27. Keputusan

815 163 5
                                    

"Kenapa tanganmu?" Sesil berkerut kening melihat telapak tangan kanan Saga yang ditempeli perban.

Saga menggeleng singkat. "Hanya luka kecil."

Sesil menyangsikan hal itu karena perbannya yang cukup lebar dan hampir memenuhi seluruh telapak pria itu. "Itu bukan ..."

"Artinya, kau tak perlu khawatir, Sesil. Bagiku ini hanya luka kecil."

"Dan bagaimana kau mendapatkannya?"

"Kau tak akan ingin tahu."

Bibir Sesil memberengut, yang malah dicium oleh Saga.

"Apakah bayi kecil kita merindukan ayahnya?" bisik Saga di antara bibir mereka yang saling menempel. Menarik pinggang Sesil semakin menempel di tubuhnya.

Sesil terkikik, mengalungkan kedua lengannya di leher Saga dan membiarkan tubuhnya dibawa ke tempat tidur. "Aku yang lebih merindukanmu."

"Baguslah. Kalau begitu kita bisa saling melampiaskan kerinduan." Saga mengakhiri kalimatnya dengan lumatan yang panjang, dan dengan tangan yang mulai melucuti pakaian Sesil satu persatu.

***

Alec membuka pintu ruang kerja Saga dan langsung menemukan pria itu yang sudah duduk menunggu di balik meja. Tangannya merogoh saku celana dan menunjukkan benda kecil berwarna putih di tangannya.

"Aku sudah memastikan keamanan rumahku, Saga. Dia tak ada di pesta." Alec berdiri di depan meja dan menyodorkan flashdisk di tangannya tepat di hadapan Saga. Semua tamu yang datang memiliki akses yang ketat.

"Dan kau pikir darimana benda itu ada di dalam tas Sesil?" dengus Saga mengambil flashdisk tersebut dan langsung memasangnya di computer.

"Ada banyak orang yang bersinggungan dengan kalian berdua. Meski singkat, tapi setiap detiknya kemungkinan itu pasti ada. Hanya saja ... ada terlalu banyak orang yang patut kau curigai. Dan aku jelas tak sejelimu."

Mata Saga menyipit, mengamati setiap detik video kedatangannya dengan Sesil di pesta Alec. Memastikan pengamatannya dengan seksama. Hingga rekaman CCTV berakhir, ia masih juga tak menemukan apa pun siapa yang menyelipkan benda itu di tasnya.

See, Alec hanya mengedikkan bahu ketika Saga mendesah pelan ke arahnya. "Kau bisa menyimpannya. Aku sudah tiga kali memeriksanya dan tak menemukan apa pun. Siapa yang tahu kau akan mendapatkannya dipencarian kedua atau ketiga."

Saga memang akan melakukannya. Dan ia punya banyak waktu khusus untuk menyelidiki semua ini. "Kau punya yan g lain?"

"Aku masih berusaha. Kediaman, pekerjaan, dan keluarganya. Semuanya normal. Setidaknya selama sebulan ini. Sebelum itu, apakah aku juga perlu mencarinya?"

"Aku akan menyuruh seseorang."

"Oke. Aku hanya akan mengawasi." Alec mengenyakkan tubuhnya di punggung kursi. Merasa lega, setidaknya bebannya sedikit berkurang meski tidak sepenuhnya. "Kau tahu, perusahaan papaku ternyata lebih menyibukkan dari yang kupikirkan."

Saga kembali memutar video rekaman di rekamannya. Hening sejenak.

"Ehemm ..." Alec memecah keheningan tersebut sekaligus mengamati ekspresi di wajah Saga sebelum mengungkit topik pembicaraan. "Bagaimana dengan Dirga?"

"Tanya pada dokter Juan," jawab Saga tanpa mengalihkan perhatiannya pada layar komputer. "Kau bisa pergi sekarang."

"Oke." Alec beranjak dari kursinya dan berjalan keluar.

***

Sesil tengah menyeberangi ruang keluarga ketika melihat Dirga yang berada di ambang pintu halaman belakang. Pria itu duduk di kursi rodanya dan tampaknya salah satu rodanya tersangkut sedikit undakan yang membatas ruang dalam dan teras belakang. Undakan itu tidak terlalu tinggi, tetapi dengan keterbasan Dirga, tentu saja hal itu menghalangi.

Saga Sesil 2 ( After the Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang