Aza punya pekerjaan sampingan. Setelah ia pulang sekolah, pasti dirinya akan pergi ke rel kereta api. Di sana ada rumah yang tak jauh dari rel tersebut. Rumah tersebut tak begitu besar tapi cukup untuk tempat berkumpulnya para anak yang kurang mampu untuk sekolah. Ia, Aza di sana untuk menjadi guru. Uang yang aza dapatkan tak seberapa karena Aza mengajar dengan sukarela.
Aza datang memasuki rumah sepetak tersebut sembari memasang wajah sumringah. Ia di sambut hangat oleh segerombolan anak SD yang sudah siap untuk belajar.
"Kak azaaaa"
"Akhirnyaaaa kak Aza datenggg"
"Horeeee~~~"
Aza tersenyum manis ke arah anak yang ada di sana. Aza duduk di lantai, sama seperti anak kecil yang ia ajari. Hanya di beri meja kayu kecil agar lebih sedikit mudah belajar.
"Kakak punya coklat nihh, siapa yang bisa jawab bakal dapat coklat ini" ujar Aza sembari tersenyum.
Anak di dalam ruangan itupun beradu suara.
"Okee, tenang ya. Kita kan kemarin udah belajar tentang perkalian. Nah berapa hasil dari 25x2=??" Ujar Aza sembari memberi pertanyaan.
"Yang bisa angkat tangan Dulu baru sebut"
"Aku kak akuuuuu!!"
"Kak kak aku aku!!"
"Kak Azaa reja kak!!"
"Aku bisa aku bisa!!"
Suara saling sahut, menyahut. Aza tersenyum tipis, ini kebahagiaan sederhana baginya. Bisa mengajar anak kecil seperti mereka, memiliki semangat belajar yang luar biasa, Aza sangat salut.
"Emm, ada 4 yang bisa jawab, jadi kakak pilih satu dulu ya nanti lanjut lagi sama pertanyaan berbeda" ujar Aza.
"Siap kak!!"
Aza memegang dagunya. "Emm, kakak mau kalo Reja yang jawab"
Anak kecil laki-laki yang bernama Reja pun tersenyum lebar sembari memasang wajah bahagia.
"Jawabannya 100 kak" ujar anak laki-laki yang bernama Reja.
"Yeyyy jawaban Reja benar. Tepuk tangan buat Reja" ujar Aza sembari bertepuk tangan.
Seluruh anak kecil tersebut bertepuk tangan nyaring.
"Reja maju sini ambil coklatnya" ujar Aza.
Reja pun maju dengan semangat. "Makasih kak" ujarnya.
"Oke kita lanjut ke pertanyaan lain ya"
Pembelajaran pun di lanjut hingga malam tiba, anak-anak sudah selesai belajar pukul 5 sore tadi. Duit yang Aza dapat sekitar 270 ribu hari ini dari mengajar tadi.
Jam sudah menunjukkan pukul 19.00. Aza berjalan menuju ke jalan besar yang lumayan jauh dari rel kereta api. Ia berencana untuk menunggu angkutan umum saja karena jam juga belum begitu larut.
Namun, sudah sekitar 15 menit Aza menunggu, tak ada satupun angkot yang lewat padahal ia sedang berada di jalan besar dan ramai.
"Aduh kok gak ada ya" ucapnya pelan.
Aza ingin menyebrangi jalan besar yang sedang ramai saat ini. Ia melihat ke arah kanan dan kiri, lalu mulai berlari kecil. Ia berjalan ke arah halte. Sepertinya kota jogjakarta malam ini akan hujan deras, karena sewaktu aza berjalan. Rintikan hujan sudah terasa jatuh mengenai keningnya.
Rintikan hujan sedikit demi sedikit menjadi deras. Aza berlari sedikit cepat untuk mencapai halte. Ia lebih memilih menunggu di halte daripada di guyur hujan. Di halte tersebut ada beberapa orang juga yang sedang berteduh. Orang itu sepertinya habis pulang dari kantor. Malam semangkin larut, udara menjadi sangat dingin. Pakaian aza masih sama, yaitu seragam SMA.
Karena sudah setengah jam menunggu, hujan tak kunjung reda, bahkan tak ada tanda-tanda akan berhenti segera. Angkutan umum pun tak ada lewat satupun.
Aza berfikir sejenak, ia ada niat untuk meminta Nahlan menjemputnya. Tapi Aza ragu jika akan menganggu Nahlan. Tapi jika dirinya tak pulang segera, yang ada habis lagi tubuhnya di pukul oleh Tante dan Abang sepupunya.
Aza mencoba menelepon Nahlan agar menjemputnya di halte tersebut. Malam semangkin larut, hujan semangkin deras, suhu udara semangkin dingin. Para pekerja yang menunggu di halte yang sama dengan Aza perlahan pergi satu persatu karena sudah di jemput oleh taxi.
Telepon pun terhubung.
"Nahlan kamu sibuk gak?"
"Halo, kenapa memangnya ai?"
"Aku gak bisa pulang, kejebak hujan dan gak ada satupun angkutan umum di sini"
"Posisi kamu di mana??"
"Aku di halte depan perusahaan Edrick crop"
"Oke aku ke sana ya. Kamu jangan ke mana-mana tetap di situ"
"Iya lan, maaf ya ngerepotin"
"Enggak ai, aku otw ya"
"Iya kamu hati-hati"
Telepon pun diakhiri.Aza sudah menggigil karena seragam sekolah yang ia gunakan berbahan tipis, di tambah cardigan yang ia gunakan juga sudah basah akibat lampiasan hujan.
***
Helena menghela nafas pelan, ada rasa sesak di dadanya ketika Nahlan pergi beberapa menit lalu untuk menjemput Aza yang kehujanan di halte.
Helena mengemas buku-buku yang berserakan di lantai, lalu menyimpannya. Dirinya dan Nahlan tadi sedang belajar bersama sembari mengerjakan tugas.
Tetapi ketika telpon dari Aza berdering Nahlan dengan sigap pergi menghampirinya.
Helena menarik nafas perlahan "padahal Nahlan baru sampe 15 menit di sini" ucap Helena sembari memejamkan matanya sejenak, kepalanya pusing sekarang rasanya mau pecah.
"Entah kenapa aku ngerasa sekarang Aza jadi seperti benalu di hubungan aku dan Nahlan" ucap Helena sembari meremas kertas kasar.
"Aku selalu di jadiin yang kedua sama Nahlan, dan Aza selalu jadi yang pertama"
Tiba-tiba Helena meneteskan air mata, perasaan sesak memenuhi dadanya, ia kecewa, marah dan tak terima. Air mata yang jatuh tadi dengan cepat ia hapus.
"A-aku ga mau nuduh Aza, tapi..."
"Kenapa dia selalu gitu.. "
"A-aza selalu jadi penengah di antar kita lan. Padahal yang harus kamu prioritaskan itu aku bukan Aza." Ujar Helena sembari meremas baju yang ia gunakan.
"Aku yang jadi orang ketiga di antara kalian atau Aza?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah singgah
RandomKekacauan sudah terjadi semenjak Aza di tinggal oleh kedua orang tuanya. Di tambah lagi ia harus hidup bersama Tante dan Abang sepupunya yang kasar dan pemabuk berat. Kesedihan Aza di tambah ketika ia di tuduh menjadi benalu di hubungan sahabat laki...