17. Keanehan Saga

965 173 9
                                    

17. Keanehan Saga

Saat Saga masuk ke kamarnya, Sesil sudah berdiri di tengah ruangan dan hendak menghambur ke arahnya.

“Kau tidak tidur?”

Sesil mengusap bibirnya dengan punggung tangan. “Aku sedikit mual,” jawabnya sambil mengamati raut wajah Saga yang mendadak kusut setelah menemui Dirga.

Saga menghampiri wanita itu dan menyelipkan helaian rambut Sesil yang berantakan di sekitar wajah ke belakang teling. Rasanya hatinya masih kesal melihat wanita itu kesusahan karena pengaruh kehamilan. “Istirahatlah. Aku akan menyuruh pelayan membawakan sesuatu untuk menghilangkan rasa pahit di mulutmu.”

Sesil hanya mengangguk singkat. Pandangannya masih menelisik kekusutan di wajah Saga dan kekhawatirannya terhadap Dirga lagi-lagi sulit untuk disembunyikan. “Kenapa? Ada masalah dengan Dirga?” 

Gerakan tangan Saga di rambut Sesil berhenti, matanya mengerjap membalas tatapan menelisik wanita itu yang lebih kuat. “Tidak.”

Sesil jelas tak percaya dan ia tahu Saga pun tak berpikir dirinya akan percaya. Meski Dirga sudah bangun dari koma, pasti sesuatu telah terjadi pada pria itu. Apakah luka pria itu tak bisa disembuhkan? Apakah Dirga … Sesil teringat akan kecelakaan yang pernah menimpanya dan membuatnya kehilangan ingatan. “A-apa Dirga kehilangan ingatannya?”

Saga menaikkan salah satu alisnya. “Ah, seharusnya dia seperti itu. Jadi aku bisa melenyapkan ingatan tentangmu di kepalanya.”

“Aku serius, Saga.”

Saga mendengus tipis. “Naiklah ke tempat tidur.”

“Kau tak akan memberiku jawabannya?”

“Tidak,” jawab Saga dengan tegas, mendorong tubuh Sesil ke tempat tidur kemudian pergi ke kamar mandi. Lagi-lagi meninggalkan Sesil dengan tanda tanya yang besar tentang pertemuan Saga dan Dirga.

*** 

Senyum manis yang melengkung di bibir, rambut lurus sebahu, mata biru yang cemerlang, dan gaun selutut bercorak bunga tulip. Saga bisa melihat senyum itu seperti tepat di depan matanya. Terasa begitu begitu nyata meski itu hanyalah sebuah ingatan yang tersimpan.

‘Rega mencintainya, Kak.’

Suara pengakuan yang diikuti derai air mata dan ketulusan. Ialah yang menciptakannya.

‘Itu sudah takdirmu. Belajarlah menerima kebencian itu mengalir di nadimu sebagai bagian hidupmu.’

Kata-kata kasar itulah yang ia ucapkan pada Rega. Sebelum adiknya menyelinap kabur dari pengawalnya dan mati terbunuh keesokan paginya.

Matanya Saga terpejam, dengan terjangan emosi yang memenuhi dadanya. Kemaraha, kemurkaan, kekecewaan, dan penyesalan yang teramat besar bergulung-gulung di dadanya. Memporak-porandakan semuanya. Tak ada jalan untuk kembali, sebesar dan sekuat apa pun tekad yang ia miliki untuk memperbaikinya. Semua sudah terjadi. Menyisakan lubang menganga di dalam dadanya. Teramat besar, hingga sulit itu dilenyapkan hanya karena ia ingin melupakannya.

Kedua tangannya terkepal, buku-buku jarinya memutih saking kuatnya tekanan dalam kepalannya. Kedua mata birunya yang gelap terlihat semakin kelam dengan emosinya yang bercampur aduk, membendung di sana. Giginya bergemeletuk, rahangnya mengeras dengan kuat dan …

Pyaarrrr …

Cermin di depannya hancur dan pecahannya berhamburan ke wastafel dan lantai. Jatuh di sekitar kaki telanjang Saga. Beberapa menggoreskan luka di kulit pria itu, tetapi tidak perih ataupun sakit sama sekali. Hatinya lebih hancur dan berdarah dari punggung tangannya yang mengalirkan darah.

Saga Sesil 2 ( After the Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang