kotak biru tua

3 1 0
                                        

"Aku tak perlu takut untuk kehilangan orang seperti mereka yang hadir hanya sebagai luka dan membuat trauma, yang aku takutkan adalah ketika aku kehilangan seseorang yang berperan banyak di hidupku bahkan sampai merelakan sesuatu*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku tak perlu takut untuk kehilangan orang seperti mereka yang hadir hanya sebagai luka dan membuat trauma, yang aku takutkan adalah ketika aku kehilangan seseorang yang berperan banyak di hidupku bahkan sampai merelakan sesuatu*

-aylaza syilalista

Fikiran Dalion terbang entah ke mana saat ini, mengingat ucapan Aza beberapa jam lalu mengenai dia gadis kembar itu.

Siapa sebenarnya kedua gadis itu?

Lamunan Dalion buyar begitu saja ketika suara deringan ponselnya terdengar nyaring di telinga. Melihat nama yang muncul membua Dalion memutar bola matanya malas, ia tak mau membuang waktu untuk berurusan dengan gadis yang menghubunginya.

Bukan mengangkatnya, Dalion malah mematikan ponselnya. Malas sekali jika mendengar ocehan dari orang di balik telpon tersebut, yang ada isi kepala Dalion akan tambah ramai jika mengangkat telpon itu.

Lelaki itu pun beranjak menuju meja belajarnya, mencari sesuatu yang harusnya tak perlu ia cari lagi.

Suara gesekan antara kursi kayu dan porselen pun terdengar sedikit ngilu. Dalion kemudian duduk di kursi tersebut sembari mengambil kotak berwarna biru tua sembari membuka isinya perlahan.

Seharusnya isi beserta kotak itu pantas untuk di bakar, tapi kenangannya tak mungkin akan ikut hangus bersama kotak tersebut, yang ada hanya tambah menyakitkan.

Siapa yang masih bergulat hebat dengan masalalunya? Pasti akan merasakan hal yang sama dengan Dalion. Merasa ada kesempatan kedua tapi balik lagi ke dunia nyata, bahwa itu tak akan pernah terjadi.

Orang yang mendapatkan Kesempatan kedua hanya untuk orang yang beruntung. Tapi tidak dengan Dalion. Kesempatan kedua yang ia maksud bukan untuk kembali mengukir kenangan indah, tapi mengulang proses kehilangan itu dan menjawab apa maksud dari semua yang terjadi.

Dengan perlahan ia mengambil sebuah foto yang berisi dirinya dengan seorang gadis berambut pirang. Senyumannya terukir jelas, senyuman itu seolah-olah memberi tau bahwa dirinya sangat merindukan seseorang di foto itu.

Tapi sialnya takdir tak berpihak kepada Dalion untuk bisa menemui gadis itu dan meminta penjelasan mengenai semua yang terjadi.

Tangannya mulai beralih kepada surat kusam yang sudah sangat lusuh. Dirinya akan membaca dan membuka isi kotak beribu kenangan tersebut di saat hati bahkan kondisi mentalnya sedang kacau. Hal itu ia lakukan untuk mengobati rasa rindu dan rasa kecewanya mengenai berbagai hal.

"Kamu gak mungkin kembali"

"Kita sudah terlalu rusak untuk di satukan"

"Aku masih sama, masih mencintai kamu Isabella"

***

Suara ketukan pintu terdengar dari luar rumah Aza, tanpa mengintip gadis itu langsung membukanya. Dan di sana berdiri sosok laki-laki.

Itu Nahlan.

"Ay.." Nahlan menatap Aza dalam, matanya bersinar.

"Akhirnya kamu ada di rumah setelah hampir 2 Minggu selalu ga ada" ujar Nahlan terdengar senang sembari tersenyum.

Aza tersenyum canggung. Ia jadi ingat mengenai hal bodoh yang hampir ia lakukan karena laki-laki di depannya ini. Aza harus menjaga jarak dengan Nahlan sekarang. Itu juga demi kebaikan kehidupannya nanti.

"Kenapa?" Tanya Aza langsung.

Nahlan menyipitkan matanya, jawaban Aza terdengar ketus dan tak suka mengenai kehadirannya.

"Aku boleh masuk kedalam? Ada beberapa hal yang mau aku obrolin" ujar Nahlan sembari melirik sedikit ke arah dalam rumah.

Aza mengangguk kecil lalu mempersilahkan Nahlan untuk masuk.

Nahlan pun duduk di kursi, di ikuti oleh Aza di hadapannya. Saat sudah sama-sama duduk, mendadak suasana menjadi canggung, Nahlan tak langsung bicara melainkan menatap Aza. Begitu pula Aza yang menatap Nahlan dengan perasaan yang tak bisa di artikan.

"Kamu mau ngomong apa?" Tanya Aza.

"Kamu kemana aja? Udah hampir dua Minggu ga sekolah, untung aja Clara selalu bikin surat, kalo ga kamu udah alpa banyak dan bisa ga naik kelas" ujar Nahlan.

"Ada masalah belakangan ini" jawab Aza seadannya.

Nahlan menyerit dahinya. "Masalah apa? Kamu gak cerita ke aku"

Aza terkekeh kecil. "Udah lan, aku gak mau berurusan lagi sama Helena karena kedekatan kita. Mending kita jaga jarak aja, jadi teman biasa aja" ujar Aza seolah-olah menyindir.

"Kenapa kamu ngomong gitu? Kita sahabat dari kecil za, dengan mudahnya kamu minta kek gitu?" Tanya Nahlan dengan ekspresi tak percaya.

"Ingat helena lan" ujar Aza melemah

"Iya aku tau Helena, dia juga ga masalah sama persahabatan kita dan dia juga paham pasti kalo aku lebih duluan kenal kamu di banding dia, masalah kemarin itu cuman karena temannya aja emosian. Helena aja gak masalah akan hal itu" ujar Nahlan sembari menatap Aza seolah-olah tak mau menerima keputusan Aza.

Aza tak habis fikir dengan jawaban Nahlan. Ia bahkan menyangka bahwa Nahlan akan menjawab seperti itu.

"Lan, aku emang duluan kenal sama kamu. Aku perempuan, begitu juga dengan Helena,  tolong lan ngertiin sedikit perasaan Helena walaupun dia gak minta itu dari kamu"

"Selama ini Helena baik-baik aja soal persahabatan kita, tapi kenapa sekarang kamu malah gini za?" Ucapan Nahlan terdengar kecewa.

"Lan, Helena emang bilangnya dia baik-baik aja padahal nyatanya enggak. Dia cemburu kalo aku dekat kamu, kamu lebih utamain aku karena kamu duluan kenal sama aku, dia cemburu lan. Dia gak berani bilang karena takut terlalu ngatur-ngatur kamu" ujar Aza mencoba mengeluarkan isi hatinya.

"Plis lan, jangan fikir kalo Helena baik-baik aja terima kehadiran aku hati dia bakal baik-baik aja? Dia cemburu lan.." ujar Aza mencoba membuka mata Nahlan mengenai perasaan Helena.

Nahlan terdiam mendengar ucapan Aza, mencoba mencerna apa yang di ucapkan gadis itu. Aza mengembuskan nafas panjang.

"Mending kamu pulang lan, aku mau tidur dan ini juga udah malam" ujar Aza sembari berdiri.

Nahlan pun mengerti bahwa ucapan Aza itu seolah-olah mengusirnya secara halus. Ia pun beranjak dari kursinya dan keluar melalui pintu di ikuti oleh Aza.

"Aku pulang dulu. Kamu besok sekolah kan? Mau aku jemput?" Tanya Nahlan

Aza menggeleng kepalanya. "Gak perlu lan, mending kamu jemput Helena aja besok" ujar Aza sembari tersenyum tipis.

Nahlan mengangguk kepalanya. "Jangan gak sekolah, nanti Clara salahin aku lagi karena kamu ga sekolah" ujar Nahlan sembari menaiki motornya dan pergi menghilang melalui gang sempit itu.

Aza terdiam. Sial dia baru ingat jika HP-nya sempat rusak bahkan gak mau hidup kemasukan air. Pasti Clara mencarinya terus menerus dan menyalahkan Nahlan karena dirinya tak sekolah.

Hal itu terus terjadi jika Aza sakit tak ada surat izin, terus menanyakan hal yang sama kepada Nahlan padahal jelas-jelas Aza sedang sakit waktu itu sampai Clara rela memalsukan tanda tangannya agar seolah-olah menjadi wali murid untuk Aza.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 09, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rumah singgahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang