"Ibu maaf."
Wanita itu berkacak pinggang, mendapati Rara yang notabenya karyawan nya telat hampir 30 menit setelah mereka buka. "Kamu itu kenapa sih selalu telat terus setiap ibu datang ke sini?!"
Sudah Rara duga wanita itu akan marah padanya lagi. "Maaf Bu, Kerjaan Rara yang satunya baru selesai."
"Yaudah cepat kamu kerja"
Rara dengan seragam putih abu-abunya berjalan cepat menuju loker miliknya.
Seseorang menepuk pundaknya. "Baru datang kamu Ra?!"
"Iya mbak. Maaf ya mbak." Nayu menunduk minta maaf pada gadis yang umurnya lebih tua darinya itu.
Tempat makan tempat Rara berkerja sedang ramai-ramainya. Ia seperti tak memiliki waktu untuk berdiam diri sekedar melemaskan otot-otot tubuhnya.
DerIng di ponselnya berbunyi. "Iya mah. Ada apa?"
"Kamu lagi dimana?"
Rara bisa tau bahwa susana hati wanita ini sedang tidak baik dari nada bicaranya. "Rara lagi kerja mah."
"Cepat pulang. Kamu tau kan Bibi libur. Rumah nggak ada yang ngurusin selain kamu."
"Iya nanti Rara pulang dulu."
***
"Ra bangun."
Gadis itu terbangun dengan wajah linglungnya, Ia tertidur sambil besandar pada tumpukan kardus-kardus
"Pulang Ra." Rara melirik pada jam dinding.
Mampus ia terlambat lagi. "Santai Ra jangan buru-buru, kan tinggal pulang. Lo nggak bakal di cari orang tua lo kan?"
"Bukan gitu mbak. Gue udah telat sama kerjaan gue yang lain," ujarnya sambil melepas seragam kerjanya. Buru-buru ia membereskan barang-barang miliknya.
"Rara pulang ya mbak." Suara lonceng berbunyi bertepatan dengan pintu yang ditutup oleh Rara.
"Rara...Rara, masih sekolah kerjaan udah banyak banget."
***
Rara sudah siap dengan seragam putih abu-abunya. Gadis berkuncir satu itu merapikan lagi seragam barunya. Kantung mata terlihat jelas menandakan jika ia memang kurang tidur.
Benar juga ia baru pulang pukul empat pagi, pulang-pulang belum sempat mengistirahatkan diri sebentar langsung membantu bibi memasak.
Rara keluar dari kamarnya setelah berusaha menepis segala ketakutan-nya, walaupun belum sepenuhnya hilang. Mendapati kedua orang tuanya duduk di meja makan Rara mencoba berani menghampiri mereka.
"Mama papa."
"Hm."
"Ini hari pertama Rara masuk SMA." Cukup lama tak ada jawaban dari keduanya. "Rara minta doa papa sama mama. semoga di sekolah baru Rara, Rara baik-baik aja. Semoga juga Rara bisa punya teman di sekolah Rara kali ini."
Rara mengulum bibirnya memilin rok sekolahnya mendapati tak ada perkataan satupun yang muncul dari keduanya. Mereka hanya sibuk dengan sarapan mereka masing-masing. Tanpa sepatah kata pun yang muncul dari mulut mereka yang ingin Rara dengar.
Di samping itu. Rara melihat Rania berjalan menuruni tangga. Kedua kaki Rara mundur perlahan saat menyadari Rania akan duduk di kursi hadapanya.
"Kamu minggir Rania mau duduk!"
Dan Rara tetap disitu tanpa beranjak sedikitpun mendengar pembicaraan mereka. Mendengar bagaimana mereka berpesan untuk Rania nanti di sekolah. Seolah perkataan itu memang di tujukan untuknya.