Menyerah

24 22 14
                                    

Clara menatap ke arah Aza yang sedari tadi melamun ke arah jendela semenjak pulang dari taman belakang sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Clara menatap ke arah Aza yang sedari tadi melamun ke arah jendela semenjak pulang dari taman belakang sekolah. Clara sendiri tak tau apa yang terjadi kepada temannya ini.

Clara duduk di kursi samping Aza. "Za, kamu kenapa?"

Aza memalingkan wajahnya dari arah jendela lalu menatap ke arah Clara yang sedang berbicara kepadanya.

"Aku gak kenapa-kenapa" jawabnya singkat.

Clara menghembus nafas pelan. "Seriusan?" Tanya Clara lagi, jawaban Aza sama sekali tak membuatnya percaya.

Aza mengangguk pelan lalu menatap jendela lagi dengan pandangan kosong.

Seorang gadis yang bernama Valen masuk ke dalam kelas sembari memelintir kepangannya lalu berjalan ke arah temannya yang tak jauh dari keberadaan Aza dan Clara.

Valen pun berbisik "Woi Neona, tadi di belakang sekolah si Aza di salahin tuh sama circle Helena. Gila sih, bisa-bisa Helena sampe nampar Mega cuman karena gak mau nyalahin Aza" ujar Valen sembari menatap tak suka ke arah Aza. Suara Valen sangat jelas terdengar di telinga Clara.

"Hah kok bisa?!" Tanya Neona yang penasaran dengan kelanjutan cerita Valen.

Clara menatap langsung ke arah Valen, lalu beranjak dari posisi duduknya dan menghampiri Valen dan Neona.

"Ngomong apa Lo berdua tadi? Hah!" Tanya Clara sembari menaiki notasi suaranya.

Valen yang tak takut pun berdiri menyamakan posisinya dengan Clara. "Lo apasih, nguping ya Lo?" Ujar Valen tak terima.

"Gue punya telinga, jadi gue denger. Lo gosipin tuh kalo berani di depannya jangan di belakang, munafik Lo" ujar Clara sembari mendorong sedikit bahu Valen.

Valen tak terima karena di dorong oleh Clara. "Biasa aja kali. Tangan kuman Lo gak pantas nyentuh gue, bisa-bisa kena virus gue" ujar Valen sembari mengambil hand sanitizer dari kocek roknya dan menyemprotkan ke bajunya.

"Alay" ujar Clara.

"Kalo gue sekali lagi dengar elo ngomongin Aza secara terang-terangan. Lo berurusan sama gue" ujar Clara sembari menatap Valen dengan tatapan horor.

Valen tersenyum miring. "Gue gak takut sama ancaman basi Lo" ujar nya sembari tersenyum licik.

Neona yang ada di tengah mereka berdua pun tak tau harus apa. Jadi ia hanya diam saja.

"Ucapan gue gak pernah main-main, awas aja Lo" ujar Clara sembari pergi meninggalkan Valen dan Neona sembari menyenggol sedikit bahu milik Valen.

"Cih, alay" ujar Valen berdecak.

Clara kembali duduk di kursi di samping Aza. Pertengkaran itupun tak Ada sadari karena fikirannya penuh dengan berbagai masalah hidupnya.

"Za, kamu berantem dengan vio Mega?" Tanya Clara to the poin.

Aza menoleh ke arah Clara, memasang raut wajah bingung. "Enggak, aku gak berantem sama siapa-siapa" ujar Aza mencoba berbohong.

Clara memutar bola matanya malas. "Gak perlu bohong kali kek sama siapa aja. Kenapa kamu bisa berurusan sama si mulut ular itu sih?" Tanya Clara, gadis ini sangat tak menyukai Vioreta karena menjadi kekasih dari mantan pacarnya. Mungkin semua perempuan akan merasakan hal yang sama jika masalalunya di ambil setelah hubungan mereka kandas.

Aza menghela nafas berat. "Aku gak mau bahas itu Cla, hari ini capek banget, aku mau tidur aja" ujar Aza sembari melipatkan tangannya di atas meja.

Clara mengangguk saja, mungkin Aza butuh waktu untuk menceritakannya. Pasti itu hal yang menyakitkan untuk dirinya.

Clara mengelus kepala Aza pelan. "Udah tidur aja, kita jamkos kok" ujar Clara.

Ternyata Valen dan Neona tak berhenti membicarakan soal Aza yang di taman. Clara kesal bukan main, ia dengan sengaja melempar penghapus papan tulis ke arah mereka, dan mengenai wajah Neona.

Clara tertawa melihat jidat Neona yang menghitam karena penghapus papan tulis.

"HAHAHAHAHH"

"CLARA BANGSATTT!!!"

***

Malam yang sepi, di temani dengan suara hujan yang mengguyur kota jogjakarta hari ini. Mungkin banyak orang yang bersedih hingga hujan turun dengan deras tanpa henti.

Mungkin hujan juga tau perasaan Aza seperti apa sekarang. Aza pulang berjalan kaki, sengaja menerobos derasnya hujan malam ini. Ia melepas sepatunya dan memilih berjalan menggunakan kaki, hingga tak teras jika kakinya sudah berdarah karena berjalan di aspal kasar.

Ucapan yang di lontarkan oleh Vioreta dan Megakara terasa memenuhi isi fikirannya malam ini. Hal itu membuat Aza harus sadar diri mulai dari sekarang dan pelan-pelan terbiasa dengan tidak adanya Nahlan.

Kakinya lemas jatuh ke aspal kasar. Jujur itu sangat sakit sekarang.

"ARGH!! KAPAN AZA BAHAGIA!!" Teriak Aza plustasi di tengah jembatan besar yang kebetulan lagi sepi.

"H-hiks, Aza cape gini teruss..." Lirihnya parau

Jujur saja, Aza sudah putus asa sekarang. Ia tak punya tujuan hidup yang benar-benar mampu membuatnya untuk terus bertahan. Apa yang harus Aza lakukan agar bisa kuat untuk menjalani hidupnya yang sudah kosong??

jembatan besar, yang ada di hadapan Aza sekarang. Sepi tanpa satupun orang melewatinya, mungkin juga karena sudah larut terlalu malam. Jam saja sudah menunjukkan pukul 12 malam. Jembatan tersebut di bawahnya ada air yang sangat dalam.

Fikiran Aza kacau, dirinya merasa tak menemukan jalan untuk keluar dari masalah hidupnya yang terus terusan menumpuk. Aza berjalan ke tepi jembatan,melihat ke bawah jembatan yang airnya sangat dalam. matanya terus mengeluarkan air mata tanpa henti.

"A-aza hidup ga ada gunanya.."

Aza melihat ke atas, mendongkak wajahnya menuju langit yang sedang menurunkan air hujan. Sesak di dadanya tambah menyebar ke seluruh tubuhnya. Di tambah hujan yang deras sedari tadi membuat tubuh mungilnya mengigil.

"TUHAN!!! APA AZA GA BERHAK BAHAGIA!!! AZA CAPEE!! KENAPA COBAANNYA GA HABIS-HABIS!! TUHAN KENAPA HARUS AZA YANG NGERASAIN SAKITNYA HIDUP INI, KENAPA TUHAN?!!" Teriak Aza keras.

Aza memukul dadanya keras. "Tuhan, kenapa harus Aza.."

Aza terus menatap langit gelap tanpa satupun bintang di atasnya. Ia kemudian menunduk untuk melihat air yang ada di bawah jembatan.

"Tuhan, Aza lelah. Aza ingin menyerah.."

Dengan fikiran yang sudah kacau, Aza perlahan mulai menaikan kakinya ke arah pagar jembatan. Angin menghembus begitu kencang dan udara tambah dingin.

"T-tuhan, Aza harap setelah ini Aza bisa temuin kebahagiaan itu.."

"Kalo emang gak bisa, gak pa-pa tuhan.."

"Aza sudah lelah, Aza ingin istirahat di peluka ibu.."

Aza berdiri di sisi jembatan merentangkan tangannya, menghirup nafas dalam, dan mulai mengumpulkan nyawanya dan memberanikan diri.

"Tuhan, Aza izin pergi ya.."

"Tuhan, maafin Aza pergi duluan.."

"Tuhan, jangan marah dengan Aza ya kalo Aza ngelakuin hal nekat ini.."

"Tuhan, Aza cuman mau hidup Aza terasa ringan.."

"Tuhan, Aza bentar lagi ketemu ibu. Ibu Aza nyusul ya sekarang.."

Aza menarik nafas dalam-dalam, ia menatap langit gelap sejenak. Lalu menghempaskan tubuhnya ke samudra luas.

Rumah singgahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang