Dalam pada itu, apa yang terjadi di tanah perdikan Banyubiru, Arya Salaka masih terlihat lemah, meski tidak terlalu berat akibat benturan ilmu beberapa saat sebelumya melawan ki Sura Agul-Agul yang kemudian tewas oleh putra Banyubiru tersebut.
Sementara Ki Singa Rodra, yang tidak lain adalah guru dari Ki Sura Agul-Agul, harus menahan hasratnya untuk membalas kematian muridnya, oleh karna kehadiran Ki Dipasanjaya,Ki Singa Rodra terpaksa meninggalkan arena pertempuran dengan kemarahan yang memuncak, akan tetapi nampaknya guru Ki Sura Agul-Agul itu merasa jerih untuk berhadapan dengan Ki Dipasanjaya, yang menurut pemahaman Ki Singa Rodra, orang itu mempunyai hubungan dengan Ki Ageng Pandanalas dari Klurak.
Sesaat kemudian Ki Singa Rodra terlihat pergi meninggalkan arena pertarungan itu dengan membawa tubuh muridnya yang diam membeku. Ki Dipasanjaya kemudian berjalan mendekati kedua suami istri muda itu
"Apakah kalian berdua baik-baik saja?" ucap Ki Dipasanjaya.
Arya Salaka yang memang belum mengenal ki Dipasanjaya hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
"Kami baik baik saja Ki, terimakasih atas pertolongan kyai, jika tidak tentu kami sudah tidak akan lagi mampu berbicara seperti ini," jawab Arya Salaka
"Tentu tidak ngger, karna jodoh, rejeki, bahkan pati itu ada di tangan Yang Maha Pemurah, jika garis batas hidupmu memang belum saatnya, kalaupun bukan aku yang kebetulan lewat, tentu saja ada yang lain," kata orang tua itu
Arya Salaka pun hanya mengangguk anggukkan kepalannya, seolah-olah ingin memahami makna yang di ucapkan ki Dipasanjaya tersebut.
"Namun kehadiran paman tentu sebuah keberuntungan bagi kami," sela Widuri kemudian
Dipasanjaya terlihat tersenyum kecil, lalu mengalihkan pandangannya ke pepohon jalan yang menuju pedukuhan induk tanah perdikan Banyubiru itu. Matahari yang terlihat semakin bergeser ke barat itu membuat jalan menjadi semakin redup oleh karna rimbunnya pepohonan itu, sepertinya hanya cahaya-cahaya kecil yang berhasil menyeruak sela-sela dedaunan sajalah yang masih mampu memberikan terangnya, seakan memberi tanda bahwa siang akan berganti malam,
"Hari akan menjadi gelap, apakah angger berdua tidak sebaiknya kembali ke pedukuhan induk, sebelum malam?" tukas Ki Dipasanjaya kemudian.
"Marilah paman, aku mempersilahkan untuk singgah di Banyubiru, mungkin ayah akan senang sekali berkenalan dengan paman," sahut Widuri.
"Berkenalan dengan ayah?" sahut orang tua itu sedikit heran.
"Sebenanyalah maksudku adalah Ki Ageng Gajah Sora paman, ayahnya orang ini," jawab Widuri sambil tertawa kecil, kemudian terlihat bola matanya melirik ke arah Arya Salaka.
Ki Dipasanjaya menjadi tertawa juga, sementara Arya Salaka hanya terlihat tersenyum lalu menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Widuri, sesungguhnyalah aku datang ke sini untuk mencari ayahmu, adi Kanigara.., sudah lama aku tidak bertemu dengannya. Ada hal penting yang perlu aku bicarakan dengannya, dan terakhir aku mendengar ayah mu ada di Banyubiru ini, benarkah?"
"Tidak semuanya benar paman, jika ayah berada disini itu sudah beberapa tahun lalu ketika terjadi pergolakan di tanah perdikan Banyubiru ini. Seterusnya ayah pergi entah kemana, walau memang kadang-kadang juga datang kesini sekedar menjengukku lalu pergi lagi," jawab Widuri.
"Kapan terakhir dia kesini?" bertanya Ki Dipasanjaya
"Kira-kira setahun lalu, Kyai," Arya Salaka lah yang menjawab
Ki Dipa Sanjaya lalu mengangguk anggukkan kepalanya sambil bertanya dalam hatinya, "Apakah mungkin dia pergi ke Pengging?"
"Paman, nampaknya ada sesuatu yang begitu penting berkenaan dengan ayah, apakah aku boleh mengetahuinya?" bertanya Widuri dengan raut muka yang berubah menjadi serius.
Ki Dipasanjaya tidak segera menjawabnya, lalu kembali memandang ke arah jalan pedukuhan yang semakin gelap, seakan-akan ada sesuatu yang di timbang-timbang dalam hatinya, kemudian berpaling ke arah Widuri.
"Boleh dibilang penting, namun juga bisa dibilang cuma urusan biasa dari dua orang tua yang selalu menunggu senja tenggelam, sambil bermain macanan, dan yang pasti tidak sepenting orang yang sedang membicarakan sebuah perjodohan."
"Perjodohan? Maksud paman?"
Masih saja ki Dipasanjaya menyunggingkan senyumnya
"Ya perjodohan seorang lelaki dan perempuan.""Perjodohan siapa?" kembali Widuri manjadi semakin penasaran.
"Tentu perjodohan murid ku satu-satunya itu."
"Maksud paman murid paman akan mendapatkan jodoh?"
"Perjodohan yang terlambat," sahut orang tua itu kemudian
"Ah, paman dari dulu tak pernah berubah, suka mempermainkan aku dengan berbicara berputar-putar seperti itu," Widuripun menjadi cemberut
"Bukan berputar-putar, karna memang perjodohan itu sudah terlambat Widuri, karna wanita yang akan menjadi jodoh muridku itu kini sudah berumah tangga."
"O, maafkan aku paman, aku kira paman sedang menggoda aku, kalau boleh aku tau siapakah gadis yang akan di jodohkan dengan murid paman itu?"
Ki Dipasanjaya pun lama terdiam, seakan-akan sengaja membuat Widuri penasaran. Sementara orang tua itu terlihat memandang Arya Salaka sebentar, lalu berpaling ke arah Widuri sambil tersenyum semakin lebar.
"Perempuan itu adalah putri sahabatku sendiri, Ki Kebo Kanigara,"
Ki Dipasanjaya kemudian tertawa terbahak-bahak, lalu manik matanya bergerak-gerak ke arah Arya Salaka.Serta merta muka Widuripun menjadi bersemu merah, dan tanpa sadar menghampiri ki Dipasanjaya, lalu memukuli punggungnya bertubi-tubi, hal itu justru Ki Dipasanjaya semakin keras tertawanya, hingga air matanya terlihat keluar.
"Arya..!! Tolong aku, istrimu ngamuk," kata orang tua itu sambil tersenyum lebar.
Kemudian Ki Dipasanjaya kembali berbicara, meski senyumannya belumlah surut, "Sudahlah anak-anakku, jangan di anggap serius, mungkin orang tua seperti aku ini butuh banyak bercanda, untuk menghambat keriput-keriput di kulitku ini," katanya, lalu terlihat menegadahkan wajahnya ke langit yang sudah terlihat gelap.
"Kalian pasangan yang serasi," berkata Ki Dipasanjaya seraya memandang suami istri itu berganti-ganti, lalu katanya lagi, "Nampaknya hari sudah semakin gelap, baiklah aku akan melanjutkan perjalananku, mungkin aku akan ke Pengging, mudah-mudahan ayahmu berada disana, sampaikan hormatku pada Ki Gede Banyubiru."
Sekejap Ki Dipasanjaya tiba-tiba telah lenyap, meskipun Arya Salaka dan Widuri tak tau kapan orang tua itu bergerak
"Benar paman tidak ingin singgah..?!" Widuripun berteriak
"Lain kali aku pasti akan mengunjungi kalian ngger,"
hanya itu suara Ki Dipasanjaya yang terdengar bergema bagai memantul-mantul di seantero arah."Orang tua yang aneh, namun ilmunya luar biasa," desis Arya Salaka kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gugat Trahing Kusuma
Historical FictionMengetengahkan cerita pada seting waktu peralihan Kerajaan Demak ke Pajang. Inspirasi cerita mengambil jeda waktu dari kisah antara Nagasasra Sabuk inten dan Api Dibukit Menoreh. Cacatan: jeda antara NSSI dan ADBM Hanya inspirasi cerita saja, aka...