Gugat Trahing Kusuma, buku 1-11

143 3 0
                                    

Kemudian dengan dada yang berdebar-debar Ki Puguh Bekti, sebagai orang yang paling bertanggung jawab di pedukuhan itu serta merta maju menemui kedua Bajak Laut tersebut, "Namaku Puguh Bekti, akulah kepala pedukuhan ini kisanak."

"Bagus..!" potong Bajak Laut itu, "aku tidak akan bertele-tele, cepat serahkan calon permaisuriku, perempuan yang tadi masuk ke pandapa ini, sebelum aku tumbangkan seluruh bangunan di banjar ini!"

"Tapi bukankah gadis itu salah seorang penduduk pedukuhan ini?" kata Ki Puguh Bekti kemudian.

"Peduli setan! Siapapun perempuan itu, mau dia penduduk pedukuhan ini, mau dia gadis, janda, sekalipun sudah bersuami jika aku berkehendak mereka harus patuh!"

Kemudian Bajak Laut itu melayangkan pandangan matanya ke seluruh pendapa, hingga terhenti pada sosok perempuan muda yang berdiri di belakang punggung orang yang sudah berusia agak lanjut, gadis itu tidak lain adalah Larasati, satu-satunya tamu wanita yang berada di pendapa tersebut.
Sorot mata Bajak Laut itu begitu mengerikan dalam pandangan gadis itu, yang seakan-akan ingin menelannya bulat-bulat, sehingga tubuhnya semakin menggigil di balik punggung ayahnya.

"Cepat serahkan perempuan yang aku cari itu, berikut gadis yang berada di punggung kambing tua itu!" bentak Bajak Laut yang bertubuh kekar yang tidak lain adalah ki Sarpa Laut itu.

"Jangan begitu kisanak, tidak baik memaksakan kehendak seperti itu,"
terdengar suara ki Jagabaya

"Siapa kau, iblis..!! Berani sesorah di hadapanku?"

"Aku Jagabaya disini, bukan iblis seperti yang kau kira."

Sebenarnyalah Ki Jagabaya sedikit tersinggung mendengar ucapan Bajak Laut itu, meskipun ia tau tidak mungkin baginya untuk melawannya.

"Setan!! kau berani berani bergurau di depanku, baiklah.., jika kau Jagabaya di sini kau mau apa jika aku ingin membawa gadis itu suka ataupun tidak suka?"

Dalam pada itu Jaka Warih yang sedari tadi hanya diam, semakin lama menjadi semakin mual mendengar tingkah laku kedua Bajak Laut itu,
Karnanya diapun serta merta berbicara.

"Ki Sarpa Laut yang perkasa, memang Ki Jagabaya adalah orang yang bertanggung jawab tentang keamanan di pedukuhan ini, tapi tentang gadis yang berdiri di belakang orang tua itu, bukanlah sepenuhnya menjadi tanggung jawabnya," ujar Jaka Warih, yang tidak lain Raden Pamungkas itu.

"Apa maksudmu hé? Anak iblis!!"

Kemudian Bajak Laut bermata juling itu serta merta maju sambil memiring-miringkan kepalanya, seakan berusaha mengenali pemuda yang berbicara di hadapan Ki Sarpa Laut.

"Kakang, bukankah anak iblis ini yang kita jumpai di kedai siang tadi?"

Ki Sarpa Laut tidak mempedulikan pertanyaan saudara mudanya itu, namun diapun ingat, pamuda itulah yang berada di kedai tadi siang.

"He anak iblis, kau kah yang berada di kedai itu?" bertanya Ki Sarpa Laut.

"Ya, ternyata ingatanmu masih tajam Ki Bajak Laut, di sana sini tabiatmu sama, kalian adalah perusak tatanan kehidupan." tukas Jaka Warih.

"Kau terlalu sombong, anak iblis! menyingkirlah sebelum ku lumatkan tubuhmu."

Jaka Warih yang juga sudah kehilangan kesabarannya melihat tingkah laku bajak laut itu, menjadi semakin tidak telaten mengendapkan gejolak dalam darah mudanya.
Apa lagi ketika melihat Ki Sarpa Laut dengan tidak menghiraukan siapapun melangkah masuk, dan berjalan ke arah Larasati yang semakin menggigil ketakutan. Namun tiba-tiba Jaka Warih beringsut menghadang arah langkah Ki Sarpa Laut tersebut.

"Berhenti..!!" berkata Jaka Warih

"Kau mau apa anak iblis?!"

"Ki Sarpa Laut, jika kau menginginkan gadis itu, lewati aku dulu."

"Apa maksudmu..?!"

"Gadis itu calon istriku." jawab Jaka Warih sekenanya

Dengan serta merta ki Sarpa Laut surut selangkah sambil menatap tajam ke arah Jaka Warih. Tidak hanya itu, semua orang yang mendengar pengakuan Jaka Warih itu menjadi termangu-mangu, seraya memandang ke arah Jaka Warih dan gadis itu secara berganti-ganti.
Sementara Larasati yang mendengar kata-kata Jaka Warih itu mukanya menjadi seperti warna udang,
ada berbagai perasaan yang berjubel-jubel memenuhi rongga dadanya yang tak mampu di rasakannya dengan jelas.

Bahkan dalam hatinya Jaka Warih sendiripun menjadi bingung, mengapa mulutnya berucap seperti itu? Padahal dia sama sekali belum mengenal gadis itu, kecuali bertemu di pendapa itu. Jaka Warih hanya merasakan muncul perasaan aneh dalam hatinya yang tak dapat dihindarinya, ketika seseorang ingin mengambil gadis itu. Belum usai benaknya benaknya bingung, tiba-tiba terdengar kembali suara Ki Sarpa Laut,

"Jadi gadis itu calon istrimu?"

"Ya, dan sebagai seorang laki-laki kau tentu paham jika kau memang berambisi membawa pergi calon istri orang," jawab Jaka Warih singkat.

Ki Sarpa Laut itu tiba-tiba tertawa panjang, lalu pelan-pelan melangkah keluar pendapa, tempat pertama kali dia datang. "Jadi kau menantangku perang tanding he, anak sombong!"

"Terserah menurut penilaianmu Sarpa Laut, kita bermain jamuran pun boleh, lihatlah halaman banjar itu cukup terang oleh sinar rembulan, mudah-mudahan aku dapat menemanimu bermain-main dengan baik."

"Baiklah aku tunggu kau di halaman banjar, dan jangan kau sesali jika besok di matamu tidak lagi berkesempatan melihat matahari terbit," Geram Ki Sarpa Laut.

Dengan muka merah padam menahan amarah, Ki Sarpa Laut memutar tubuhnya sambil berlalu menuju halaman banjar pedukuhan itu, di ikuti saudaranya, Ki Mina Upas.

       Ki Jagabaya masih saja termangu-mangu melihat dua Bajak Laut itu pergi menuju halaman banjar pedukuhan, lalu di alihkan pandangannya ke arah Jaka Warih yang terlihat tenang, seakan tidak nampak kecemasan di hatinya. Dalam pandangan mata hatinya, sebagai orang yang sedikit banyak tau soal dunia kanuragan, memang menurutnya Jaka Warih itu bukanlah pemuda kebanyakan, namun tetap saja ada kecemasan dalam hatinya Ki Jagabaya, apakah Jaka Warih mampu menghadapi kedua bajak laut itu.

"Aku sudah pernah melihat dengan mata kepalaku sendiri, bagaimana kedua bajak laut itu bertarung, ilmu mereka begitu tinggi dan aneh, aku menjadi cemas, apa yang akan terjadi dengan anak itu?" desis Ki Jagabaya, bertanya dalam hatinya.

Jaka Warih  merasakan kecemasan yang adadi hati Ki Jagabaya itu, lalu diapun menghampirinya sembari berkata,  "Doakan aku Ki Jagabaya, mudah-mudahan Yang Maha Agung selalu melindungi aku," desisnya.

Sambil menarik nafas dalam-dalam Ki Jagabaya pun berkata, "Tentu angger, namun berhati-hatilah, sebenarnyalah ilmu kedua bajak laut itu sangat tinggi, juga ganas."

Demikian Jaka Warih terlihat mengangguk-anggukkan kepalanya lalu berjalan menghampiri Larasati yang masih berdiri dibelakang ayahnya. Dengan hati berdebar-debar ia pun berkata kepada ayah gadis itu.

"Kyai, maafkan aku yang telah berlaku deksura, bukan maksud aku mempermalukan martabat Kyai, aku akan mempertanggung jawabkan segala perbuatanku nanti, karna sebenarnyalah aku tak punya cara lain untuk menarik perhatian kedua Bajak Laut itu."

Kemudian Jaka Warih memandang Larasati sebentar, sebelum menundukkan wajahnya, lalu beranjak pergi menyusul kedua bajak laut yang sudah menunggu di halaman banjar pedukuhan tersebut.

Bersambung...

Gugat Trahing KusumaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang