Gugat Trahing Kusuma, buku 1-13

175 4 0
                                    

        Jaka Warih masih nampak berdiri seperti mematung dengan tatapan mata yang tajam tak berkedip, memandang kearah dua bajak laut itu. Tangannya masih menggenggam erat tangkai cambuk berjuntai panjang itu, sementara tiupan angin malam semakin kencang membuat kain bajunya semakin berkibar-kibar.

Di sisi lain, sebenarnyalah Ki Sarpa Laut, juga Ki Mina Upas sedang menantikan kerja racun yang telah bersemayam di tubuh Jaka Warih melalui senjata rahasia andalannya tersebut. Namun sekali lagi mereka harus menerima kenyataan yang berbeda. Jangankan melihat Jaka Warih terkapar di tanah, bahkan goyah sedikitpun tidak.

"Setan alas, apakah kau kebal racun he?" geram ki Mina Upas. Matanya yang juling itu nampak membara mengerikan.

Jaka Warih tidak menjawab, bahkan masih nampak terdiam mematung, namun sebenarnya pemuda itu tidak kehilangan kewaspadaannya. Dia menyadari sedang berhadapan dengan orang-orang yang tidak membatasi prilakunya dengan segala paugeran yang berlaku, bahkan mereka tak segan-segan berlaku licik demi sebuah kemenangannya. Maka dari itu, Jaka Warih pun semakin berhati-hati menghadapi segala kemungkinan. Kini diam-diam Jaka warih pun telah mengungkapkab  ilmu yang dapat melindungi dirinya dari segala serangan yang tak terduga, dia tidak akan mengulangi lagi kelengahan yang baru saja di alaminya.

Berdiri di samping ki Mina Upas, Ki Sarpa Laut yang sudah merasa tubuhnya mapan kembali kemudian melangkah maju kembali.

"Minggir kau  Mina Upas, biar aku selesaikan bocah setan ini. !!"

Ki Mina Upas pun kemudian berpaling sebentar sambil tersenyum  menyeringai, dan mengangguk tanpa berkata sepatah katapun, lalu mulai beringsut menepi dari arena pertarungan itu.  Akan tetapi Jaka Warih yang sedari tadi memusatkan kewaspadaannya telah melihat betapa tangan Ki Mina Upas bergerak dengan sangat cepat melontarkan kembali puluhan senjata rahasia ke arahnya.

Namu kali ini terasa lain. Lontaran-lontaran senjata rahasia  itu terlihat sangat cepat dan kuat dengan landasan tenaga cadangan yang teramat tinggi, sehingga laju senjata-senjata rahasia itu bagaikan bunga api yang bertaburan kearah Jaka Warih.

Demikian Jaka Warih tiba-tiba mengambil sebuah keputusan untuk menghentikan tingkah laku Ki Mina Upas yang licik dan sangat berbahaya itu, sehingga sirinya  justru maju selangkah demi selangkah dengan mantap, sembari memutar juntai cambuknya dengan sangat cepat pula, sehingga  membentuk sebuah lingkaran yang rapat tanpa celah. Lalu entah dari mana datangnya, terhimpunlah pusaran angin yang sangat dahsyat memutar demikian kuatnya. Sehingga ketika senjata-senjata rahasia yang menyala itu semakin mendekat, Jaka Warih menarik sedikit kaki kanannya kebelakang sebelum menghentakkan dua kali juntai cambuknya secara sendal pancing,

Tak ada suara yang meledak-ledak memekakkan telinga dari hentakan cambuk itu seperti yang pertama terjadi, namun akibatnya demikian luar biasa.
Hentakan pertama mengarah lurus ke depan, lalu menimbulkan gelombang seperti prahara menyambut lajunya puluhan senjata rahasia menyala yang di lontarkan Ki Mina Upas hingga berhamburan percikan cahaya seperti  bunga api itu padam di gelapnya malam,

Bagaikan tanpa jeda disusul hentakan kedua mengarah ke tanah, searah lurus tepat di mana Ki Mina Upas berdiri. Ternyata gelombang yang ditimbulkan justru memiliki kedahsyatan dua kali lipat dari yang pertama.  Gelombang udara itu melaju kedepan dengan sangat cepat seakan menggaris permukaan tanah, dan menghamburkan debu-debu menuju dimana Ji Mina Upas berdiri.

Serta merta kedua Bajak Laut itu terkejut dengan apa yang baru saja di lihatnya, hingga Ki Sarpa Laut itu pun berteriak, "Mina Upas.., awas!!"

Di pinggir halaman banjar, orang-orang yang menyaksikan pertarungan,  termasuk para pengawal pedukuhan itu semuanya menjadi tegang, mereka tak menyangka bahwa pemuda yang di tangkapnya, bahkan sempat di aniaya tapi tidak melawan itu ternyata mempunyai ilmu yang sangat tinggi.
sehingga tanpa sadar seorang diantara merekapun berdesis, "Untung tadi pemuda itu tidak menjadi marah, jika tidak kita semuanya tentu menjadi lumat."

Gugat Trahing KusumaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang