20. Teman Dirga

829 158 21
                                    


“Ada apa?” Saga menutup pintu di sampingnya.

“Seseorang tertangkap di kasino. Anak buah Jimi. Sepertinya pria itu memiliki hubungan dengan pimpinan gelap lainnya.”

“Apa maksudmu?”

“Mereka mengincar Dirga.”

“Ini tak hanya perebutan kekuasaan di perusahaan Dirga?”

Arga menggeleng. “Kupikir ada hubungannya dengan perdagangan yang beroperasi di bawah tanah. Kita akan mengorek informasi pria itu lebih dulu sebelum mengonformasinya lebih dulu pada Dirga. Aku yakin Dirga mengendus sesuatu, itulah sebabnya mereka mengincar nyawanya.”

Kerutan di kening Saga menukik semakin tajam, berpikir lebih keras. Menyelidiki tikus-tikus bawah tanah bukanlah pekerjaan yang asing bagi mereka. Tetapi sepertinya kali ini lebih serius.

“Aku tak akan melepaskan cecunguk Jimi. Beraninya dia menyentuh Rega,” gumam Arga bersumpah. “Aku akan membunuh cecunguk itu dengan tanganku sendiri.”

*** 

Senyum Sesil mengembang melihat sang putra yang muncul di antara wajah-wajah mungil lainnya. Tangannya melambai, demi mendapatkan perhatian Kei, yang segera didapatkannya. Bocah mungil itu bergegas berlari ke arahnya dan menghambur ke pelukan sang mama.

Sesil mencium pipi kanan dan kiri Kei, lalu merangkum wajah bulat tersebut.

“Mama datang?”

Sesil mengangguk. “Kau senang?”

Kei mengangguk dengan penuh antusias. “Sangat senang.”

“Sebelum pulang, kau ingin berjalan-jalan dulu? Mama ingin makan es krim.”

“Boleh.” Sekali lagi Kei mengangguk dengan senyum yang lebih lebar. Keduanya pun naik ke dalam mobil dan berhenti di salah satu café untuk menikmati es krim.

Dan seperti pepatah like father like son, Kei memang tak rewel dengan apa pun jenis makanan. Tapi bocah itu sepertinya tak terlalu menyukai apa pun yang manis-manis, seperti Saga. 

“Kau ingin rasa yang lain?” tanya Sesil. Tangannya akan mengambil tisu untuk mengelap sisa es krim di ujung bibir sang putra, tapi rupanya Kei sudah mengambil tisu lebih dulu dan menyeka kedua ujung bibirnya. Tangan Sesil pun kembali turun, dengan senyum yang tersungging ringkih di bibirnya. Kei selalu melakukan apa pun sendirian. Bocah itu memang sangat mandiri.

Kei menggeleng. Meletakkan tisu di samping mangkuk es krimnya yang masih tersisa setengah. “Mama suka?”

Sesil mengangguk. “Adik bayi menginginkannya?”

“Benarkah? Apakah dia juga memakannya di dalam perut mama?”

“Hmm, dan dia sangat senang bisa makan bersama kakak Kei.”

Keduanya pun tertawa bersama. Dengan senyum kebahagiaan yang menyelimuti keduanya. Tanpa menyadari ada sepasang mata yang tengah mengamati keduanya dari balik kaca mata hitamnya. Pria itu duduk di meja yang berada tak jauh dari meja Sesil dan Kei. Menikmati es cone coklat dengan taburan kacang di atasnya. Topinya berwarna hitam, begitu pun dengan pakaian yang dikenakan. Kaos, jaket kulit, jeans, dan sepatu bootsnya. Senyum yang menyerupai seringai tersungging di ujung bibirnya. 

Hanya seorang wanita hamil yang lemah, juga anak kecil yang begitu polos. Kelemahan seorang Saga Ganuo, gumamnya dalam hati.

*** 

“Kei, bisakah kau menunggu mama di mobil. Mama ingin ke toilet sebentar.”

Kei mengangguk.

Sesil pun memanggil sopir untuk membawa Kei ke mobil lebih dulu sementara ia berbalik ke dalam dan menyeberangi ruangan dengan penunjuk arah toilet. Keluar dari pintu ganda kecil dan berbelok ke kanan, melintasi lorong pendek yang mengarahkannya pada toilet wanita. Semakin besar kehamilannya, rasanya kandung kemihnya semakin cepat penuh. Tak lama kemudian, ia keluar dari salah bilik dan mencuci tangannya sebentar.  Bercermin sejenak untuk memastikan penampilannya tak ada yang tak beres. Saat itulah ia menyadari Saga yang tak menghubunginya sejak ia mengirim pesan sebelum berangkat menjemput Kei. Sepertinya ada cukup banyak pekerjaan yang mengalihkan perhatian pria itu.

Saga Sesil 2 ( After the Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang