan aneh dari mahasiswa yang berseliweran.

"Ini komen-komen kapan tenggelamnya anjing!" gerutunya.
Bukan Bas kalau terlihat cuek tapi sebenarnya memikirkan penuh kembarannya.

Semalam saja dia tidak tidur karena sibuk melaporkan berita-berita dan komentar jahat, memberikan komentar positif pakai banyak akun bodong supaya komentar negatif lainnya tenggelam.

"Kayaknya orang yang bikin berita sampah ini cari mati," gumamnya.

Secara tidak sengaja, saat ekor matanya melirik ke suatu arah, Bas melihat Dhara berjalan tergesa-gesa. Harusnya sih Bas tidak peduli, tapi insting menyuruhnya untuk mengikuti perempuan itu secara diam-diam.

Tidak terlalu diam-diam juga sih, tapi sepertinya memang Dhara sedang memikirkan sesuatu di dalam kepalanya, padahal kalau sadar, perempuan itu pasti langsung mengenali bau parfum Bas yang memang sudah menjadi ciri khas.

Dalam rasa penasarannya yang menggebu-gebu, Bas menciptakan jarak dan menyembunyikan tubuhnya di balik tembok ketika melihat siapa yang menghampiri tunangannya.

Sepasang matanya menyipit tajam, memastikan jika laki-laki yang bersama Dhara memang Akash, saudaranya.

Mereka berbicara sebentar sebelum akhirnya Dhara melangkah lebih dulu dan diikuti Akash di belakangnya.

***

Akash memperhatikan setiap pergerakan gelisah dari perempuan di depannya, sudah dari beberapa menit yang lalu mereka duduk berhadapan, Dhara bilang ada yang ingin dia sampaikan, tapi sampai saat ini belum ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya.

SAMAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang