Agnes tidak pernah menyangka jika orang yang banyak membuatnya tersenyum akan menjadi alasannya menangis tiga hari tiga malam sampai dia membolos kuliah.
Dia dibesarkan di dalam keluarga yang harmonis, berkecukupan dan bahagia. Orang-orang banyak menyebutnya anak manja, dan Baskara adalah salah satu orang yang tidak mempersalahkan sifat kekanak-kanakannya.
Bagaimana bisa cowok sebaik dia bisa melakukan ini kepadanya?
Baskara mungkin terlihat nakal, tapi tak pernah sekalipun kasar atau menyakitinya dengan kata-kata ... dan kemarin?Agnes mengadahkan kepalanya, berusaha menahan air matanya agar tidak meluncur bebas dan merusak riasan wajahnya.
Mata bulatnya masih memerah dan bengkak, hatinya masih sesakit kemarin-kemarin, tapi dia sudah bertekad akan bangkit.Tangannya terulur mengambil ponsel. Jemarinya bergerak refleks mengetikkan pesan yang akan selalu dikirimkan sebelum berangkat.
"Kan udah putus ...." Jemarinya bergerak menghapus, Agnes memasukkan ponselnya dengan kasar, lantas mengibas-kibaskan tangan di depan wajahnya. "Jangan nangis, jangan nangis, bedaknya mahal."
Mengapa dia bisa semenyedihkan ini karena cowok? Padahal seharusnya kasih sayang orangtuanya saja sudah lebih dari cukup.
Entahlah, apakah dia bisa baik-baik saja saat bertemu dengan Bas kembali? Mau menghindar pun percuma karena mereka berada di dalam gedung fakultas yang sama.
***
"Gue lihat lo selalu sendiri, nggak punya temen?"
Agnes mengalihkan perhatiannya dari buku yang sedang dia baca, mengangguk canggung dan sedikit menggeser bokongnya saat cowok yang tidak dia kenal tiba-tiba ikut duduk.
"Kenapa nggak punya temen?" Dia kembali bertanya.
"Gatau ...."
Bas tersenyum. "Gue bisa kok jadi temen lo, panggil aja Bas," ujarnya sembari mengulurkan tangan.
"Agnes."
Saat itu, hanya sekali melihat wajahnya, Agnes dibuat jatuh cinta oleh pandangan pertama.Sebulan kemudian, dengan tidak tahu malunya Agnes berkata,"Kak, mau jadi pacarku nggak? Enaknya manggil apa nih? bubub sayang atau baby?"
Bas agak terkejut, tapi pada akhirnya tertawa. "Terserah kamu aja."
Jawaban itu membuat perasaannya membuncah. Ini jelas bukan penolakan.
"Oke, bubub!"***
Agnes menunduk ketika dia melihat segerombolan cewek-cewek hits di ujung tangga, penginnya sih dia balik dan mengurungkan niatnya untuk turun, tapi Dhara sudah terlanjur melihatnya.
Seketika ingatan bagiamana cewek itu mencium Bas kembali terputar. Agnes menghentikan langkahnya, menatap Dhara yang juga melihatnya dengan tatapan penuh kemenangan.
"Gue mau bicara sama lo."
Dia mungkin gila, padahal Agnes tidak butuh penjelasan atau kalimat apapun lagi."Ayo aja." Dhara menarik sudut bibirnya.
"Aneh nggak sih? Lo diem aja pas gue pacaran sama kak Bas padahal statusnya lo adalah tunangannya?" tanya Agnes tanpa basa-basi.
"Kita punya komitmen." Dhara melipat tangannya di depan dada.
"Asal tujuan baliknya gue, gamasalah.""Aneh."
Meski begitu, Agnes belum menemukan jawaban yang membuatnya puas. Bahkan, dia merasa janggal dengan hubungan mereka."Denger," bisik Dhara tepat di telinga Agnes. "Lo mungkin masih terlalu kecil buat ngerti, pacaran versi lo mungkin sebatas haha hihi sama jalan beli mie ayam, tapi Bas ke gue beda lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
SAMAR
Teen FictionHatinya samar, dia tidak tahu apakah perasaannya adalah cinta atau hanya obsesi semata. "Lo tau apa yang lebih nggak berguna dari nangisin mantan?" "Mungkin hidup lo di dunia ini." "Adalah kabur dari gue."