19 | Nineteen

17 5 0
                                    

Selama jam sekolah Ni-ki sudah bisa berbaur dengan teman-teman yang lain, ia juga sesekali tertawa walapun masih tertahan, terlihat jelas dari raut wajah Ni-ki, ia masih menyimpan kenangan-kenangan yang sebelumnya ia hadapi dan hal itu masih membe...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selama jam sekolah Ni-ki sudah bisa berbaur dengan teman-teman yang lain, ia juga sesekali tertawa walapun masih tertahan, terlihat jelas dari raut wajah Ni-ki, ia masih menyimpan kenangan-kenangan yang sebelumnya ia hadapi dan hal itu masih membekas dibenaknya.

Tetapi yang bisa dilakukan teman-temannya hanyalah mendukungnya dengan senang hati, walau itu akan sulit bagi Ni-ki untuk bangkit, tetapi teman-temannya tetap tidak menyerah merah selalu berusaha keras untuk memberi Ni-ki semangat-setiap harinya.

"Ki, balik sekolah ke basecamp kita yang baru skuy ga nih?" ajak jisung sambil membopong tasnya.

Mengingat basecamp, air wajah Ni-ki mulai suram lagi, ia merasa bahwa dirinya tak pantas bergabung lagi dengan gengnya itu, atau bahkan menginjakan kaki di basecamp barunya. Karen setelah mengingat semuanya, Ni-ki juga turut merasa kesal kepada dirinya yang tidak bisa menghentikan ulah ayahnya terhadap anggota yang lain dan juga sampai-sampai harus meluluhlantakkan basecampnya itu yang penuh sejarah dan perjuangan.

Beberapa saat Ni-ki memikirkan semua itu sambil melamun, Jisung pun kembali menyerukan ajakannya yang tadi. "Gimana ki? skuy ga nih?" ajaknya sekali lagi untuk memastikan bahwa Ni-ki akan bergabung.

Namun Ni-ki hanya bergeleng ria, dia belum bisa merasa ikhlas dengan semua tindakan yang sudah ayahnya lakukan kepada semua hal yang ia anggap istimewa dihidupnya. Ayahnya sudah menghancurkan semuanya. Semua yang Ni-ki perjuangkan selama ayahnya tidak pernah tau apa yang Ni-ki kerjakan selama beberapa tahun ini.

Ayahnya Ni-ki hanya sibuk dengan pekerjaan kantornya, Ni-ki bahkan sudah muak ketika mendengar ayahnya susah untuk balik kerumah, apalagi jikalau Ni-ki mendengar alasan ayahnya harus lembur karna pekerjaan kantor, heuh sudah cukup Ni-ki kehilangan Younha, ia tidak mau menambah beban fikirannya terhadap ayahnya yang tidak patut dijadikan pedomannya.

"Okei kalo lu ga mau ya udah gapapa, gua duluan ya!" seru Jisung, sambil diakhiri lambaian tangannya dan menghilang dari balik pintu.

Ini sudah jam pulang sekolah, makannya Ni-ki hanya berbicara pada Jisung saja, karena semua rekan-rekan sudah terlebih dahulu cabut. Kini tersisa dirinya yang hanya terduduk disebuah kursi, kursi guru, meratapi kesepian dan kesunyian kelas yang tidak menampakkan siapapun terkecuali dirinya, sendiri.

Ia belum mau pulang, ia tidak mau bertemu dengan ayahnya yang paling menyebalkan.

Saat ini Ni-ki hanya bisa termenung sejenak untuk merileksasikan fikirannya, agar freah kembali. Ia pun berniat sambil memejamkan matanya,

Namun seketika matanya terbuka lebar karna terkejut akibat dering ponselnya yang begitu besar dan bergema di ruangan kelas ini. Seketika Ni-ki mengangkat ponselnya dari meja, dan melihat ke layar ponselnya yang menampilkan bahwa adanya telfon masuk, ia langsung mengangkat telfon tersebut. Yang ternyata dari kakaknya, Lim Seoni.

Kak Seoni • Calling

Apa?

| woy ki! lu dimana? anterin gua plis, gua ada tugas nih, anterin gua sampe taman perempatan aja plis, urgent banget ini mah

Isanghae • ni-ki enhypenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang